Chapter 13 : Perasaan

1 0 0
                                    

"Apa kau tahu, Anna? Setiap pulang sekolah aku melihatnya..."

"...kupikir, warna tanaman itu sama seperti warna matamu, Anna."

Anna membeku. Dugaannya salah bahwa sesuatu tentang dirinya tidak ada di ruangan ini, dan Ferdinand benar. Disudut ruangan ini, ada ruangan yang menceritakan tentang dirinya. Ruangan yang entah akan menunjukkan tempat mereka menghabiskan waktu bersama, namun Anna tidak tahu tempat apa itu. Sejak kecil, Anna dan Jiro sudah bersama karena mereka bertemu di sebuah panti asuhan.

Bagi Anna yang telah kehilangan ibunya; satu-satunya orang tuanya kala itu, terpaksa dibawa ke sebuah panti asuhan karena tidak ada orang yang mengadopsinya dalam waktu dekat. Disanalah ia bertemu dengan Jiro, anak dari salah satu pengurus panti asuhan itu; anak dari Bunda Theressa. Mereka menghabiskan waktu bersama dan sering bermain bersama karena kebetulan mereka sangat cocok.

Hal itu berlanjut sampai ia diadopsi oleh teman ibunya dengan membuat marga Edensley tetap ada pada namanya. Ibu asuhnya ingin Anna tetap seperti marganya yang memiliki arti Taman Eden. Ibu kandungnya ingin ia tumbuh sebagai wanita yang memberikan kenyamanan dan kebahagiaan kepada orang lain, begitu juga dengan perasaan ibunya ketika ia lahir. Bahagia dan bersyukur atas kehadirannya di dunia ini.

Anna menjadi teman Jiro dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, SMP, SMA, sampai kuliah S1 yang mereka ambil dengan jurusan dan di angkatan yang sama. Karena kebersamaan mereka itu, Anna menjadi bingung akan sesuatu.

Sebenarnya, siapa dirinya bagi Jiro?

Itu adalah pertanyaan yang tidak akan pernah terucap dari mulutnya sampai Jiro mengalami kecelakaan parah. Jiro pernah berkata bahwa dirinya adalah dunianya Jiro. Jiro senang berada disisinya, bersamanya. Jiro akan kesepian jika tidak ada Anna di sebelahnya. Anna seperti segalanya bagi Jiro yang telah menghabiskan banyak waktu dengannya.

Namun tak pernah sekali pun Jiro berkata bahwa ia mencintai atau menyukai Anna. Jiro tidak menunjukkan gerak-gerik bahwa ia menganggap Anna sebagai wanita. Itu adalah sebuah lampu merah yang menyala bagi Anna yang tidak memiliki kendaraan untuk berhenti.

Begitulah juga perasaan Anna kepada Jiro. Jiro adalah orang yang berharga baginya, namun tidak dengan mencampurkan perasaan lawan jenis ke dalamnya. Mereka lebih seperti orang yang saling bergantung dan tidak ingin kehilangan satu sama lain. Hubungan mereka kekeluargaan.

"Apa kau ingat sesuatu tentang teman masa kecilmu?" Tanya Anna ditengah-tengah keheningan mereka.

Jiro menggaruk kepala bagian belakangnya. Tak satu seorang pun terlintas di kepalanya. "Seperti yang pernah aku bilang ke kamu, aku nggak ingat apa pun yang aku lalui sebelum aku sampai di ruangan putih ini. Apa sesuatu telah terjadi tanpa sepengetahuanku?"

Anna menggelengkan kepalanya dengan kaku. "Tidak. Aku hanya penasaran tentang sejauh apa kau ingat tentang dirimu. Apa kau bisa menceritakannya kepadaku tentang apa saja yang aku ingat? Kupikir ini akan sangat membantu kita."

"Hmm... tentang ibuku. Sejak Beliau jatuh sakit, kami banyak menghabiskan waktu bersama di kamarnya. Entah bercerita atau membahas hal lainnya. Terkadang kami main bersama. Kamu tahu monopoli, kan? Permainan itu sering aku mainkan dengan ibuku. Bukan hanya itu, aku juga bermain ular tangga dengannya. Sungguh mengasyikkan sekali. Masa-masa yang penuh kenangan menurutku."

"Kemana ayahmu pergi?"

Sontak Jiro terdiam sejenak; air mukanya berubah menjadi sedikit lebih dingin... dan sedikit sedih. "Dia hanya mengurus pekerjaannya saja dan jarang sekali pulang ke rumah. Kupikir itu lebih baik daripada pulang-pulang dia membawa seorang wanita yang tengah hamil atau seorang wanita yang membawa seorang anak yang ternyata adikku." Anna mengerutkan alisnya mendengarnya. Itu sedikit sulit untuk Anna percaya.

The White RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang