Chapter 4 : Monster Burung

6 3 1
                                    

Petunjuk, Dua Pintu, dan Pintu Ketujuh...

"Jumlah pintu yang diwakilkan oleh hilangnya angka pada waktu."

Anna dan Jiro mengamati tulisan tersebut sambil memikirkan apa makna di dalamnya; sampai bahkan membacanya berkali-kali. Anna dan Jiro bahkan berpikiran sama bahwa waktu tidak ada di ruangan ini.

"Umm... Jiro, sejak kapan kau tahu bahwa kau sudah dewasa?" Tanya Anna untuk mengalihkan pikirannya sejenak dari tulisan yang tidak masuk akal itu.

Jiro mengalihkan pandangannya dari tulisan yang ada di belakang foto itu ke arah wajah Anna yang masih ada di sebelahnya; yang tidak melepaskan pelukannya sama sekali. "Sejak aku membuka kamar ini. Ini sudah berlangsung sangat lama... atau tidak lama. Pertanyaan seperti 'kapan' dan 'lama' seperti hal yang ambigu disini. Kuharap kamu gak bertanya banyak tentang waktu kepadaku."

Anna manggut-manggut. Jiro sudah tahu bahwa ia adalah orang dewasa yang memiliki wujud anak kecil. Jiro mungkin saja telah tahu siapa dirinya. Namun herannya lagi, Jiro masih belum mengangkat cerita tentang 'Anna' kepadanya, atau bahkan mempertanyakannya. Anna jadi penasaran sejauh mana Jiro mengetahui tentang dirinya sendiri. "Jadi, apa kau terpikirkan sesuatu setelah membaca tulisan ini?"

Jiro menggeleng. "Entah aku yang sekarang atau aku yang dulu yang sudah membaca ini, sama-sama tidak memiliki petunjuk untuk maknanya."

"Kau sendiri menggunakan kata 'sekarang' dan 'dulu'. Kupikir kau benar-benar membutuhkan waktu."

Jiro menatap datar Anna. "Kalau begitu bisa menyingkir dari tubuhku dulu, please? Kamu nggak akan nempel ke aku terus, kan?"

Anna terkekeh dan melepaskan kedua tangannya dari Jiro perlahan. "Yah, sensi banget kayak cewek."

Jiro mengerutkan dahinya dan menatap Anna dengan heran. "Ish, bicara pada diri sendiri. Kalau kamu nggak keluar sekarang, kamu aku kunci di dalam, loh." Jiro meninggalkan Anna yang mengambang di udara dan berjalan ke luar kamar.

Anna segera menyusulnya. "Kita harus menyalurkan pikiran untuk memecahkan teka-teki ini." Ucapnya ketika Jiro sudah mengunci kamar tersebut.

Jiro berjalan menuju sofa bagian tengah. "Kalimatmu terdengar klise sekali. Aku suka sekali dengan teka-teki. Kamu juga suka?"

Anna mengangguk pasti dan menurunkan dirinya untuk tengkurap di atas meja. "Memecahkan misteri adalah kesukaanku. Kau mungkin tidak percaya. Aku pernah melakukan pelatihan untuk meningkatkan IQ-ku. Cukup susah, tapi aku lulus."

Jiro tersenyum miring. "Oh, ya? Kalau begitu mari salurkan pikiran cerdasmu untuk memecahkan masalah ini, genius Anna."

Anna mengangguk dan menatap foto yang Jiro turunkan dari tangannya ke atas meja. "Tapi, membahas tentang dirimu yang sebenarnya sudah dewasa seperti yang foto ini tunjukkan, apakah kau ingat apa yang terakhir kali terjadi padamu sebelum kau berakhir di ruangan ini?"

Jiro terdiam sejenak, menekuri meja. "Tidak ada, kurasa. Kosong. Mungkin ada seseorang yang meracuniku, mencuci otakku, dan menghilangkan ingatanku sebelum aku berakhir di ruangan ini."

"Terlalu ekstrim. Tapi kupikir semua ini terlalu tidak nyata."

"AHA! Sudah kuduga. Kita pasti sedang berada di dunia paralel, kan?" Nada suara Jiro meninggi.

Anna melirik ke kanan. "Mungkin, kurasa (?)" Jawab Anna ambigu.

Jiro kembali pada tulisan yang ada di balik foto penuh kenangan tersebut. "Baiklah. Setelah kamu membaca ini, apa ada sesuatu yang terlintas di pikiranmu?"

Anna terdiam sejenak merenungi tulisan itu. "Jumlah pintu yang diwakilkan oleh hilangnya angka pada waktu... hmm, berapa jumlah pintu di ruangan ini?"

The White RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang