Bab 19: Ujian Ketiga

0 0 0
                                    

Semakin lama suatu hubungan terjalin, membuat semakin kuat pula tarikan dalam mengujinya. Tuhan itu Maha Menyayangi. Cinta juga mengandung unsur kekuatan dalam bertahan hidup. Miskin harta tak apa. Asal jangan miskin cinta.

“Gimana ay? Di terima?” Mahesa dengan setia menunggu Elakshi interview kerja. Ia meminum kopi di lobi untuk menahan kantuknya.

Elakshi menunduk lesu, “Em … aku nggak akan ditolak ay.”

Mahesa tersendak kopi yang sedang diminumnya. Elakshi bukan kasihan justru malah tertawa.

“Bukan tolongin malah ketawain. Awas kamu ya,” gerutu Mahesa.

“Iya, iya maaf. Ini udah jelas kan tentang jawabanku tadi?”

Mahesa menggeleng. Akhirnya Elakshi menjelaskan bahwa ia diterima kerja disana sebagai HRD. Pekerjaannya akan semakin sibuk dari saat ia menjadi asistennya Pak Satya dulu. Kali ini Elakshi mencari pekerjaan tanpa bantuan siapa pun. Ia tak mau lagi tercampur urusan kerja dan pribadi.

“Kamu besok masuk apa masih cuti ay?” Elakshi merebut kopi milik Mahesa dan segera meneguknya tanpa izin.

“Jangan ngopi dulu, kamu belom makan loh. Nggak sarapan katanya. Awas aja ya nanti kalo kena magh. Masuk ay, cutinya hari ini aja demi kamu.”

“Ih bawel deh. Duh ayangku ini perhatian banget kayak bodyguard, hehehe.”

Mahesa melirik tajam pada Elakshi. Merebut kembali gelas kopi dan meneguknya hingga habis. Mahesa langsung mengantar Elakshi pulang. Walau sepanjang perjalanan di iringi celotehan manja Elakshi, namun Mahesa harus sedikit tegas. Semenjak kejadian belakangan ini, ia menjadi sangat protektif. Bahkan saat Elakshi akan ke salon pun harus Mahesa yang antar.

***
“Eh ada Qiara?” celetuk Elakshi saat melihat Qiara sedang di ruang tv sendirian.

“Iya Mbak. Duh rambut baru ya?”

“Iya nih, gerah udah panjang soalnya. Hehehe. Mas Guntur mana?”

“Masih di kamar mandi. Mules katanya.”

“Ya ampun, bukan disediain minum dulu. Bentar Qi, gue ambilin minum dulu.”

Mahesa dan Qiara duduk di sofa yang berbeda. Keduanya sedikit mengobrol seputar pekerjaan. Tak lama Elakshi datang membawakan minuman dan Guntur menyusul.

Keempatnya mengobrol dengan serunya. Qiara dan Guntur memang sudah resmi berpacaran. Guntur bukan tipe romantic yang terlalu sering seperti Mahesa. Hubungannya dengan Qiara mengalir begitu saja.

“Ah Mas gimana sih, hubungan udah kayak aliran air aja. Bikin sah dan jelas dong. Kapan mau melamar?” Mahesa meledek Guntur dengan melempar bantal sofa.

“Lo aja belom melamar Elakshi. Udah suruh gue melamar Qiara aja. Lagian ia masih kuliah, ya kali udah dilamar. Kasihan lah. Tunangan dulu nggak apa kalo Qiara siap.”

“Nah, gimana Qi?” Elakshi ikut menyudutkan.

“Ya … aku tergantung orang tua aja sih.”

“Buruan Mas datengin orang tuanya.” Mahesa tertawa hingga tak sengaja menyenggol gelas di meja.

Obrolan seru mereka harus terhenti karena kedatangan tamu tak diundang. Zhefran dengan santainya masuk dan meminum minuman Mahesa. Ia datang tak dengan tangan kosong. Sebuah kamera DSLR ditunjukkannya dengan bangga. Elakshi merebut dan memotret dirinya sendiri. Lantas Zhefran merebutnya namun dihalangi oleh Mahesa. Bagai anak kecil yang sedang berebut mainan. Inilah sedikit cara mereka untuk menghibur diri setelah kepergian Elaksha.

***
Hari baru, rejeki baru. Elakshi semangat sekali untuk pergi ke tempat kerja barunya. Mahesa sudah siap menunggunya. Bahkan ia sedang ikut sarapan. Elakshi sampai kaget. Mungkin mereka harus secepatnya menikah, agar Mahesa tak perlu sepagi ini untuk menjemputnya.

Di Balik Layar TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang