Bab 5: Pertemuan Singkat

4 3 0
                                    

Universitas Atara Bhakti
Fakultas Hukum Tata Negara
Solo, Indonesia

Menikmati sendiri itu senyap. Bahkan jangkrik pun enggan menemaniku. Zhaf, apa kabar? Udah dua tahun aku sendiri dalam keramaian. Mencoba terus ikhlas melepas ragamu, cintamu dan semua kenangan kita. Meski kadang aku terpuruk, hujan yang selalu membangkitkan senyumku. Makasih Zhaf, kamu udah titip kenangan berharga buatku. Jujur, kamu yang pertama Zhaf dan akan selamanya begitu. Setiap bersama Zhef, aku senyaman saat bersamamu. Aku takut Zhaf. Kehampaan ini bisa bikin aku lepas kendali. Bantu aku lagi, Zhaf....

Hampir sering ku melamun tentangnya menatap langit. Seolah ia mampu mendengarku. Ah, bodohnya aku ini. Sesulit inikah move on dari cinta pertama? Kenapa harus sesingkat itu kisah kita, Zhaf? Seharusnya aku bisa lebih dulu mengungkap rasa terpendam tanpa menunggumu bicara.

"Shi," tepukan Zhef mengagetkan lamunan siangku.

"Eh, hai Zhef." Ku tutup buku yang terbuka tanpa tersentuh selembar pun.

"Ngelamun lagi?"

"Hehehe."

"Ayolah Shi, move your heart for someone else."

"Nggak semudah buang angin Zhef." Ku palingkan wajah menghindar dari Zhef. Karena semakin ku menatapnya, kenangan bersama Zhaf selalu muncul. Muka mereka yang identik membuat rasanya Zhef adalah Zhaf.

"Paham Shi, apalagi gue yang kembarannya. Serasa diri dia masuk ke gue. Kalo kita terus tangisi Zhaf, nggak bakal ada senyum dalam kuburnya."

"Lo kalo ke sini buat ceramah, mending pergi aja deh. Gue lagi males debat."

"Nih makan dulu." Zhefran menaruh sebuah sterofom, sumpit, dan botol minuman dingin. Ia tau Elakshi belum makan siang.

Wajar jika perlahan Elakshi termenung tentang Zhafran lagi. Cintanya baru bahagia hitungan menit saja dan hancur seketika. Siapa yang tak remuk? Siapa yang tak mengeluh? Ditambah lagi Nabella masih saja mengusiknya. Penat menjadi bertambah karena hal itu.

Hari ini kuliah dari pagi hingga malam. Ada mata kuliah dadakan yang pindah ke hari ini. Lelah sangat. Elakshi masuk ke dalam mobilnya dengan sesekali mengucek matanya. Dalam perjalanan yang sepi, lampu jalan menjadi teman setia. Baru beberapa meter keluar gerbang kampus, mobilnya sudah berhenti. Bukan karena kehabisan bensin atau ban kempes. Ternyata ada seseorang terjatuh di depan mobilnya.

"Astaga! Lo nggak kenapa-kenapa, kan? Elakshi lemas karena ngantuk dan panik melihat orang itu berdarah.

"Kakiku sakit, Mbak." Suara lirih mengasah kalbu Elakshi.

"Astaga, darah. Ayo sini masuk mobil gue. Kita ke Rumah Sakit ya?"

"Nggak usah Mbak, udah malem. Anter aku pulang aja."

"Oke, ayo gue bantu."

Elakshi menutup luka di kaki cewek itu dengan cardigan yang dipakainya. Memang hanya lecet terserempet mobil. Nyeri yang terasa lebih menyakitkan ketimbang banyak atau sedikit darah yang keluar. Tak lama, mobil avanza biru itu berhenti di rumah mewah berpagar putih kombinasi hitam. Dengan beberapa ukiran patung kecil. Suara klakson terdengar menghempas kesunyian malam. Elakshi membantu cewek tadi turun dari mobil.

"Ya ampun Dek, kamu kenapa bisa begini?" Suara tegas mempesona seperti wajahnya.

"Aku nggak apa-apa Mas, tadi keserempet doang."

"Siapa yang menyerempet?"

"Gue yang menyerempet." Elakshi menunduk.

"Oh lo. Bisa bawa mobil nggak sih? Pasti SIM-nya nembak nih."

Di Balik Layar TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang