Twenty Fifth Shoot (End)

2.9K 195 35
                                    

🌿 Happy Reading 🌿

Senapan Enfield itu terasa berat di tangan Wu Xie. Jenis ini berbeda dari yang pernah ia gunakan sebelumnya. Rupanya Pang Zhi mengambilnya secara acak. Sesaat ia ragu, kalau ia tidak bisa menggunakannya dengan mahir, bagaimana dia akan menembak mangsa. Wu Xie menatap senjatanya dan menatap Zhang Qiling. Ia merasa canggung.

“Aku tidak yakin kau bisa mengajariku menggunakan ini,” ujarnya masam.
Zhang Qiling menyeringai.

Wu Xie berpura-pura mengotak-atik senapan itu.

“Aku akan mengajarimu sekarang,” kata Zhang Qiling sambil mendekat.

Dalam cahaya matahari siang, Wu Xie bisa melihat senyuman nakal kekasihnya dengan jelas.
“Kau menertawakanku,” ia menggerutu dan dalam hati sangat ingin mengatakan bahwa dia tak mau diajari soal bagaimana menggunakan senapan Enfield. Dia nyaris tak percaya pada fakta bahwa ia tidak bisa menggunakannya dengan benar.

“Ini disebut Enfield 303. Buatan Inggris. Aku jarang melihat senapan ini digunakan orang. Paman kedua mungkin hanya menyimpannya untuk koleksi,” Zhang Qiling menjelaskan.

Wu Xie terkesiap.
“Jadi maksudmu, ini senapan tua? Barang antik?”

“Tidak seekstrim itu,” Zhang Qiling menimpali.
“Senapan ini tidak terlalu kuno, jika kau yang menggunakannya, itu terlihat keren dan modern.”

Wu Xie mendesis. Tatapannya tak percaya.
“Kau bermaksud mengolok-olokku dengan memutar kata-kata manis.”

Zhang Qiling tersenyum.
“Aku sungguhan.”

Zhang Qiling mengambil senjata itu dan memperlihatkan bagaimana cara menggunakannya. Ia melepaskan kunci pengamannya, mengokangnya, dan menunjukkan pada Wu Xie bagaimana cara menembakannya.

“Pegang dengan mantap,” Zhang Qiling memberikan petunjuk.
“Tahan dengan pundakmu. Kalau tidak, kamu akan jatuh ke belakang. Arahkan pandanganmu ke kepala mangsa, lalu tembak.”

Wu Xie tertawa masam.
“Cuma seperti itu? Sederhana sekali.”

Zhang Qiling menahan senyum.
“Tapi aku khawatir, sebelum kau bisa mengangkat senapan, mangsa mungkin sudah kabur dan perang pun usai.”

Wu Xie melirik galak.
“Kau meledekku lagi, Xiao ge.”

Zhang Qiling tersenyum lebar.
“Ah, si gendut ini..” Wu Xie mendesah bosan.
“Dia benar-benar sembrono dan tidak mengenali barang selain yang kuno, sekuno dirinya.”

Dia menurunkan senapan. Keduanya kini berdiri tanpa melakukan apa-apa. Berdiri di ketinggian, memandang terasering yang berombak dan padang rumput serta rumpun bambu di kejauhan. Hutan lebat bergemerisik di belakang mereka.

Di balik hutan itu, di semak-semak liar yang bergerumbul, mereka bertemu dengan sekawanan impala. Mobil mereka tinggalkan di depan penginapan dan keduanya mengintai seekor domba bertanduk panjang yang bercabang.

Wu Xie menembaknya dari jarak lima puluh meter dan seperti biasa – meleset.

Kawanan binatang itu berlompatan terlebih dahulu sebelum melarikan diri dari situ dengan kaki depan diangkat tinggi-tinggi.
“Tembakan yang jitu sekali,” komentar Zhang Qiling menahan tawa.

𝐑𝐨𝐦𝐚𝐧𝐭𝐢𝐜 𝐇𝐮𝐧𝐭𝐞𝐫 (𝐏𝐢𝐧𝐠𝐱𝐢𝐞) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang