Chapter 14 : Ruangan itu

3 0 0
                                    

Sudah dua hari sejak Anna koma untuk menjalankan proyek mereka dan Ferdinand masih bersedia di tempatnya untuk memantau perkembangan Anna di rumah sakit. Ia duduk di sebuah kursi yang bersebelahan dengan pintu keluar. Ia dapat melihat tubuh Anna dan Jiro tengah berbaring bergeming di tempatnya. Tidak ada seorang pun yang ada disana karena sekarang adalah waktu istirahat. Ferdinand akan memakan makan siangnya nanti, sekarang ia tengah berjaga dan memantau di tempat duduknya.

Ruangan tempatnya sekarang adalah ruangan operasi. Sebenarnya ruangan ini cukuplah luas untuk ditempati banyak orang. Namun karena banyaknya alat-alat dan mesin yang diperlukan untuk operasi mereka, ruangan ini tampak begitu sempit. Lampu besar berada di tengah-tengah ruangan. Cahayanya tidak begitu terang karena takut merangsang penglihatan Anna atau pun Jiro yang tengah tidak sadarkan diri sekarang.

Ruangan operasi seharusnya tampak putih kebiruan yang terang. Namun karena cahaya yang diminimalisir membuat ruangan itu menjadi biru muram seperti penyimpanan daging bawah tanah rumah almarhum kakeknya dulu. Ferdinand menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya dan bersandar dengan lelah di dinding. Akhir-akhir ini jam tidurnya tidak mencukupi jam tidur orang pada umumnya. Sepertinya, ia akan mengambil beberapa hari cuti ketika Anna sudah sadarkan diri nanti.

Ruangan yang sunyi membuat seolah-olah detik jarum di jam tangannya terdengar. Untuk mencegah rasa kantuknya, sesekali ia melepas kacamatanya dan memijit batang hidungnya. Ia menyadari adanya jambang-jambang halus di dagunya, namun apa yang bisa ia lakukan jika kenyataannya ia tidak memiliki waktu untuk mengurus dirinya.

Dalam kesunyian itu, ponsel di saku celana panjangnya bergetar. Ia pun mengambil ponselnya dan mengangkat panggilan telepon yang masuk di ponselnya setelah keluar dari ruangan tersebut. Ia berdiri menghadap ke arah jendela yang menampakkan pemandangan parkiran luar yang ada di sebelah kiri rumah sakit. "Halo?"

"AKU TELAH MELAKUKAN APA YANG KAU KATAKAN. SEKARANG AKU SEDANG BERADA DI KEDIAMAN LAMA TAKATOSHI. KAU TIDAK PERCAYA BAHWA AKU SEMPAT MUNTAH BEBERAPA KALI DI ATAS HELIKOPTER TADI."

Ferdinand bergumam sambil membenarkan posisi berdirinya. "Bagus. Apakah ada orang di dalam sana?"

"KOSONG. TIDAK ADA PENGHUNINYA. APA AKU HARUS MENEROBOS MASUK KE DALAM?"

Sejak kematian istrinya, pak Miura telah meninggalkan kediaman itu sudah lama sekali. Mungkin ada orang yang datang sekitar sebulan sekali untuk membersihkan rumah itu tapi tidak sering. "Terobos saja."

"BENERAN? YAKIN, NIH?"

"Asal tidak membuat kerusakan atau meninggalkan barang bukti di tempat, terobos saja. Toh, itu rumah lama. Setelah itu, cari apa pun yang aku bilang padamu lusa kemarin."

"OKE. KAU TAHU HARGA YANG AKAN KAU BAYAR, KAN?"

"Tentu saja aku tahu. Tapi jika kau ketahuan, aku tidak akan membayarmu."

"DIMENGERTI."

TUT...

Panggilan pun diakhiri dan Ferdinand menghela napas dengan memijit batang hidungnya kembali seakan-akan menjadi kebiasaannya ketika lelah. Ia mengalihkan tatapannya dari lantai rumah sakit ke arah luar jendela untuk melihat riuhnya jalan raya yang ada di sekitar rumah sakit. Pandangannya pun turun ke bawah ke arah parkiran dan menemukan seorang pria yang tengah berjongkok untuk memberi makan kucing-kucing liar.

Bahkan orang lain pun dapat bersantai sampai-sampai bisa memberi kucing liar sebuah makanan, pembagian waktu Ferdinand sangatlah kacau. Ia harus kembali mengatur jadwal bangun dan tidurnya mulai sekarang.

***

Anna mengambil dan membuka satu persatu buku yang ada di rak buku di dinding bagian barat untuk mengecek apabila ada petunjuk lain yang tersimpan di lipatan kertas buku-buku itu. Sampul dan isinya kosong melompong; tidak ada satu goresan pun di dalamnya. Anna pun melihat sampul buku tebal yang ia pegang dengan tatapan serius.

The White RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang