Bab 1: Awal Kepahitan Hidup Elakshi dan Elaksha

39 10 10
                                    

September 2020
Jakarta, Indonesia

“Mau ke mana kamu masih pagi begini? Ke rumah janda gatal itu ya? Gih sana, bahagia berdua,” celetukan panas di pagi hari yang harusnya indah ini. Mami Elina (maminya Elakshi dan Elaksha) meminum secangkir tehnya dengan muka masam.

“Bisa nggak, mulutmu itu jangan nuduh aja bisanya? Saya mau joging. Salah emang kalo jam segini?”

“Ya lagian tumben kamu bangun pagi saat weekend.”

“Kalo nggak percaya, mending ikut aja ayo,” ajak Papi Kamal.

“Malas joging sama kamu. Kebanyakan istirahatnya.”

“Ya udah, saya joging dulu.” Papi Kam segera berangkat dan berlari sendirian. Sedangkan mami Elina melanjutkan kegiatan santainya di pagi yang sepi itu.

Elakshi dan Elaksha berada dalam kamar. Mereka sekamar. Satu kasur bersama selama 17tahun. Segala rasa dalam kamar itu sudah mengudara memenuhi langit-langit kamar yang indah itu. Perpaduan biru dan ungu, menyatu tanpa benturan tajam.

Sepasang kembar itu tengah asyik melakukan kegiatan masing-masing. Elakshi membaca novel. Elaksha membaca buku pelajaran. Keduanya berbanding balik, hanya sesekali. Ya normalnya anak kembar. Walau mereka kembar identik, namun tak selamanya selalu sama. Kadang, menjadi adik kakak berbeda usia. Suara kegaduhan di lantai bawah jelas tak akan terdengar, sebab mereka membaca sambil memakai hedset. Seisi rumah sibuk masing-masing. Tak ada lagi siklus kehangatan dalam rumah mewah itu. Bagai buah yang masih menggantung di pohon walau sudah matang.

“Sha, ambil minum gih! Lo nggak haus apa?” suruh Elakshi pada Elaksha.

“Sopan sedikit kenapa Shi, gue ini kakak lo,” tegas Elaksha bangkit dari kursi belajarnya.

“Iya, iya. Maaf lah, hehehe.”

“Ya udah, gue ambilin. Mau minum apa?”

“Apa aja bebas, asal dingin.”

Elaksha bergegas keluar kamar, dengan hedset masih mencantel setia di telinganya.  Ia melihat maminya sendirian di meja makan.

“Eh, hai Elaksha. Sudah makan, Nak?” tanya mami Elina seraya mengelap bibir tebalnya sehabis meminum teh tadi.

“Sudah Mi. Tadi pake roti selai kacang. Mami udah sarapan? Kok cuma ada cangkir teh doang?”

“Mami keburu kenyang liat muka papimu. Elakshi mana? Udah makan belom dia?”

“Hehehe, Mami bisa aja ah. Emangnya Papi makanan. Elakshi ada di kamar, lagi baca buku.”

“Tumben anak itu baca buku pagi gini?!”

“Buku novel, Mi. Kayak nggak tau Elakshi aja.”

“Iya sih, hahaha. Ya udah Mami mau nonton tv dulu ya,” pamit Mami Elina seraya merapikan kembali kursi di meja makan tersebut.

Elaksha melanjutkan niatnya ke dapur. Menyiapkan minuman dingin untuk Elakshi. Mengutak-atik isi kulkas, ada harta karun camilan manis. Namun terlalu pagi untuk sesi camilan. Bergegaslah ia kembali menaiki beberapa anak tangga yang tertutup karpet merah bermotif. Pijakan yang perlahan dibuatnya, menyeimbangi dua gelas yang dibawanya dengan nampan kecil dari kaca. Nampan itu di pindahkan ke lantai terlebih dahulu, agar ia mudah membuka pintu.

“Cuma minum aja?” ujar Elakshi sambil turun dari kasur.

“Ya lo kan mintanya cuma minum aja.”

“Peka dikit lah, laper tau.”

“Tadi bukan sekalian ngomongnya. Ya udah sana ambil sendiri!!”

“Titip lagi lah, emang lo nggak laper?"

“Ya laper sih, kan masih jam segini Shi. Lo nggak diet emang?”

“Diet lah, mau di taruh di mana nanti gelar ‘Miss Sexy’ gue. Buah aja bisa buat ngemil kok. Gih ambilin dong Sha, plisss, hehe.”

“Buah abis, tadi gue cek di kulkas nggak ada.”

“Beli dulu lah cantik. Masa gitu aja harus gue kasih tau.”

“Jalan bareng, enak aja gue sendirian.”

“Iya, iya. Ayo pake mobil gue aja.”

"Ke pasar doang segala naik mobil. Pake motor gue aja, biar nggak macet.”

“Gerah tau.”

“Ada angin alami lebih irit.”

Akhirnya Elakshi menurut juga dengan kakaknya. Di tengah jalan, arah mereka berubah ketika melihat sosok yang dikenal. Papi Kamal. Dirinya baru akan memasuki restoran keluarga berkonsep lesehan tak jauh dari perempatan sebelum ke pasar.

Sepasang kembar itu mengikuti masuk ke dalam restoran. Tak ayal pagi ini menjadi tak menyenangkan, setelah melihat pemandangan yang luar biasa mengejutkan.

“Papi???” ucap Elakshi dengan terkejut.

“Sha, itu beneran papi kita bukan sih?”

“I-iya Shi.”

Elakshi mengambil ponselnya untuk memotret apa yang ia lihat. Lalu Elaksha mengikuti hal yang sama, ia merekam video agar bukti lebih kuat. Papi menggenggam tangan wanita lain. Berkulit putih bersih. Sama cantiknya dengan Mami Elina. Sepasang kembar itu kini memiliki pertanyaan serupa, “Siapa wanita itu?”

Dengan kaki lemas melangkah, sepasang kembar itu keluar restoran dan bergegas kembali ke rumah. Membatalkan rencana belanja buah di pasar. Ketika sampai di rumah, Elakshi berlari memanggil maminya. Bagai anak kecil yang kehilangan ibunya.

“Kenapa Elakshi? Kamu kayak anak kecil aja teriak begitu."

“Nih Mami liat dulu deh.” Elakshi dan Elaksha kompak menunjukkan apa yang ada di ponsel mereka secara bergantian.

“Oh, jadi benar dugaan Mami. Dasar perawan nggak laku, beraninya menggoda suami orang. Papi kalian itu ya, masih aja berani jalan sama cewek kayak begitu. Astaga, mereka sama aja.”

“Mami udah tau tentang ini?” tanya Elaksha kaget.

“Udah sebulan ini Mami mengecek ponsel Papi setelah ada satu tindakan mencurigakannya. Lalu Mami mencoba mengikuti Papi seharian dan menghasilkan bukti perselingkuhan seperti itu.”

“Jadi Mami cuma diem aja?” ucap Elakshi.

“Nggak akan. Makanya Mami mau minta bantuan kalian untuk memata-matai Papi. Selagi kalian sedang libur panjang sekolah. Mau kan?”

Elakshi dan Elaksha saling menatap. Seolah melemparkan pertanyaan yang sama. Kemudian keduanya saling mengangguk. Mami Elina memeluk kedua anak kembarnya itu dengan tangis bahagia. Ia tak sendirian. Bahkan Tuhan pun pasti akan membantu dengan cara dan waktu yang tak terduga.

***

Hari ini, pertama kalinya Elakshi dan Elaksha terlihat akur lebih lama. Mereka mengikuti Papi Kamal dengan motor milik Elaksha. Sepasang kembar itu memakai jaket bomber, topi ala pria dan kacamata layaknya mata minus. Identitas diri mereka sedang diperjuangkan demi merebut kebahagiaan orang tua mereka.

Papi berangkat kerja seperti biasa. Ketika dua jam menunggu di seberang kantor milik papi mereka, Mami Elina mengirim whatsapp pada ponsel Elakshi.

Mami Elina: [Shi, nanti jam 11.30 papi mau ketemu sama cewek itu lagi. Kalian stand by ya.]

Elakshi: [Mami tau dari mana?]

Mami Elina: [Mami sadap ponsel papi kalian.]

Elakshi: [Amazing banget Mamiku ini ya, hehehe.]

Mami Elina: [Makanya kalian belajar dari Mami dong.]

Elakshi: [Ayaya, kapten.]

Elakshi terkekeh membaca whatsapp dari maminya. Hingga Elaksha keheranan dan penasaran. Sambil menunggu watu yang lama itu, Elakshi mendengarkan lagu sambil membuka sosial media miliknya. Elaksha memesan makan. Kebetulan mereka menunggu di restoran seberang kantor milik papi mereka.

Alarm yang diatur pada ponsel Elaksha pun berbunyi. Ini saatnya menjadi agen mata-mata lagi, setelah rehat yang melelahkan. Keduanya mengikuti mobil papinya dari kejauhan, agar tak dicurigai. Plang yang ditemui selalu diperhatikan oleh Elakshi. Mencatat di ponselnya sebagai rincian untuk dilaporkan pada Mami Elina. Mobil Papi Kamal berhenti di depan sebuah rumah mewah di salah satu perumahan elite di kawasan Jakarta Selatan.

Papi Kamal membawa sebuah bingkisan dari mobilnya, lalu menekan bel di pagar rumah itu.

“Eh, ternyata Mas udah datang,” sapa lembut kata yang punya rumah.

Papi Kamal membelai lembut pipi cewek yang ada di hadapannya, “Iya dong sayang. Kalo kamu kangen, pasti Mas datang.”

Betapa terkejutnya Elakshi dan Elaksha. Tugas adalah tanggung jawab. Mereka nggak lupa akan hal itu dan segera melakukan apa yang diminta mami mereka. Mirisnya, mereka hanya bisa menunggu di luar. Padahal papi mereka sedang ada di dalam bersama selingkuhannya.

Jam sudah menunjukkan pukul 13.30wib. Papi Kamal keluar dari rumah selingkuhannya dan bergegas kembali ke kantor lagi. Kini sepasang kembar itu langsung pulang ke rumah. Sebab perut Elakshi melilit kesakitan.

“Ini Mi, semua buktinya.” Elaksha menunjukkan rincian bukti hari ini. Sedangkan Elakshi berada di kamar mandi lantai 2 yang ada di dalam kamar tidur miliknya dan Elaksha.

“Jadi benar. Cewek itu masih saja tidak tau diri,” hardik Mami Elina saat melihat foto saat Papi Kamal membelai lembut pipi cewek itu tadi.

“Emangnya dia siapa, Mi?”

“Dia itu mantan pacar papi kalian.”

“Astagfirullah.”

“Ada apaan nih? Kok lo sampe istigfar gitu, Sha.” Elakshi yang baru tiba di ruang tv pun kebingungan tentang sampai mana laporan Elaksha.

“Cewek yang tadi kita liat sama papi, ternyata mantan pacar papi,” jelas Elaksha.

“Apa???? Serius lo?”

Mami mengangguk mewakili Elaksha. Semuanya duduk sambil berpikir. Jika harus terus mengikuti seharian, tentu melelahkan. Bukti lain ada di whatsapp. Akhirnya Mami Elina menghubungi sekretaris Papi Kamal untuk di ajak kerja sama. Di ruangan kerja Papi Kamal akan dipasang CCTV oleh orang panggilan Mami Elina. Mbak Cecilia, sekretaris Papi Kamal sudah membuat perjanjian di atas materai dengan Mami Elina agar tidak memberitahu kepada siapa pun tentang pemasangan CCTV tersebut.

Beberapa hari berlalu. Mbak Cecilia selalu memberikan kiriman rekaman CCTV setiap hari pada Mami Elina. Di lain cara, Elakshi dan Elaksha hanya bisa berdoa agar orang tua mereka dapat bahagia tulus saling setia lagi.

***

Sekian lama bersabar melihat kebiadaban perselingkuhan itu, kini Mami Elina menemui kediaman cewek itu. Sang selingkuhan Papi Kamal, ditemani kedua anak kembarnya dengan naik mobil Elakshi. Cewek itu tidak mau membuka pagar, dia liat dari CCTV bahwa yang datang adalah Mami Elina.

Efek geram, Mami Elina mengirim whatsapp pada cewek itu. Hal tersebut berhasil membuat cewek itu membuka pagar untuk Mami Elina.

“Mau ngapain kamu ke sini?” tanya cewek itu pada Mami Elina, seraya melirik ke arah Elakshi dan Elaksha.

“Nggak usah banyak akting ya kamu, dasar cewek murahan.”

“Jaga ya mulutmu, hei Elina.”

Elakshi memvideokan kejadian di depan matanya itu. Sedangkan Elaksha terdiam sambil mencoba menenangkan maminya.

“Jangan sok suci kamu. Dari dulu sampai sekarang masih saja menggoda Mas Kamal. Kayak nggak laku aja sih. Dasar pagar makan tanaman!!”

“Kamu yang terlalu bodoh Elina. Sehingga Mas Kamal mudah aku goda. Liat ini, buah hasil kami yang ketiga. Calon harta karun ketiga penerus PT. Darskin Globe.”

Mami Elina menatap lemas ke arah cewek itu yang sedang mengelus perut ratanya.

“Apa maksudnya buah hasil ketiga? Dasar kamu jablay, hei Luna.”

“Dasar bodoh. Ini anak ketiga milik aku dan Mas Kamal. Selama 17tahun ini kamu sudah dibodohi, Elina. Kasian ya kamu, mudah ditipu oleh suamimu itu.”

“Dasar gila kalian!!!”

Lalu Mami Elina masuk mobil dan diikuti oleh kedua anak kembarnya. Malam harinya, bagai petir merasuki langit-langit ruang tv. Menguasai segala titik penjuru. Lampu tak lagi mampu menerangkan mata. Teriakan sepasang insan saling menggelegar. Mengagetkan seisi lantai 1 rumah mewah itu. Luasnya ruangan tak membuat sempit pekik hardikan cacian yang terlempar dari sudut ke sudut ruang tv.

Luna mengadu pada Papi Kamal tentang kedatangan Mami Elina. Hingga terjadinya ‘malam tanpa akhir’ untuk Papi Kamal dan Mami Elina. Elakshi dan Elaksha menjadi saksi malam kelabu ini. Dengan tak lupa, Elakshi tetap memvideokan kejadian seperti itu.

“Kamu ngapain ke rumah Luna?” tegas Papi Kamal.

“Tanya saja pada selingkuhanmu itu."

“Dia bilang kamu memakinya di luar rumah. Betapa tak sopan, Elina.”

“Masih bisa berkata tentang sopan, hah? Setelah kebiadaban yang kalian lakukan. Gugurkan anak itu atau aku yang akan bunuh!!!”

“Jaga mulutmu baik-baik. Itu anak saya.”

“Iya, anak HARAM milik perselingkuhan."

“Haram atau tidak, dia tetap anak ketiga saya dari Luna.”

“Lalu anak kembar kita, mau kamu kemanakan?”

“Mereka tetap anak saya juga. Ingat, jangan lagi berani menginjakkan kaki ke rumah istri siri saya itu. Paham??”

“Apa? Istri siri? Gila kamu, Mas.” Mami Elina duduk lemas di sofa. Hatinya bagai tertindih batu. Mulut terkunci tanpa tau dimana kunci itu. Dingin merasuk ke segala tubuhnya.

“Iya. Asal kamu tau, saya dan Luna telah menikah siri sejak 17tahun lalu. Kami akan segera meresmikan pernikahan dalam cara agama sebentar lagi.”

“Saya akan bunuh anak itu!!!”

Dengan buta mata, tangan Papi Kamal menampar sekejap ke arah wanita yang dulu selalu ia cinta. Bagai pompa yang terkena angin, isakan dan hembusan beradu memuncak. Berlomba menjadi pemenang dalam diri Mami Elina.

“Kamu pilih saya atau cewek jablay itu?!”

“Tentu Luna. Istri kesayangan saya, yang selalu lembut dan perhatian. Tidak seperti kamu yang selalu memarahi dan menekan saya dengan segala aturanmu itu.”

“Oke kalo itu mau, Mas. Saya minta cerai saat ini juga!!”

Sontak Elakshi dan Elaksha menjadi kaku, mengharu biru dalam lemahnya degupan rasa di hati.

“Jangan Mi. Kalian harus tetap bersama,” ucap Elaksha dan Elakshi bersamaan sambil memeluk mami mereka.

“Biarkan saja. Mami lelah mencoba sabar.”

“Pi, ayolah bicara baik-baik sama Mami,” bujuk Elaksha.

“Tak ada lagi yang perlu ditutupi.” Papi Kamal tak merasa bersalah sedikit pun, “oke kalo kamu mau bercerai, saya akan ceraikan kamu detik ini juga.”

Papi Kamal masuk kamar dan merapikan beberapa barangnya. Lalu pergi meninggalkan istri serta kedua anak kembarnya. Lepas hari itu, Mami Elina seperti orang yang kehilangan semangat hidup.

***

Sebulan setelah kejadian malam itu...

“Jadi, siapa yang mau ikut mami?” tanya Mami Elina pada kedua anak kembarnya yang kini sedang duduk di sofa ruang tv.

“Aku akan ikut Mami,” ucap Elakshi.

“Aku juga, Mi.” Elaksha menjawab.

“Mami akan jual rumah ini dan kita tempati rumah di Solo.”

“Di Solo? Rumah milik siapa? Kata Elakshi kaget.

“Rumah milik Mami. Sudah lama Mami beli tanpa sepengetahuan Papi. Uang hasil segala bisnis Mami.”

Elakshi dan Elaksha memeluk erat mami mereka, “Mami hebat. Kita sayang Mami. Tetep sehat ya Mi, bahagia bersama kita.”

“Makasih ya sayang, kalian penyemangat Mami. Harta karun paling berharga yang sekarang Mami punya.”

Mulai setelah hari ini, semuanya akan menjadi awal kembali. Hanya untuk Mami Elina, Elakshi dan Elaksha. Tak ada satu jejak pun yang mereka tinggalkan. Terhempas dibawa hujan dan angin secara bersamaan. Dikubur dengan sisa luka yang pernah ada.

Sedangkan Papi Kamal, tengah berbahagia atas kebebasannya bersama istri siri dan kedua anaknya dari Luna serta calon anaknya. Dunia akan berputar. Pasti. Tak akan ada yang bisa melewati masa itu. Biarkan matahari berbagi teriknya pada keluarga jahat itu. Agar tanah yang akan menggeser miring untuk hadiahnya kelak.

••••

Selamat membaca, semuanya ☺️
Ditunggu vote dan komennya ya...

Di Balik Layar TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang