Chapter 11 : Penyusup lancang

1 0 0
                                    

Jiro menggores pensilnya di atas lembaran kertas putih dan memulai gambarnya dengan sebuah garis. Garis arsiran yang lembut dari tangan yang luwes. Kedua mata cokelat Jiro tampak serius memandang ke arah kertas yang ada di depannya. Dengan tatapannya itu, ia mencoba untuk merealisasikan gambaran yang ada di pikirannya di dalam kertas itu. Garis yang ia buat tadi perlahan berubah menjadi bentuk muka seseorang.

Bentuk rahang yang manis dari seorang gadis kecil.

Ia pun melanjutkan sketsanya untuk membuat rambut pendek sebahu yang warna hitamnya ia blokir dengan garis arsir. Ia lanjut ke kedua mata besar dengan bulu mata yang lentik; ia menggambar iris mata itu dengan hati-hati dan teliti. Lalu berlanjut kepada hidung kecil yang mancung dan bibir mungil. Warna merah muda pada bibir itu ia warnai degan pensil arsirannya dengan garis lembut.

Jiro tak lupa memberikan sedikit arsiran untuk gaun putih yang dikenakan oleh gadis di gambarnya. Setelah lukisan itu jadi, Jiro memandangnya dengan senyuman puas dan rindu. Lukisan Anna yang ia buat sangat mirip dengan Anna yang sebenarnya; seolah-olah dapat keluar dari kertas itu dan tersenyum kepadanya.

"Memangnya Anna selalu tampak seimut ini? Mengapa aku jadi pedofil begini?" Jiro meletakkan kertas itu ke atas meja dengan berpura-pura acuh tak acuh dan memalingkan mukanya.

Diam-diam, tatapannya kembali melirik ke arah lukisan Anna tadi.

"Yah, lukisannya tidak bersalah. Aku akan menyimpannya." Putusnya lalu mengambil lukisan itu kembali.

Ia benar-benar memperlakukannya seakan-akan itu adalah barang berharga. Ia berjalan dengan perlahan menuju meja tempatnya menyimpan sketsa-sketsanya yang berada tepat di belakang sofa yang ia duduki tadi. Ia menyimpannya tidak bersama dengan sketsanya yang lain, melainkan memberinya laci baru yang masih bersih dari barang-barang apa pun.

Ia tersenyum sejenak, sebelum senyumnya menghilang karena suara beberapa buku tebal yang terjatuh. Ia sontak menoleh ke arah Emily yang membuat berantakan rak buku yang ada di dinding bagian barat. Jiro menghela napas panjang. "Apalagi yang kamu lakukan dengan buku-bukuku?"

Emily menghadap Jiro dan menggerakkan tangannya seolah-olah ia tengah membolak-balikkan halaman buku yang tidak terlihat. "Kamu tahu kalau semua buku itu tidak memiliki tulisan di dalamnya, kan? Kamu gak bisa baca apa-apa disana."

Emily menunjukkan gerakan orang yang sedang gelisah. Emily menggunakan tangannya untuk memberikan gerakan di udara dan Jiro tidak mendapat maksudnya.

"Apa yang kamu maksud? Kotak? Sebuah benda?" Tanya Jiro sambil mendekati Emily. Sekarang, ia tidak takut dengan wanita tanpa wajah itu, namun waspada. Ia tidak ingin sesuatu yang mengerikan terjadi di ruangan putihnya ini.

Emily membalikkan badannya dan mengambil sesuatu dari selipan buku dan menyodorkan sebuah pembatas buku berwarna putih dengan motif bunga sakura di bagian bawahnya. Pembatas buku itu cukup imut dan feminim. Jiro tidak tahu milik siapa pembatas buku tersebut. "Apakah itu punyamu?"

Emily menggeleng. Ia pun menunjuk ke salah satu buku dan membukanya. "Kamu menemukan pembatas buku ini dari buku itu?" Dan Emily mengangguk.

Jiro mengambil buku yang Emily pegang dan melihat-lihat halaman lainnya. Kosong. Tidak ada satu pun kata yang tertulis di buku itu; tidak di sampulnya, atau pun di kertasnya. Apakah pembatas buku itu hanyalah pembatas buku biasa? Ataukah pembatas buku ini memang sudah ada sedari dulu?

"Kemarikan." Jiro meminta pembatas buku itu setelah menyerahkan buku yang dipegangnya tadi ke arah Emily. Jiro yang telah menerima pembatas buku itu, membalik pembatas buku itu dan melihat apa yang tergambar disana.

Ada tiga bentuk bidang disana. Yang pertama adalah persegi panjang vertikal, bentuk geometri dari huruf 'N', dan sebuah persegi panjang yang tidak terlalu panjang dengan bentuk lingkaran di masing-masing sudutnya. Namun di salah satu dari lingkaran itu tampak memiliki lubang kunci di tengahnya.

The White RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang