Chapter 23

19.9K 1K 412
                                    

Chap 23

-Saat kenangan yang tak mampu terulang membuat rindu terasa sangat menyakitkan-

▪️▪️▪️▪️▪️▪️

"Ah, akhirnya kita sampai." Charlotte menghela napas lega. Setelah perjalanan yang menempuh beberapa jam dari akademi ke Kota Letopiea tujuan mereka, akhirnya kaki mereka berhasil menginjak di tanah Letopiea. Orang-orang di sana tampak sedang sibuk berlalu lalang. Sebagian besar dari mereka berbondong kembali dengan bus kilat dari Vandoria. Sebab, tujuh puluh persen penghuni Kota Letopiea adalah para pedagang di Vandoria. Selebihnya, hanya memanen buah dan sayur yang mereka tanam hamparan lahan dekat dengan perbatasan kota Letopiea dan Sunlone. Meski bukan dataran tinggi, lahan yang khusus digunakan untuk menanan buah dan sayur di sana memang sangat subur. Hasil panen itulah yang akan dijual oleh para pedagang ke Vandoria.

Misi mereka adalah ke sebuah tempat yang sudah diberi tanda oleh akademi. Tanda itu merupakan tanda rahasia. Di mana hanya para penyihir yang dapat memahaminya. Sebuah lambang Batu Amethys adalah tanda itu.

Di hari yang sudah menggelap, kelompok tujuh—Zalea, Charlotte, dan Mel—terus melangkah tanpa menuai kecurigaan. Untung saja mereka terlihat seperti warga kota biasa dengan sihir aura yang sudah mereka dapatkan. Untuk Zalea, sihir aura sangat bermanfaat untuknya. Sebab, para warga Kota Letopiea sudah pasti mengenalinya dengan segera jika tanpa sihir aura. Dan hal itu sudah pasti membahayakannya sekaligus Mel dan Charlotte.

"Kalian sudah melihat lambangnya?" tanya Mel yang terus celingukan melihat satu persatu pintu rumah dengan arsitektur yang sama itu. Ya, ciri khas Letopiea adalah ... para warganya hanya menggunakan satu jasa arsitek hingga akhirnya rumah mereka tampak hampir mirip bahkan sangat mirip. Dari genteng hingga alasanya bahkan desain rumah beseta halamannya. Seperti rumah di komplek-komplek beberapa ratusan tahun yang lalu.

Kebersihan kota Letopiea juga nomor satu se-Castavonia. Mereka menaruh piala penghargaan bernama patung Adipura di tengah-tengah kota. Kota Letopiea memang wajar jika mendapatkan gelar kota terbersih. Karena sebagian besar dari mereka selalu beraktivitas di luar kota.

"Aku belum menemukannya." Zalea menjawabnya dengan nada sendu. Sepertinya gadis itu tengah memikirkan hal lain.

"Kau rindu dengan kota kelahiranmu?" Charlotte menebak.

"Ya, begitulah."

Mel hanya mampu mendengarkan. Mereka tak mungkin terus membahas kehidupan Zalea di tengah warga Letopiea yang berlalu-lalang. Akan sangat berbahaya jika salah satu dari mereka mendengar ada keluarga Casia kembali ke sana.

"Bukankah itu lambang Batu Ametyhs?" tunjuk Mel pada salah satu rumah. Namun, dengan cepat Charlotte menampik tangan Mel. "Kau membuat mereka curiga, Mel," geram Charlotte dengan suara tertaham. Meski para mata yang melihat pun tak mengisyaratkan jika mereka curiga akan hal itu.

"Ups, maaf. Aku lupa."

"Baiklah. Ayo kita segera ke sana." Zalea kembali memimpin langkah. Tak jauh dari tempat mereka berawal, mereka pun sampai di rumah tujuan.

Baru saja Zalea akan menekan tombol bel, pintu rumah itu terbuka dari dalam secara perlahan. Membuat ketiganya langsung saling menatap satu sama lain. Menyiratkan sebuah tanya, 'bagaimana?'

Alhasil, Zalea pun mengangguk. Memberi isyarat untuk masuk ke dalam dengan hati-hati. Karena bisa saja mereka diserang secara tiba-tiba.

Saat kakinya berhasil menginjak di sebuah ruangan yang tak lain dan tak bukan adalah ruang tamu—terlihat dari sofa dan meja tamu yang terpasang rapi, semua masih aman terkendali. "Hello? Ada orang di rumah?" tanya Zalea memastikan jika memang di dalam rumah ada seseorang—tentu saja yang memberi akses mereka untuk masuk.

Zalea and the Cassio AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang