"Na!"
"Hm"
"Makasih udah maafin aku, makasih juga masih mau nganggap aku sahabat kamu." Renjun menatap lurus ke langit-langit kamar Jaemin. Ia menyetujui ajakan Jaemin untuk menginap karna kebetulan besok itu hari libur.
"Iya Njun. Udah jangan diungkit lagi ya!" Jaemin mengubah posisi tidurnya menjadi miring menghadap Renjun. "Oh ya, Nana penasaran, Njun kenapa bisa tinggal di kota ini?"
Renjun meghela nafas masih dalam posisi yang sama, "sebenarnya aku nyari kamu." Jaemin mengernyit tidak mengerti.
"Dulu aku sempet dateng ke rumah kamu, tapi kata perempuan yang aku temui kamu udah gak tinggal disana." Jaemin pikir mungkin itu istri ayahnya. "Terus pas aku minta alamat kamu, dia bilang gak tau. Dia cuma ngasih tau kamu pindah ke kota ini." Renjun bergerak mengubah posisi tidurnya, kini mereka saling berhadapan.
Jaemin tidak menyela cerita sahabatnya, ia hanya fokus mendengarkan.
"Setelah lulus JHS aku putusin buat lanjutin sekolah disini karna kebetulan juga aku punya sodara yang tinggal di kota ini. Dua tahun lebih aku berusaha nyari kamu, akhirnya sekarang kita ketemu," Renjun tersenyum lembut, "ternyata kamu gak terlalu jauh, tapi entah kenapa butuh waktu selama itu buat nemuin kamu." lanjutnya sendu.
"Kenapa?" Jaemin menjeda ucapannya. Ia meneguk ludah kasar.
"Kenapa Njun nyari Nana?"
Renjun menatap dalam tepat ke mata Jaemin. "Aku ngerasa kehilangan, Na. Aku nyesel. Kenapa dulu aku pengecut banget? Aku penakut." air mata kembali mengalir dari kedua mata indah pemuda cantik itu.
"Njun...." Jaemin mengulurkan tangan lalu mengusap air mata Renjun dengan ibu jarinya.
Renjun menggenggam tangan Jaemin yang mengulur lalu membawa tangan itu ke pipinya. "Tapi kamu tenang aja, sekarang aku udah lebih berani. Aku udah bisa mgelawan kalo ada yang gangguin. Bahkan teman-teman aku di sekolah bilang kalo mulutku ini kayak cabe, pedes." Renjun tertawa kecil, hal itu membuat Jaemin tersenyum.
"Oh, ya?" Renjun mengangguk lalu melepaskan genggaman tangannya pada Jaemin.
"Kalo gitu berarti kamu mirip Echan"
"Echan?"
"Dia sahabat Nana, kelakuannya bar-bar mulutnya pedas. Tapi dia baik banget sama Nana, dia yang selalu lindungin Nana kalo di sekolah." Jaemin berkata dengan antusias.
"Ngelindungin kamu di sekolah?" Renjun mengernyit heran, kenapa sahabatnya ini butuh perlindungan?
Jaemin terdiam, ia menatap Renjun dengan pandangan ragu.
"Na?"
"Njun... Sebenernya....." Jaemin akhirnya bercerita pada Renjun. Sama seperti dulu, Jaemin selalu menceritakan apapun pada pemuda cantik itu termasuk masalah keluarganya dan iapun tahu semua masalah Renjun.
Saat ini juga begitu, Jaemin menceritakan kedatangan Jeno yang membuat ketenangannya di sekolah sirna seketika. Ia juga menceritakan apa penyebab ia pindah dan kembali tinggal dengan sang ibu.
"Na! Aku gak janji akan selalu ada di sisi kamu, tapi aku pasti berusaha untuk selalu ada buat kamu. Kalo punya masalah jangan segan cari aku." tutur Renjun penuh kelembutan.
Jaemin mengangguk seraya tersenyum. "Oh ya, Njun! Soal gantungan moomin yang ilang itu ga usah dicari lagi, ya!"
Renjun merengut tak suka, "kenapa? Itukan favorit aku, kamu gak tau gimana aku jagain dia selama ini"
"Cih," Jaemin mendengus, "kalo emang kamu jagain, kenapa bisa ilang?" ujar Jaemin main-main.
"Jaemin ih!" Renjun mengerucutkan bibirnya kesal, sedangkan Jaemin tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay [Nomin] ✔
FanficBook-01 (completed) "Jaemin adalah alasan kematian seseorang" "Jaemin adalah kesialan" Sebenarnya bukan begitu... Jaemin tidak salah, hanya saja Jaemin tidak bisa melawan takdir! ##### Cerita ini perlu direvisi, tapi author belum sempet. Karna ini...