Chapter 8

37.5K 3.2K 234
                                    

Chap 8

-Sebuah senyuman mengantar pada pintu harapan keberhasilan-

▪️▪️▪️▪️▪️▪️

"Target kita lolos." Sosok bersuara nyaring dengan tampilan rapi itu terlihat gelisah. Seolah takut akan dirajam hingga mati atau bahkan diluluh-lantahkan saat itu juga karena memberikan kabar buruk.

Sosok lain yang mendengar kabar itu hanya terdiam menatap jendela. Langit pagi yang bersinar terang menjadi suram saat kedua mata itu melototinya.

"Pergilah."

Perintah itu memang sebuah perintah untuk pergi. Namun, setelah mendengar seucap kata itu, tak menggerakkan satu pun anggota tubuh sosok wanita bertubuh ramping di balik balutan pakaiannya yang ketat. Rasa takut dan gemetar menggelayutinya. Pikirannya ingin untuk pergi tapi tubuhnya tak merespon hal yang sama.

"Ma—maafkan kami," ucapannya mulai menampakkan ketakutannya yang luar biasa.

Sosok itu mengalihkan pandangannya dari jendela ke wanita yang masih terdiam di tempat. "Katastráfike apó."

Sebuah jentikkan jari membuat sesuatu terdengar meledak. Bukan bom atau geranat. Melainkan ... tubuh sang wanita yang meledak bagaikan balon yang ditiup hingga meletus.

Cairan merah kental yang awalnya mengalir rapi di pembuluh kini telah bebas berterbangan di udara. Membasahi lantai putih yang awalnya bersih. Setetes cairan yang tak sengaja hinggap di ibu jari sosok yang masih memaku senyum licik itu terasa seperti gulali. Dijlatnya penuh kenikmatan.

"Itu hukuman, untuk orang yang tak bisa mampu melakukan tugas dengan baik."

▪️▪️▪️▪️▪️

Sebuah tepuk tangan terdengar dari arah pintu. Semua mata yang semula terfokus pada tabung elemen itu beralih ke sosok yang menepukkan kedua tangan. Terlihat seorang lelaki bertubuh jangkung dengan rambut sedikit kecokelatan itu berkacak pinggang. Tak lupa dengan senyuman miring tercetak di bibirnya.

"Waw! Itu keren. Bagaimana kau bisa melakukannya, Ze?" tanya Klein—sosok yang baru saja datang—dan langsung berjalan mendekati ketiga sosok yang berdiri dekat tabung elemen.

"Kau melihatnya? Bukankah sudah kubilang, jangan mengintip?" tanya Edrea menimpali pertanyaan Klein. "Kau memang kepala batu, Klein."

Klein terkekeh pelan. "Aku hanya penasaran bagaimana reaksi tabung elemen, saat dia ...," ucap Klein sembari menatap Zalea. "... menyentuh tabung dan manyalurkan sihir mematikannya," sambung Klein.

"Energi milik Zalea mengingatkanku dengan seseorang. Mungkin ... mereka hampir sama."

Ucapan Edrea membuat Zalea menatap penasaran. "Seseorang? Siapa?"

Lyan dan Edrea saling memandang. Sedangkan Klein hanya terdiam menatap kedua rekannya yang masih bertatapan seolah bertukar pikiran itu. Sontak, keduanya menatap Klein dengan serempak.

"Klein?" tanya Zalea menebak.

"Ya."

"Ba—bagaimana bisa?"

Dehaman kecil dari Klein ditujukan agar perhatian hanya miliknya. Semua mata pun langsung melirik ke arahnya dan menunggu apa yang akan diucapkan.

"Kau ... memiliki tanda yang sama denganku. Namun, kita berbeda dari kesamaan yang kita miliki."

"Aku ... tak mengerti bagaimana maksud dari perbedaan atas kesamaan yang kita miliki. Jelaskan dengan singkat karena aku tak sepandai yang kau pikir."

Klein terkekeh sebelum melanjutkan ucapannya. "Jadi, kita ... sama-sama pengendali sihir hitam. Itu adalah persamaan kita. Tapi—"

Zalea and the Cassio AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang