Bab 3: Bisnis Mami Elina

12 4 4
                                    

Hangat mentari di kala terbit, disambut riang oleh Elakshi dan Elaksha. Dalam waktu dekat, Mami Elina akan membuka toko kue pertamanya di daerah Banjarsari, Solo. Hari ini mereka bertiga akan belanja untuk keperluan stok di toko.

“Mi, kita ke pasar swalayan atau pasar tradisional?” kata Elaksha senangnya.

“Pasar tradisional aja dulu, kalo ada yang kurang baru ke pasar swalayan.”

“Capek dong Mi, males ah. Aku nggak jadi ikut kalo gitu deh,” sahut Elakshi.

“Eh jangan gitu dong. Biar bantu Pak Yatmo bawa belanjaan. Kasihan kan kalo dia sendirian yang bawa.”

“Tau nih, males banget anak perawan.”

“Apa sih Sha?”

“Udah ah, ayo masuk mobil. Keburu siang nanti stoknya menipis.”

Hari ini judulnya adalah lelah. Sekaligus mengenal kota Solo bagi pasangan kembar itu. Sebenarnya Mami Elina pernah tinggal di Solo sejak SD. Kebetulan ayahnya seorang Walikota, dan ibunya pebisnis muda. Lepas ayahnya lengser dari jabatan, mereka bertiga pindah ke Jogja hingga Mami Elina tumbuh remaja.

Sepanjang perjalanan pulang di iringin oleh hujan. Lelah tergantikan dengan nyamannya suasana dingin angin berembus. Sesekali Elaksha membuka kaca jendela, yang tak ayal menjadi pemicu ocehan dari Elakshi.

“Tutup kenapa Sha. Ujan gini buka jendela. Percuma pake AC nih.”

“Matiin aja AC-nya, adem tau angin ujan. Aromanya juga enak.”

“Ih stres ini anak ya. Mi, dulu ngidam apa sih? Kok anaknya yang satu begitu. Aroma ujan dibilang enak. Emang bisa dijilat apa?”

“Kalian ini udah gede masih aja berantem ya. Bosen Mami dengarnya.”

Sedangkan Pak Yatmo hanya bisa tertawa sambil tetap fokus menyetir. Dalam desahan mengalahnya, Elakshi melihat pemandangan lain. Ada sosok Zhafran sedang meneduh di halte bus. Sosoknya nampak jelas dan berlatar belakangkan rinai hujan yang membasahi rambutnya. Membuat kesan tampan semakin nampak. Dari kejauhan, Elakshi mencuri waktu. Memotret sosok tampan itu. Senyum semilir mengembang di bibir tipis Elakshi. Bagai hadiah atas baktinya membantu Mami hari ini. Foto Zhafran terus ditatapnya tanpa lelah. Cinta muda, cintanya anak remaja. Kasmaran sedang menggeliat dalam lubuk jiwa Elakshi.

Malam harinya, ia habiskan bertelepon dengan Vanya hanya untuk menceritakan kejadian tadi siang. Sekalian ia mengundang Vanya hadir dua hari lagi di pembukaan toko kue maminya. Lepas itu, ia segera menulis diary. Kegiatan wajibnya sebelum tidur. Entah selelah apa pun, Elakshi akan tetap menulis diary. Dalam buku kecil bersampulkan biru langit cerah. Ada gembok kecil berwarna silver yang mengunci setiap tulisan di dalamnya. Dan kuncinya tentu ada. Selalu tersimpan aman.

***

Banjarsari, Solo

Toko mungil nan indah terpampang jelas dari sudut pertigaan. Papan coklat bertuliskan Kedai Mami sudah jelas terlihat walau tanpa lampu penghiasnya. Konsep menarik yang diusung toko itu. Menyajikan aneka roti, kue serta camilan manis lainnya. Elakshi dan Elaksha ikut memakai seragam seperti Mami.

“Van ...,” teriak Elakshi sambil melambai.

Vanya menghampiri dan tetap hati-hati membawa bingkisan yang disiapkan bundanya.

“Nih, dari bunda,” ucap Vanya sambil melirik mencari Mami Elakshi.

Namun ia terkejut, “Shi, ini Elaksha?” Lalu yang ditanya hanya mengangguk.

“Hai, gue Elaksha."

“Asli, muka kalian kayak copy paste.”

“Ya namanya kembar identik begini, hehehe.” Elaksha mengembangkan tertawanya, melihat keluguan ekspresi Vanya barusan.

Lumayan ramai yang datang. Hingga ludes semua tester dan ada pula yang membeli. Bahkan di tengah keramaian itu, hadir pula sosok yang dirindukan.

“Mbak, saya pesan bolu lapis rasa cokelat vanila satu ya sama roti bulat kecil yang pake toping keju itu dua,” ucap seorang pelanggan yang kini di hadapan Elakshi.

“Oh iya Mas, tunggu sebentar ya.” Terlalu fokus, Elakshi tak sadar siapa pelanggan di hadapannya itu.

Setelah selesai packing pesanan, ia pun memberinya pada pelanggan tersebut, “Ini Mas. Totalnya jadi 55.000.” Elakshi kaget saat melihat siapa yang di hadapannya.

“Ini Mbak. Eh, Elakshi? Lo kerja di sini?”

“Zhaf? Oh, nggak kok. Ini toko kue mami gue.”

“Oh, kirain, hehehe. Eh ya, ini dijamin enak nggak?”

“Tenang aja, mami gue itu ahlinya bikin kue.”

“Serius? Kalo nggak enak gimana? Apa bisa ada gantinya?”

“Iya, ada kok.”

“Uang kembali?”

“Bukan.”

“Lah, terus apaan? Kue gratis gitu?”

“Bukan juga. Tapi gue bakal nemenin lo di studio.”

“Serius nih? Awas bohong ya.”

“Iyalah, nggak ada kata bohong. Mau gue bungkusin kue juga emangnya buat temen-temen band lo, sebagai bukti gue nggak bohong?”

“Nggak usah lah. Oke gue bakal telepon lo nanti ya.”

“Emang lo udah tau nomor gue?”

“Eh iya belom, hahaha.” Sesi bertukar nomor whatsapp pun berlangsung. Tak lama, Zhafran pergi dari toko itu dengan melambaikan tangan dan menatap beberapa detik sosok Elakshi yang mulai sibuk lagi dengan pelanggan lain.

Semenjak saling tukar nomor, rasanya mereka juga saling menukar isi hati. Tak enggan dalam situasi di sekolah pun sama. Hingga tebar lah gosip baru kedekatan antara Zhafran yang berjabat ketua osis dan kapten tim basket, dengan Elakshi yang kini menjadi pemandu sorak setia tim basket. Otomatis hal itu memancing kekesalan untuk Yumna. Gengnya mulai menyiapkan rencana baru yang matang.

***

Toko semakin banyak di kenal dan ada juga pesanan dari luar daerah. Mami pun sudah memiliki karyawan. Temen-temen terdekat dan terpercaya Pak Yatmo, serta istrinya yang mau kerja. Para suami menjadi kurir, para istri menjadi pelayan dan tugas lainnya di toko. Elakshi dan Elaksha fokus sekolah. Mami Elina tak ingin anak-anaknya lelah membantunya di toko dan lalai dengan tugas sekolah.

Semenjak itu, Zhafran jadi sering ke toko. Hari ini ia akan menagih ucapan Elakshi kala pertama toko itu buka. Beruntung lah Elaksha sedang tidak ada di toko. Zhafran tak akan tau jika Elakshi memiliki kembaran. Jika ia tau, mungkin ia akan kaget dan banyak tanya.

“Permisi Tante, Elakshi ada?”

“Eh, iya. Ada kok di dapur. Kamu siapanya Elakshi ya?”

“Saya Zhafran, teman sekolahnya Elakshi.”

“Oh, gitu. Sebentar ya, saya panggilkan dulu.” Sepanjang jalan ke dapur, Mami Elina tersenyum gemas sambil sesekali menengok ke arah Zhafran.

“Shi, ada Zhafran tuh.”

“Serius Mi?” Ekspresi kaget dan salah tingkah menjadi satu.

“Iyalah serius, ngapain Mami bohong. Ya udah sana temuin dulu.”

Elakshi benar-benar melihat Zhafran dari pintu dapur. Ia merapikan sedikit rambutnya lalu berjalan tenang menuju sosok itu.

“Hai Zhaf."

“Oh, hai Shi.”

“Kalo mau beli, di sana ya.”

“Nggak kok, gue hari ini mau nagih ucapan lo buat nemenin ke studio.”

“Emang serius kuenya nggak enak? Di sini pada setia kok, enak kan berarti.”

“Ya, mungkin. Udah ayo buruan.”

“Oke, sebentar. Gue pamit ke Mami dulu.” Lalu Elakshi seraya membawa beberapa roti yang baru matang di dapur.

Mereka ke studio sekaligus basecamp bagi Zhafran dan teman-teman bandnya. Untung lah tak jauh dari toko kue.

“Elakshi, hai ...,” ucap semua anak band.

“Hai, hehehe. Eh ya, ini ada kue buat kalian."

“Cobain, ini buatan maminya Elakshi.”

“Oke siap, kebetulan kita butuh energi sebelum latihan kan,” kata Kayle, salah satu teman Zhafran.

“Oh iya Shi, lo bener kan mau jadi vokalis di band ini?” tanya Bams sambil mengunyah kue.

“Telen dulu, baru ngomong,” celetuk Renaldi.

“Iya maaf. Tapi bener kan Shi?”

“Iya, gue coba ya.”

Semua bersorak kesenangan. Tak lama lepas makan, semua bersiap di posisi untuk memulai latihan. Elakshi sementara hanya duduk melihat seperti apa lagu yang akan ia nyanyikan bersama band tersebut. Hanya sesaat, ia pun paham. Karena lagunya santai dan mudah di ingat. Elakshi mulai menyiapkan mic dan teks lirik. Cukup dengan dua kali latihan, lagu itu pun rampung.

“Jadi apa nama band ini? Gue belom tau nih.”

“Namanya D’Cold.”

“Widih, lagunya dingin semua dong berarti, hehehe.”

“Nggak gitu juga Shi.” Refleks Zhafran mengacak pelan rambut Elakshi.

“Ih apa sih Zhaf, rambut gue jadi berantakan.”

“Nggak apa-apa Shi, si Zhaf kalo lagi bahagia emang gitu,” ledek Bams.

Dan yang lain ikut meledeki keduanya. Bahkan Renaldi mengajak Elakshi ikut foto bareng yang lainnya. Diam-diam Renaldi memposting foto itu di sosial

***

Sudah beberapa bulan sejak pembukaan toko kue Mami Elina, ternyata ada toko kue lain di sepanjang jalan yang sama. Toko itu setiap hari menggembor beberapa karyawannya untuk bersaing merebut pelanggan setia toko kue Mami Elina.

“Mi, gimana nih? Toko sebelah mulai banyak yang kunjungi?” Elaksha mulai khawatir dengan bisnis maminya.

“Kamu tenang aja, Nak. Rejeki sudah ada yang mengatur.” Mami Elina pun sebenarnya mulai khawatir, namun ia tak menunjukkannya pada Elaksha.

“Terus kalo misalnya kita kalah saing dan sepi, gimana?”

“Ya kita cari bisnis baru aja,” celetuk Elakshi dari belakang Elaksha.

“Ih lo, kayak setan aja. Kaget tau gue,” omel Elaksha sambil sedikit mendorong Elakshi.

“Kalo gue setan, berarti lo kakaknya setan dong, hahaha.”

“Hush, kalian ini ngomongnya. Terus kalian akan bilang kalo Mami ini ratunya setan, gitu?”

“Ih Mami, sensian banget kayak abg lagi jatuh cinta.”

“Iya, abgnya kalian.”

Semuanya kini bisa sedikit tertawa. Pesaing itu terang-terangan merebut pelanggan setia.

“Yo ayo silahkan mampir di sini. Makanannya lebih enak dibanding toko yang itu,” maki si pemilik toko.

Banyak yang melihat ke arah toko kue Mami Elina. Ada yang tetap ke sana dan ada juga yang langsung masuk ke toko satunya. Tiba-tiba ada yang berteriak dari depan kaca toko Mami.

“Yuk kepoin dulu, kue enak tapi harga bersahabat dan bonus berfoto sama D’Cold. Kualitas di jamin loh.”

Elakshi mengenali sosok di luar itu, “Zhaf? Apa aku salah liat?”

Setelah teriakan itu, semakin banyak orang yang datang ke toko Mami Elina. Mereka segera memesan dan mengantre berfoto dengan Zhafran dan teman-teman bandnya. Dengan niat iseng, Zhafran menggoda Elakshi dengan memakai mic, “Tenang Shi, mereka cuma fans bukan pemilik hati gue.”

Elakshi tersenyum salah tingkah mendengar ucapan Zhafran itu. Serasa dunia milik berdua. Tapi semua keramaian itu sirna hanya dalam sekejap saja. Sebulan setelah itu toko Mami Elina bangkrut. Mami Elina merasa lelah dan tak bersemangat membuat kue. Akhirnya ia memilih tutup dan mencari ide baru.

***
Tiga bulan setelahnya...

“Mi, ini tokonya?” kata Elakshi sambil melihat ke sekeliling.

“Iya, kita merintis lagi dari awal di sini.”

“Kita mau bisnis apa lagi?”

“Pakaian, istrinya Pak Yatmo yang memberi ide.”

“Ide bagus tuh Mi, nanti aku sama Elaksha gantian yang bantu Mami jagain toko.”

“Iya sayang, kita mulai lagi dari nol ya.” Mami Elina memeluk penuh sayang pada Elakshi.

“Aku juga bakal bantu promosinya kok, Tante,” timpal Zhafran dari belakang.

“Zhaf?” Elakshi dan Mami Elina pun kaget melihat Zhafran.

“Lo bisa tau tempat ini dari mana?”

“Tuh,” ucap Zhafran sambil menoleh ke belakangnya. Ternyata ada Elaksha.

“Kalian kok bisa barengan?”

“Tadi gue nggak sengaja ketemu dia di jalan. Kirain lo Shi, taunya kembaran lo, hahaha.”

“Eh iya, lo belom tau ya kalo gue punya kembaran.”

“Ya udah ayo kita bersih-bersih dulu. Besok toko ini bakal di buka loh,” sahut Mami Elina.

Semua pun bekerja saling gotong royong. Perlahannya bisnis baru di buka, begitu pula dengan hati Elakshi. Mulai di buka untuk Zhafran. Ia tak menghiraukan sosok Yumna. Sebab ia tau, Zhafran tentu akan memilihnya ketimbang cewek itu. Zhafran sering datang ke toko untuk membantu Mami Elina. Tentu hal itu mampu meluluhkan hati Elakshi.

Terkadang Zhafran juga mengantar Mami Elina untuk belanja stok keperluan toko.

Namun di saat seperti ini, justru Mami Elina mewanti-wanti Elakshi.

“Shi, kamu jangan terlalu serius sama Zhafran ya.”

“Loh, kenapa Mi?”

“Jalanmu masih panjang.”

“Maksudnya Mi?”

“Nanti kamu bakal tau seperti apa jodoh itu.”

“Tapi Zhaf kan baik Mi.”

“Iya, Mami tau kok. Kalian masih cintanya anak muda. Nggak akan ada yang tau seserius apa nanti setelah lama. Emang kalian udah pacaran?”

“Hehehe, belom sih Mi.”

“Nah itu. Kamu jangan geer dulu. Bisa aja dia cuma baik sebagai teman. Ya, kan?”

“Masa ke temen sebaik itu Mi. Sangat baik malah.”

“Ya pokoknya Mami kasih tempe aja ke kamu.”

“Ih Mami, jadi ngelawak gitu. Tahu Mi, bukan tempe.”

“Eh, salah ya? Hahaha.”

“Tau ah, Mami lama-lama kayak pelawak aja sih. Aku mau rapihin dulu, toko mau tutup kan.”

***

Saat santai di rumah, Elakshi duduk di kursi balkon kamarnya. Ia mengecek instagram pribadinya, dan melihat Yumna mengiriminya DM.

@yumnadilaraerlangga: Eh cewek murahan, puasin deh lo bahagia sama Zhaf. Sebelum gue rebut balik si Zhaf.

Dengan liciknya, ia sengaja mengirim DM itu pada Zhafran untuk mencari pembelaan. Otomatis Zhafran tersulut emosi dan membalas DM pada Yumna.

@zhafranalifatulwahid: Ngapain lo ganggu Elakshi? Urusan apa sama dia? Sekali lagi kalo lo mengancam Elakshi, gue nggak segan bakal musuhi lo.

Yuman yang membaca DM itu pun makin geram dengan Elakshi yang sudah dua kali mengadu pada Zhafran. Di sisi lain, Elakshi makin senang dekat dengan Zhafran tanpa takut diganggu Yumna lagi. Namun ia lupa dengan sosok Mr. D yang masih terus saja mengusiknya.

Mr. D: [Selamat ya, atas pembukaan toko pakaian baru milik Mami lo.]

Elakshi: [Tau dari mana lo?]

Mr. D: [Nggak usah kaget gitu Shi, gue kan pernah bilang ke lo ‘I am behind you’ apa lo lupa?]

Elakshi: [Pergi lo dari hidup gue!!]

Ia ingin sekali mengadu hal ini pada Zhafran, namun sepertinya hanya akan menambah beban cowok itu saja.

***

Semakin hari toko pakaian Mami Elina semakin ramai. Omset per minggu pun mampu menaik pesat. Hingga hanya dalam waktu dua bulan saja, Mami Elina mampu membuka beberapa toko cabang. Sungguh balasan atasan perjuangannya.

“Mi, aku udah dapet panti asuhannya loh.” Setelah berkata, Elaksha menelan suapan nasi gorengnya itu.

“Oh ya? Dimana Sha?”

“Di deket sini Mi, tuh si Elakshi sama Zhafran yang temuin.”

“Bener Shi?”

“Iya Mi. Zhaf dan aku kan biasa main band keliling. Nah salah satunya ke panti itu.”

“Ya udah nanti siang kita bagi tugas buat belanja. Besok kita ke panti itu.”

“Oke Mi.”

Semua pun melanjutkan sarapan. Kesibukan mengurus banyak toko, tak membuat Mami Elina lupa untuk berbagi. Dan hal itu menurun pada kedua anaknya. Elaksha suka membagi makanan pada pengemis atau pengamen yang ada di sekitar toko. Sedangkan Elakshi, sering mengadakan pentas amal bersama Zhafran dan bandnya untuk membantu panti asuhan dan panti jompo.

Pantas saja Zhafran di idamkan banyak cewek di sekolah. Tak hanya tampan, Zhafran sangat baik dan tak memilih berteman. Itu satu alasan Yumna terus mempertahankan sosoknya walau sudah tak ada harapan.

***

Setelah acara berbagi di panti pun selesai, hari berikutnya Mami Elina menemukan seorang teman lama yang ahli mendesain dan menjahit pakaian. Sejak saat itu ia dan temannya menjadi partner bisnis. Sebagian keuntungan di tabung menjadi 3 setiap bulannya. Pertama, untuk Elakshi dan Elaksha. Kedua, untuk dirinya sendiri. Ketiga, untuk keperluan umum.

Rasanya bahkan Mami Elina telah melupakan kisah kelabunya dengan Papi Kamal. Semua kebahagiaan ini menjadi obat pelepas rasa silam itu. Entah seperti apa kehidupan Papi Kamal dan Luna saat ini. Tak ada dendam di hati Mami Elina terhadap kedua penghianat tersebut.

Di siang yang sendu ini, Mami Elina masih sibuk menghitung setiap stok yang kosong.

“Serius banget Mi. Udah makan belom?” Elaksha menarik kursi di dekatnya.

“Belom Sha. Kamu udah?” Muka Mami terlihat lesu dan pucat.

“Mami makan dulu aja. Aku udah kok. Sini gantian menghitungnya.”

“Nggak apa-apa, sedikit lagi selesai.”

“Hai Mi, udah makan belom? Aku ada makanan nih, dikasih toko sebelah.” Elakshi datang membawa bungkusan di goodie bag hijau.

“Mami belom makan. Langsung siapin aja gih Shi. Muka Mami udah pucat tuh.”

“Oke, siap.”

Mami makan perlahan. Elaksha menggantikan menghitung stok pakaian. Mereka saling membantu tanpa mengeluh. Padahal seharusnya waktu saat ini di isi dengan berkumpul bersama teman-teman remaja. Tapi tidak bagi Elakshi dan Elaksha. Mereka tau betul bagaimana kehidupan Mami Elina setelah pisah dari Papi Kamal.

••••

*Note: Sekian dulu buat part ini ya. Maaf kalo agak nggak kerasa feelnya 😁 di tunggu votenya ya....

Di Balik Layar TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang