keempat- kembali pulang

120 65 4
                                    

Bagaimana mungkin aku merasa bahwa semua hal yang terjadi padaku membawaku pada kesendirian. Aku tidak tahu rasanya hingga menyadarinya membuatku hilang. Saat ini, tak ada lagi. Beberapa kali aku mencoba. Namun, tak menjadikanku mengerti akan apa yang ingin kulalui. Sampai kapan? Padahal, kenyataannya kau sudah pergi.

Suatu waktu, aku pernah menemukan seseorang. Ia hadir dalam hidupku menemani setiap perjalanan. Dahulu, ketika semua hal tentangnya adalah kenyataan yang sulit untuk kujelaskan. Hingga kemudian, aku merasa saat ini yang kubutuhkan adalah menemukan.

Sulit bagiku menerima akan sesuatu yang terjadi padaku. Tak pernah terbayangkan keberadaanku saat ini tak ingin diketahui banyak orang. Aku merasa lebih baik jika semua yang kualami tak juga dirasakan oleh orang lain. Sepanjang jalan kakiku terus melangkah, entah akan membawaku ke mana. Kali ini, tampak berbeda.

Ya, benar. Aku tak peduli. Rintikan hujan yang jatuh tak menghalangi langkahku yang semakin jauh. Aku tak menyadari, beberapa langkah yang kuawali dengan perasaan begitu menyakitkan itu bisa membuatku menjadi lebih baik saat ini. Kadang, hal buruk yang terjadi mampu kita selesaikan dengan cara membiarkannya dan menikmatinya. Sebab, hal itu wajar dan akan berlalu seiring waktu seakan semua silih berganti.

Aku tiba di titik yang membuatku berhenti. Kuangkat kepalaku untuk memerhatikan sekitarnya. Sejenak, aku terdiam. Di luar dugaanku, semesta berhasil menuntunku hingga membawaku kesini. Semilir angin malam menyapaku yang sama sekali tak bisa kurasakan saat itu. Aku tidak tahu, bahkan ketika deburan ombak itu mulai membasahi bawah kakiku.

Sekarang aku di mana?

Lamunanku menghanyutkan pikiranku tentang apa yang sedang terjadi padaku. Beberapa kali aku merasa ini adalah sebuah kesalahan. Namun, aku bingung atas apa yang sudah kulakukan. Apa seharusnya begitu?

Aku memilih duduk di antara bebatuan karang. Keberadaanku yang saat ini ada di pantai membuatku memahami bahwa aku bisa melihat apapun disini. Suasana gelap malam memantulkan gemerlap bintang yang muncul seusai rintikan terakhir. Tak ada yang tahu, aku menemukan hal seperti ini sendiri.

Entah sudah berapa lama, aku tetap tak ingin untuk membangunkan tubuhku. Helaan napasku yang tak beraturan setelah menangis membuatku merasakan hal yang paling sulit. Setelah cukup tenang, saat itu aku hanya mampu menatap semuanya dengan pandangan kosong. Beberapa hal yang hilang ingin rasanya untuk tidak menyadari hal itu, sebab melupakan tak hanya bicara soal ingatan. Namun, juga tentang perasaan.

Dua jam tak terasa berlalu semenjak kedatanganku disini. Kupikir berada di tempat seperti ini memang semenyenangkan itu. Kuhabiskan waktuku semalaman tanpa ingin memikirkan apapun. Aku tahu, setiap orang pasti punya caranya tersendiri dalam menghadapi banyak hal yang terjadi.

Pandanganku semakin tak jelas, tanpa kusadari mataku yang juga penuh tangisan tadi tak lagi kuat. Aku kelelahan. Semua begitu terasa di saat aku tak tahu harus melakukan apa saat ini.

Di balik batu karang aku melihat sebuah celah, bias cahaya berhasil masuk menembus celah itu. Setengah sadar aku dapat merasakan itu karena pantulannya yang mengenai wajahku. Aku tidak tahu ketika yang bisa kulakukan hanya berdiam diri.

"Cantik, ya?"

Sontak aku terkejut. Kubuka pejaman mataku agar dapat melihat dengan jelas asal suara itu. Beberapa saat kemudian, aku terdiam. Seperti orang yang sedang kebingungan karena bagaimana mungkin ia bisa menemukanku disini.

"Lingga?"

Ia pun tak menoleh ke arahku.

Tak berapa lama setelah itu, ia membangunkan tubuhnya. Membalikkannya ke arahku dengan menatapku. Aku tak tahu seperti apa yang seharusnya kukatakan padanya saat ini.

Ia mengulurkan tangannya. Aku terlalu lama berpikir, hingga ia menariknya dan benar saja saat ini ia menggenggam tanganku.

"Ta?"

Kuangkat kepalaku setelah mendengarkannya, dan tampak kini ia tersenyum kepadaku, "Kenapa?"

"Coba lihat ke depan, Ta"

"Maksudmu apa?"

Matanya hanya tertuju pada langit yang tampak sedang menunjukkan ronanya. Aku langsung ke menoleh ke arah yang sama. Ternyata, itu benar. Untuk beberapa detik kemudian, aku membiarkan semua yang sedang terjadi. Merasakan bahwa banyak hal yang terjadi datang tanpa pernah kita duga. Dan, kita tak bisa untuk lupa sebelumnya.

"Sini, Ta"

Kami duduk kembali setelah ia meminta itu kepadaku. Saat ia tiba-tiba kembali, ada banyak pertanyaan yang muncul di benakku. Cahaya mentari yang hadir tanpa kusadari tak butuh waktu lama kembali. Lalu, apa mungkin saat ini terlalu lama? Atau sebenarnya itu ada?

"Kenapa bisa disini, Ta?"

"Kamu ga salah orang, kan?"

"Apa, Ta?"

"Itu untuk siapa? Pertanyaanmu"

"Ya, kamu tepatnya"

"Hah?"

Aku tidak mengerti dengan keberadaannya yang ada disini. Sebenarnya, aku ingin tahu bagaimana ia bisa sampai dan menemukanku. Namun, tetap saja, setelah percakapan tadi tak ada lagi yang ingin untuk melanjutkannya.

"Kamu nggak pulang, ya?" ucapku membuka suara.

"Mau sekarang?"

"Bukan, kamu nggak ke Lombok?"

"Nanti dulu aja, Ta"

"Kenapa?"

Ia hanya diam. Beberapa waktu berlalu saat aku sedang bersamanya. Pikiranku yang kosong kini mulai membayangkan sesuatu yang sama sekali tak pernah aku mengerti. Sudahlah, Ta.

Setelah merasa cukup untuk berada disini, aku melangkah beranjak pergi meninggalkan tempat ini. Aku menyadari, ketika tersesat hingga membawaku sampai menemukan hal yang ingin untukku kembali.

"Mau ke mana, Ta?"

"Pulang"

Sambil berjalan, aku melewati beberapa batu karang untuk segera menepi. Deburan ombak pagi bersama cahaya mentari menemani setiap langkahku. Dering handphone yang kubiarkan semalaman membuatku asing di kesendirian. Entah itu siapa, aku benar-benar tak peduli. Setidaknya, setelah begitu aku merasa lebih baik untuk saat ini.

"Tunggu bentar, Ta"

Ia meneriakiku dari kejauhan, aku menghentikan langkahku.

"Aku anterin, ya?"

"Nggak usah"

"Kamu tahu jalan pulangnya?"

Aku diam terpaku. Seolah pura-pura tahu, aku tak memedulikannya. Aku meninggalkannya di belakangku. Entah tujuanku ingin ke mana lagi, aku sudah terbiasa dengan hal seperti ini.

Setelah menyusuri jalan yang tanpa kusadari begitu sulit untuk kulalui, aku menarik panjang helaan napasku. Kulihat sekelilingku dan yang hanya ada diriku. Lalu, ia ke mana? Apa mungkin saat ini aku menanyakan keberadaannya?

Aku tak mengerti dengan keadaan yang membuatku seperti ini. Menyalahkan diri sendiri bukanlah cara yang tepat. Beberapa hal yang sulit tak selalu tentang bagaimana kita bisa menyelesaikannya. Namun, tentang seberapa kuat untuk melewatinya. Ketika ingin rasanya untuk berhenti, lihatlah keberadaanmu. Sebuah perjalanan yang membawamu hanya perlu untuk pulang dan menemukan satu rumah yang membuatmu menetap. Saat itu, tak ada lagi yang merasa sendiri.

"Ta?" soraknya berlari mendekatiku.

LinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang