pertama- batas waktu

866 579 314
                                    

Hari ini adalah hari dimana aku harus memulainya, mencarinya yang tak kunjung kembali. Sudah dua bulan semenjak kepergiannya itu meninggalkan banyak pertanyaan tentangnya. Ada yang berbeda dengannya, kupikir semua akan baik-baik saja tapi sepertinya tidak.

“Ta, ayo keluar!” teriak Lani mengajakku untuk keluar dari kelas ini.

Tak peduli. Aku berusaha menutup telinga menggunakan earphone, mengindahkan ajakannya untuk segera keluar dari tempat ini. “Ayolah, Ta” Ia menghampiriku lalu menarik tanganku.

Memang. Saat ini adalah hari pesta perpisahan, dimana semua hari yang kulalui akan berakhir. Bukan untuk berhenti tapi untuk melewati hari lain yang harus kujalani.

“Kamu aja dulu, nanti aku nyusul”

“Lan, buruan cepat acaranya mau mulai nih” Suara itu terdengar dari luar kelas, seperti teriakan Rinda temanku itu.

“Benar ya, Ta?” ucap Lani ingin memastikannya padaku.

Aku hanya mengangguk, agar dapat melihatnya lebih cepat keluar dari sini dan mengembalikan kedamaianku pada diriku sendiri.

Setelah ia pergi, aku kembali pada posisi sebelumnya memakai earphone yang kulepas tadi saat berbicara dengannya. Dari jauh terdengar sayup-sayup mereka, “Lo lama kali sih, itu  Alan mau tampil.”

Hari yang cukup membosankan untukku. Bagaimana tidak hari ini sama sekali tak seperti diriku, sangat berbeda. Aku membangunkan tubuhku untuk segera beranjak dari tempat ini dan menghampiri mereka yang disana.

Aku menghampiri Lani yang tampak asyik berbicara dengan teman seangkatanku lainnya, “Mana Rinda, Lan? tanyaku padanya.

“Itu yang paling depan, Lo kayak gatau dia aja” Ia menunjukkan keberadaan Rinda padaku, memang posisiku saat ini berada di barisan belakang.

Rinda tampak bersemangat di barisan paling depan itu, kenapa? Karena Alan yang sedang tampil itu yang membuatnya begitu. Sedangkan aku memilih untuk berdiri pada barisan belakang bersama Lani dan yang lainnya.

Aku hanya diam mendengarkan perbincangan mereka, ada banyak anak lelaki yang cukup dekat dengan Lani dan itu cukup membuatku sedikit canggung berada disini.

“Lo Semesta, kan?” tanya salah satu dari mereka.

Aku langsung menoleh kepadanya, dan menjawab sekedarnya “Iya?”

“Lo lupa sama gue ya?” ucapnya lagi.

Aku mengernyitkan mataku, berusaha menatapnya lebih lekat “Reno, ya?”

“Iya, Ta”

Ternyata dia adalah Reno, teman SMP  yang sudah cukup lama tak bertemu. Entah kenapa bisa ia berada di sekolahku ini aku tak tau, mungkin ia memiliki teman yang berada satu sekolah denganku juga.

“Oh kalian saling kenal ya? Ucap Lani setelah mendengar percakapanku itu.
Aku hanya mengangguk, sedangkan ia tersenyum kecil kepadaku.

Suasana berubah sedikit canggung, karena itu aku memutuskan untuk pergi ke kantin dan dengan berpamitan ke Lani sebelumnya. “Lan, ke kantin dulu ya” ucapku sembari melangkah pergi.

Tanpa menunggu jawaban dari Lani aku langsung menuju kantin melewati keramaian yang ada disana. “Bu, seperti biasa ya”

Kantin tak begitu ramai saat ini, padahal biasanya kantin adalah surga bagi siswa disini. Mungkin karena sedang ada pesta perpisahan hingga membuat mereka memilih untuk disana, berbeda denganku yang sebaliknya.

Tidak cukup lama aku berada di kantin, setelah membayar minuman yang kupesan tadi aku langsung beranjak melangkah entah tau kemana arah. Aku memilih untuk melewati lorong sekolah, ya tentu karena ingin menghindari keramaian itu sendiri.

“Ta?” teriak seseorang dari kejauhan.

Aku menoleh ke belakang, melihat seseorang yang memanggil namaku tadi. Ia tampak berjalan menghampiriku, sedangkan aku hanya menghela napas saat mengetahuinya.

“Iya, Ren?”

“Bagaimana dengan Rama? Masih dengannya, bukan?” tanya Reno setelah menghampiriku dan berada didepanku sekarang.

Bisa dikatakan, saat ini tubuhku seperti menegang seketika. Mengeras seperti batu besar namun, mengharapkan tetesan air yang bisa mengikisnya kelak. Pikiranku masih bertanya, “Apa dia benar-benar untukku? “

Aku memilih untuk bungkam, membiarkan pikiranku untuk melayang tentangnya yang aku harapkan memberikanku sebuah kata pulang. Pada nyatanya, hal yang kupikir hilang apa benar-benar pernah datang, sebab ia tak menginginkanku seorang? Ah sudahlah, Ta..

Ia memecah lamunku sembari memegang bahuku, “Baik-baik saja kan, Ta?”

Aku hanya memberikan senyum kecil padanya, seakan aku harus memperlihatkan kepadanya bahwa semuanya baik-baik padahal nyatanya jauh dari kata baik sama sekali.

Ia pasti mengerti dengan sikapku ini, karena ia sudah cukup lama untuk mengenalku apalagi ia adalah teman baik Rama saat memakai seragam putih biru itu. Katanya sudah lama tidak bertemu denganku dan Rama.

Ia hanya menganggukkan kepalanya, lalu dan pergi setelah itu.

**

Aku berjalan menuju arah pulang, banyak orang yang masih memilih disini untuk menghabiskan waktunya. Memang, aku bukanlah seorang yang sama dengan suasana ini hingga membuatku memilih untuk tak berjua dengan hal semacam ini.

Kupercepat langkahku untuk segera sampai di pintu gerbang itu, hari mulai gelap karena senja tampak begitu pekat. Dengan memberitahu ibu sebelumnya kalau aku akan pulang dengan metromini saja sebab karena aku tak ingin dijemput oleh Pak Jaja, aku tak ingin menyusahkannya saja.

Mataku tertuju pada satu titik, dari kejauhan aku melihatnya berdiri di depan gerbang itu membelakangi tubuhku hingga yang bisa kulihat hanya bagian punggung yang berdiri tegap. Ia tampak begitu tak asing untukku, entahlah aku hanya merasakan hal begitu.

Aku melangkah mendekati keberadaannya, bukan maksudku untuk menghampirinya tapi memang hanya gerbang itu yang bisa mengantarkanku pada jalan pulang dari tempat ini. Yang kuingin saat ini hanya mengharapkannya kembali, entahlah sepertinya semesta sedang tak ingin menyatukanku  dengannya atau mungkin... semesta menginginkan hal yang lain?Ah, sudahlah

Masih saja ingin tentangnya padahal ia seperti tak menginginkanku, waktu sudah memberitahuku kalau hal seperti menunggu adalah sesuatu yang cukup pilu. Jika ia menginginkanku lalu untuk apa ia membuatku menunggu?

Pikiranku melayang berpikir tentangnya, sepanjang langkahku aku mengharapkan datangnya. Entahlah, kupikir dengannya akan menjadi cerita yang menyenangkan... atau mungkin sebaliknya?

Tiba-tiba langkahku berhenti, saat ia membalikkan tubuhnya dan..

“Semesta?”

LinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang