1. Hujan

22.4K 938 8
                                    

Di suatu pagi, sudah turun hujan. Suasana untuk tetap di dalam rumah sangat mendukung sepasang suami-istri yang tengah memeluk satu sama lain. Sampai keduanya lupa kalau ada sebuntal kecil nakal yang ternyata nggak ada disekitar mereka.

"Padahal ini minggu loh, kenapa musti hujan sih?" Galen menggerutu kesal sembari sesekali mengecup tengkuk Bella.

"Terus mau ngapain kalau nggak hujan? Mau selingkuh, ya?!" Bella menatap Galen penuh curiga.

"Astaga, Sayang. Sejak kapan aku suka main belakang? Kan aku mau ngajak kamu sama Apin jalan-jalan."

Usai Galen mengatakan hal tersebut, dia repleks melepas rangkulan mereka. Tentu membuat Bella bertanya-bertanya. "Kenapa?"

"Kamu merasa aneh nggak sih kalau kita cuma berduaan?"

Galen balik bertanya.

"Aneh? Sepertinya sih iya ta—"

Keduanya repleks memandangi satu sama lain. Hingga beberapa menit mengingat ada sesuatu yang janggal, mata mereka langsung melotot.

"Apin!"

Galen dan Bella berseru serempak. Dengan cepat mereka berlari mencari anak mereka yang nakal.

Sementara itu Apin a.k.a Gavin, si bocah kecil yang nggak bisa diam malah bermain di halaman depan rumah. Apalagi seluruh tubuhnya sudah basah kuyup di guyur oleh air hujan. Tapi hal itu bikin Gavin berteriak kesenangan meskipun bermain sendirian tanpa teman.

"Hoyeh... main hudan. Awiyna banak-banak kali. Um... Apin cuka kali."

Gavin berlarian kegirangan dengan kedua kaki pendeknya.

"Hudan... hudan..." Gavin bersenandung riang. "Apin main hudan. Hoyeh!"

Sesekali Gavin terpeleset karena tanah yang dipijaknya licin. Namun kesenangan itu nggak berlangsung lama karena kedua orang tuanya sudah berkacak pinggang memperhatikan tubuh gembulnya berlarian kesana kemari.

"Apin!"

Bella berteriak kesal dan kedua mata hazelnya melotot, pertanda dia sangat marah.

"Yes, Mom! Apin endak kakal kok, uma main-main with awiy hudan, hudanna banak-banak," jawab Gavin santai nggak melihat ekspresi menyeramkan ibunya.

Sebenarnya Galen nggak masalah kalau anaknya bermain hujan-hujanan di pagi hari begini. Ayah beranak satu itu lebih membebaskan kegiatan apa yang disukai Gavin, selama itu masih dibatas wajar. Dan hal itu seringkali bikin Bella jengkel.

"Sayang, it's okay." Galen menenangkan seraya merangkul pinggang ramping Bella.

"You said it's okay? Itu anak kamu hujan-hujanan, kalau dia sakit gimana? Aku juga yang repot," cerocos Bella tanpa henti. "Apin, masuk!"

"Endak, Mommy."

"Apin—" panggil Bella lagi, berusaha meredam amarahnya untuk nggak meledak.

Dipanggil begitu, Gavin memberengut kesal. Bibir mungilnya mengerucut dengan kedua kaki pendeknya dihentak-hentakkan di bawah genangan air.

"Baby..." kali ini Galen yang memanggil. "... kita masuk, yuk? Nanti kamu bisa sakit kalau main hujan pagi-pagi gini."

"Daddy, Apin stiww wanna pway," pinta Gavin memelas sembari mengeluarkan mata memelas seperti anak anjing.

"Oh, you still wanna play? Boleh kok, tapi kan bisa lain waktu. Udah ya? Apin masuk, terus mandi."

Bella masih di posisinya, memperhatikan suami dan anaknya yang sedang bernegosiasi. Kedua tangannya terlipat di dada. Anaknya ini memang bandel, susah sekali kalau dikasih tahu.

Si Mbul ApinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang