Chapter 2

4.3K 460 13
                                    

Suara gemercik air di kamar mandi mengisi keheningan di pagi hari berikutnya.

Klekk...

Pintu kamar mandi yang berada di dalam kamar Jaemin terbuka menampakan Jaemin yang baru saja selesai dengan rutinitas paginya, ia kemudian bersiap dengan segala keperluan sekolahnya.

Berjalan gontai menuju meja makan, kemuadian meraih piring yang berisikan nasi goreng. Jaemin tersenyum, setidaknya Kim Joo Eun, ibu Jaemin, masih peduli padanya. Setiap pagi Jaemin tidak perlu menyisihkan waktu untuk membuat sarapan, karna Joo Eun selalu menyiapkannya.

"Makasih, ibu" ucap Jaemin seraya tersenyum.

Tidak ada jawaban. Ya. Karna tidak ada ibunya di sana. Jaemin sangat jarang bertemu Joo Eun di pagi hari karna wanita itu sudah berangkat ke toko kuenya sejak hari masih gelap. Jaemin hanya bisa bertemu Joo Eun di malam hari itupun bukan dalam suasana hangat, Joo Eun terlalu sering mengacuhkan Jaemin.

Jaemin juga jarang mengunjungi toko kue Joo eun, bukan karna tidak mau tapi karna ibunya itu melarang Jaemin ke sana padahal Jaemin sangat ingin membantu pekerjaan Joo Eun.

"Selesai. Ini enak!" ujar Jaemin dengan senyum sendu, ia menatap piring yang sudah kosong lalu meminum air yang juga disiapkan ibunya.

Jaemin bangkit dari kursinya, menaruh alat makan kotor di wastafel, biasanya ia akan mencuci itu sepulang sekolah. Yang penting saat Joo Eun pulang semua harus sudah beres, maka Jaemin akan aman.

Setiap hari Joo Eun juga menyisipkan uang saku untuk Jaemin di bawah pot hias dekat tv, Joo Eun tidak pernah memberikan langsung. Uang saku Jaemin tidak terlalu banyak tapi sangat cukup untuk keperluannya di sekolah. Terkadang ibunya lupa memberi uang saku, sehingga membuat Jaemin kesusahan.

Khusus hari ini, Joo Eun memberi uang lebih karna Jaemin harus membayar biaya praktek. Jaemin bersyukur ibunya tidak lupa padahal Jaemin memberitahunya empat hari lalu. Sebenarnya semalam Jaemin berniat mengingatkan, tapi suasananya tidak baik gara-gara ulah Jaemin yang ketiduran dan mengabaikan cucian piring.

*****

Jaemin berjalan menunduk di koridor sekolah, murid lain mengabaikannya karna Jaemin memang bukan murid popular. Jaemin juga tidak punya banyak teman, hanya satu orang yang akrab yaitu Haechan, lalu beberapa yang hanya menyapa seperlunya, sedangkan sisanya acuh bahkan ada yang terkesan terganggu dengan keberadaan Jaemin. Dan jangan lupakan satu orang lagi yang selalu mengganggu Jaemin.

Brukk...

"Eh, sorry! Gue sengaja." seseorang menubruk Jaemin dari arah depan,

Lee jeno

Pemuda tinggi tegap berkulit putih dengan kopi di genggamannya tersenyum puas ke arah Jaemin. Jaemin memejamkan mata erat, rasa hangat terasa merembas di bagian dadanya, untung saja kopi yg tumpah--ah lebih tepatnya ditumpahkan ke bajunya tidak terlalu banyak dan tidak panas. Jaemin sebenarnya merasa jengan tapi bagaimanapun Jaemin hanya bisa diam, ia tahu alasan kenapa Jeno selalu membulinya. Lagi-lagi karna kesalahan Jaemin di masa lalu.

"Kamu masih pagi jangan minum kopi, Jen! Ga baik! Aalagi kamu pasti belum sarapan, iya kan?" Jaemin berucap datar seraya menatap langsung ke manik hitam Jeno. Dulu di awal-awal Jeno membulinya, Jaemin takut untuk sekedar menatap muka jeno, tapi kini Jaemin berani menatap matanya langsung bahkan sambil menegur juga. Alasannya karna sudah terbiasa.

"Ck, bacot lu!" sergah Jeno, ia meminum kopinya lalu pergi seraya menubruk bahu kanan Jaemin dengan sengaja.

Jaemin menhela nafas, ia lalu berputar arah menuju toilet. Jaemin lelah, jengah, rasanya ingin berhenti sekolah lalu pergi dari rumah. Tapi lagi-lagi fikiran rasionalnya berkata "pergi ke dunia baru tidak semudah membalikan telapak tangan, di sana juga tidak akan seindah dalam drama atau cerita novel yang dengan begitu mudahnya kamu dapat kerjaan atau ditolong pangeran kaya raya yang selanjutnya jadi pasangan masa depan kamu".

*****

"Na, PR kamu udah selesai?" tanya Haechan yang baru saja sampai di kelas.

"Udah, kenapa?" Jaemin balik bertanya dengan lembut. Ya. Na Jaemin memang seorang yang lembut dalam segi apapun.

"Aku baru beres setengahnya, sisanya nyontek Nana ya?" rayu Haechan dengan muka yang dibuat semelas mungkin.

Jaemin tertawa, di matanya Haechan itu lucu apalagi jika sudah beraegyo, "iya boleh, tapi agak dibedain ya, biar ga terlalu kentara dapet hasil nyontek!"

"Oke" jawab Haechan singkat seraya merebut buku catatan dari tangan Jaemin.

Jam istirahat tiba, Haechan mengajak Jaemin ke kantin tapi ia tolak karna belum selesai mengerjakan tugas yang diberikan guru mereka, "cuma tinggal sedikit lagi tanggung kalau di tinggal!" begitu kata Jaemin. Haechan juga belum selesai sebenarnya, tapi ia tidak peduli toh tidak harus dikumpulkan hari ini. Akhirnya terpaksa Haechan pergi duluan karna sudah terlalu haus.

"Heh! Na Jaemin!"

"Apalagi Jenooo?" tanya Jaemin tanpa menoleh ke sumber suara.

Sekedar informasi, Jeno tidak sekelas dengan Jaemin, ia tinggal di ruang kelas sebelah kelas Jaemin tapi masih satu jurusan.

"Duit!" Jeno mengulurkan tangan kanannya di depan muka Jaemin.

"Maaf Jeno hari ini aku harus bayar praktek" ujar Jaemin yang masih fokus dengan pena dan bukunya.

"Ck.." Jeno menarik kerah baju Jaemin sampai si empunya berdiri, "Gu-e ga pe-du-li!" tegas Jeno.

Pemuda itu meraba saku celana Jaemin lalu mengambil dompetnya. Dengan kurang ajarnya, Jeno membuka dompet Jaemin lalu mengeluarkan semua uang yang ada disana.

"Jangan Jen, aku mohon" Jaemin berusaha meraih dompet dan uangnya. Tidak lagi! Jaemin tidak bisa diam saja, praktek kali ini sangat penting, Jaemin tidak akan bisa ikut praktek jika tidak membayar biayanya dan sudah pasti ia tidak akan dapat nilai. Lebih parah lagi akibatnya jika sang ibu tahu.

"DIEM!!" bentak Jeno, ia menepis kedua tangan Jaemin kasar.

Untuk kali ini rasanya Jaemin sangat ingin menangis, matanya sudah berkaca-kaca.

"Ini dompet lo, ini buat makan siang lo, ini buat ongkos lo balik! Baik kan gue!!" ujar Jeno bangga, setelah meletakan dompet dan dua lembar uang dengan pecahan kecil di meja, Jeno melengos keluar dari kelas Jaemin.

Jaemin menengadahkan kepala lalu mengedip-ngedipkan matanya cepat, berusaha menahan agar air matanya tidak tumpah. Beberapa orang di kelas memandang iba tapi lebih banyak yang tidak peduli. Sebenarnya awal Jaemin masuk SHS segalanya baik-baik saja, banyak yang mendekati Jaemin karna sifat ramahnya. Hingga di tahun kedua, semua berbalik menjauh setelah Jeno pindah ke sekolahnya dan membongkar kejadian kelam saat Jaemin masih di JHS. Dengan segala hasutannya dan cerita yang di lebih-lebihkan, Jeno berhasil menjauhkan semua orang dari Jaemin kecuali Haechan.

#####

Tbc...

Maaf kalo banyak typo..

It's Okay [Nomin] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang