Chapter 3

45.6K 3.8K 274
                                    

Chap 3

-Ketika harapan mulai redup, sambutan hangat menerangi kembali sebuah asa-

▪️▪️▪️▪️▪️▪️

Di balik sebuah meja persegi panjang, mereka hanya menatap satu manusia. Seorang gadis dengan mata Aquamarine yang indah dan rambut pirang pucat yang lurus terikat satu ke belakang. Menyisakan sedikit rambut yang menutupi dahi dan dibiarkan tergerai tipis di sebelah telinga. Gadis bernama Zalea Casia itu memang mengambil perhatian lebih dari ketiga sosok yang berada di sana. Mulai dari warna rambut yang sangat jarang ditemui, panah emas yang ada digenggaman, dan nama marga yang terdengar tak asing.
"Kau yang bernama Lyan Rald?" tanya Zalea memecah keheningan. Sosok yang ditatap oleh netra indahnya itu hanya mengangguk pelan lalu membuang muka. "Aku berterima kasih padamu. Karena telah menyelamatkanku."
"Siapa kau sebenarnya?" Pertanyaan itu membuat Zalea mengalihkan pandangan.
Sosok lelaki jangkung berusia sekitar tiga puluhan membuat Zalea mengerutkan dahinya heran. "Zalea Casia. Bukankah aku sudah memperkenalkan diriku?"
"Ah, bukan itu yang kumaksud. Aku merasa bahwa kau bukan gadis biasa."
"Klein, jangan terburu menghujaninya dengan pertanyaanmu." Edrea menengahi percakapan antara lelaki yang bernama Klein dan Zalea. "Zalea Casia, kau sudah ingat alasanmu berkeliaran di Hutan Criveus pada malam hari?"
Zalea mengangguk.
"Untuk apa?"
"Mencari Dark Master."
Mendengar jawaban Zalea yang terdengar polos membuat Edrea tergelak tawa. Hingga sebuah pukulan kecil dari Klein di bahunya membuat tawa itu terhenti. Membuat wanita itu berdeham kecil dan membangun kembali kewibawaan yang sempat terkikis.
"Dark Master? Kau tahu siapa dia?"
Zalea kembali mengangguk dengan polos.
"Untuk apa kau mencarinya?" Edrea menanyakan hal yang mewakili pertanyaan Lyan dan Klein. "Apa kau tau seberapa bahayanya dia?"
Kali ini Zalea menggeleng lemah. "Aku mencari kembaranku—Agetha. Tapi aku yakin kalau Agetha diculik oleh Dark Master. Karena sihir pelacak yang bisa kugunakan, memperlihatkan sosok bayangan hitam membawa pergi Agetha tanpa jejak."
Edrea memanggut-manggutkan kepala mendengar penjelasan Zalea. Ternyata apa yang ia tebak memang tepat sasaran. Ia pun memahami, sudah pasti kembaran Zalea—Agetha—adalah manusia inti murni.
"Jadi, kau berniat menemui Dark Master lalu bernegosiasi agar dia mau mengembalikan Agetha padamu?" Klein melontarkan sebuah pertanyaan. "Konyol. Dengan tubuhmu yang lemah dan berhadapan dengan Dark Master, justru kau hanya mendatangi ajalmu bukan menyelamatkan ajal kembaranmu."
"Kata-katamu selalu terdengar pedas, Klein. Bahkan untuk gadis muda dan cantik sepertinya, kau masih terdengar kasar. Pantas saja kau masih lajang sampai sekarang." Edrea menyeringai singkat setelah mendengar ucapan Klein pada Zalea.
"Hei, bukankah ucapanmu seperti boomerang? Lihatlah dirimu sendiri yang juga masih sendiri di umur tiga puluh lima tahun."
Tak ingin kalah, Edrea menyunggingkan senyuman miringnya. "Kau tahu, sangat kasar jika seorang lelaki menyebutkan umur seorang wanita di depan lelaki lain. Bukankah begiru, Lyan?"
Lyan hanya melirik para seniornya itu dengan malas dan mengangguk pelan. Sedangkan Zalea hanya diam mendengarkan perdebatan keduanya.
"Ah, kembali pada topik. Zalea, kupikir kau beruntung." Edea berusaha mengusaikan perdebatannya dengan Klein yang sudah pasti tiada ujung.
"Beruntung?"
Edrea mengangguk lalu mengalihkan pandangannya menatap Lyan yang kembali termenung menatap ke arah jendela.
"Karena Lyan menemukanmu dan membawamu ke tempat yang cocok."
▪️▪️▪️▪️▪️▪️
Zalea mendongak memperhatikan gedung yang menjulang tinggi. Ada sekitar empat lantai dan sebuah logo di ujung gedung. Gedung berwarna biru itu bernama Gedung Saphire.
Langkahnya terus terangkat menyusuri setiap jalan di bawah mentari pagi yang terik. Di sebelah Gedung Shapire terdapat gedung lain dengan warna yang berbeda. Gedung berwarna hijau bernama Gedung Emerald. Khusus untuk siswa tingkat dua. Kemudian, Gedung Amethys yang sekaligus merupakan gedung utama dan berkumpulnya para couch beserta siswa tingkat satu. Untuk menjadi penghuni Gedung Amethys harus melakukan beberapa ujian seperti ujian kenaikan tingkat dan ujian pertarungan duel dengan siswa senior tingkat satu.
Lulusan siswa penyihir tingkat dua akan menjalankan misi sesuai perintah couch di sana. Beberapa di antaranya, mereka akan diterjunkan ke masyarakat dan membantu warga yang resah terganggu oleh para Hex.
"Hex?"
"Kau tahu tentang Dark Master tapi tidak tahu tentang para Hex?" Alisnya terangkat sebelah mendengar pertanyaan Zalea yang seakan tak tahu-menahu tentang Hex sedangkan gadis itu mengetahui tentang Dark Master.
"Nanti akan kujelaskan padamu."
"Baiklah." Gadis berambut pirang pucat itu mengangguk turut. Kemudian kembali fokus mendengarkan penjelasan dari sosok wanita yang memiliki netra hitam legam indah itu.

"Oh ya, khusus untuk siswa baru yang bergabung di Cassio Academy. Inilah tempat belajar bagi mereka." Edrea menunjuk gedung berwarna biru—Saphire. "Jika para siswa baru dianggap memenuhi syarat dan layak menjalankan ujian kenaikan tingkat, maka mereka bisa mendapat ilmu sihir yang lebih mendalam. Selain itu, mereka juga akan mendapat fasilitas seperti tempat tinggal, makan, dan tentunya keluarga."
Penjelasan Edrea memang sangat mudah dimengerti. Tapi Zalea masih belum memahami jika ada maksud terselubung di dalam setiap penjabaran Edrea. Hanya satu yang ia pikirkan saat ini.
"Emh, Apa aku bisa mendapat info tentang keberadaan Agetha?" Sepertinya hanya Agetha yang menjadi target utamanya. Ia akan melakukan apapun demi menyelamatkan sang kembaran.
"Tentu. Mari ikuti aku."
▪️▪️▪️▪️▪️▪️
"Makhluk yang menyerangmu di pinggir hutan, adalah jenis Hex atau kutukan tingkat dua. Dia berwujud manusia. Hanya saja tak sempurna. Memiliki tiga pasang mata tanpa mulut dan hidung, benar, 'kan?" Zalea mengangguk. Ia benar-benar antusias mendengarkan penjelasan dari Edrea di ruang penyembuhan. "Ada empat tingkatan Hex. Hex tingkat empat dan tiga hanya berupa roh dan memberi aura negatif para manusia. Biasanya mereka bersemayam di hati maupun di pundak mereka.
Hex tingkat dua, adalah Hex yang kau temui. Mereka mampu menggunakan mantera pengecoh atau penghancur jiwa. Jadi, cahaya jingga yang kau lihat sebelum Lyan datang adalah bentuk dari mantera penghancur jiwa. Jika Lyan datang terlambat, kau mungkin sudah mati."
"Ah, aku memang berhutang nyawa padanya."
Edrea terkekeh. "Kurasa begitu."
Zalea tersenyum sekilas. Kemudian melanjutkan rasa penasarannya. "Lalu, Hex tingkat satu?"
"Hex tingkat satu sebenarnya adalah manusia biasa bahkan berwujud seperti manusia normal lainnya. Hanya saja, ia berdarah kutukan yang mampu menguasai sihir hitam. Hanya ada beberapa Hex yang mampu menempati tingkat satu. Salah satunya adalah Dark Master. Mereka tamak akan keabadian. Hanya dengan menyerap inti murni manusia setiap supermoon tiba, mereka akan mendapat keabadian. Tapi, tidak hanya satu inti murni, melainkan tiga inti murni. Kurasa kembaranmu adalah manusia inti murni ketiga yang diculik oleh Dark Master."
"Ja—jadi, maksudmu, setelah mengambil inti murni Agetha, Dark Master akan memiliki kekuatan kutukan abadi?"
Edrea mengangguk dan menjentikkan jarinya setuju. "Tapi semua belum terlambat. Kami para penyihir Cassio Academy takkan kalah untuk kesekian kalinya. Beberapa kali kami berusaha menyerang Dark Master meski selalu jatuh korban. Tapi, sekarang kami siap melawannya lagi. Karena kami telah menemukan kekuatan yang luar biasa." Netra hitam legam itu tertuju pada Zalea.
"Apa maksudmu?"
"Kau. Maukah kau bergabung dengan kami di Cassio Academy?"
▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️

Zalea and the Cassio AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang