Eighteenth Shoot

1.9K 223 33
                                    


Zhang Qiling berjuang menggerakkan tangan dan kakinya yang gemetar karena air sungai terasa membeku.

Walaupun agak lambat, dia berhasil bangun, terduduk di tanah dan memuntahkan air dari mulutnya. Dada dan tenggorokannya sesak seakan tercekik. Wajahnya menegang saat dia mengamati Wu Xie terbaring tidak bergerak dengan wajah pucat.

Tidak akan ada sesuatu yang terjadi pada Wu Xie selama aku ada di sampingnya, pikirannya memberontak bertentangan dengan tubuh yang melemah.

Bagaimana jika Wu Xie terluka? Dapatkah ia menanggung rasa bersalah? Meski kebetulan, tapi dia lah yang pertama kali mendekati air terjun dan menarik perhatian arwah jahat itu. Semua terjadi karena dirinya.

Zhang Qiling meraih tubuh Wu Xie dalam rengkuhannya yang kuat, mengerahkan seluruh tenaga yang tersisa, dia mengangkat tubuh lemas itu. Pasti ada yang bisa membantunya. Langkah pertama, dia harus menjauhi air terjun ini.

Menembus hutan yang gelap gulita di malam hari, Zhang Qiling berjalan tersaruk-saruk di bawah bimbingan instingnya. Dia mengabaikan rasa sakit yang menyengat dari kaki kanan yang terluka.

Dia menatap wajah Wu Xie dalam sekilas momen yang terasa seperti selamanya. Ada suatu perasaan familiar yang pernah ia rasakan dalam hidupnya pada suatu malam di masa lalu.

Mungkin lebih dari satu kali. Situasi seperti ini pernah dilaluinya, entah berapa tahun ke belakang. Bahkan dia sendiri tak ingat tepatnya. Rasanya sudah lama sekali tetapi kesan dari peristiwa itu terukir dalam dan jelas.

Tapi rasanya tak seindah dulu. Sekarang hanya ada rasa sakit dan panik. Sementara pandangannya semakin melemah dalam kegelapan. Setelah berjalan beberapa lama dia melihat setitik cahaya di kejauhan. Dia terus berjalan, dengan tubuh Wu Xie dalam rengkuhannya. Sensasi hangat dari kulitnya terasa bagaikan api.

Instingnya mengatakan untuk berhenti. Kabut gelap seolah-olah menutupi wajahnya dan tubuhnya perlahan meluncur jatuh dengan Wu Xie masih  dalam pelukannya.

Zhang Qiling collapse.

***

Antara sadar dan tidak, Wu Xie merasa sepasang telapak tangan menekan dada, tepat diantara tulang bahu, dan air terdorong keluar dari paru-parunya.

"Wu Xie, bernafaslah!" Sebuah suara yang dikenalinya memohon dengan panik. Wu Xie merasa ikut panik karena dia tahu itu bukan suara Zhang Qiling. Itu suara Pang Zhi.

Jadi, bagaimana keadaan Zhang Qiling sekarang? Apa dia pingsan seperti dirinya.

Ah, tidak. Tidak akan ada apa pun terjadi padanya. Zhang Qiling sekuat monster.

"Ayolah! Sialan!"

Telapak besar dan kuat itu menekan dadanya lagi.

Wu Xie merasa kepalanya masih berputar-putar efek terperangkap dalam pusaran air yang kuat beberapa waktu yang lalu.

"Wu Xie, kau bisa mendengarku? Jangan pura-pura sekarat! Ini tidak lucu!" suara Pang Zhi masih tegang.

Wu Xie berjuang mendorong air yang mencekik di tenggorokannya, sejurus kemudian dia terbatuk-batuk. Dia membuka mata dan melihat bayangan wajah bundar berlatar belakang langit gelap.

"Gendut, kenapa kau berisik sekali.." Wu Xie berujar serak dan bibirnya gemetar kedinginan.

"Ah!" ekspresi lega menyapu wajah Pang Zhi.

"Sudah berapa parah lukanya?" tanya seseorang. Wu Xie mengenalinya sebagai suara paman Jing. Dia mulai mengitari sekeliling dengan pandangan nanar.

Dia terbaring di rumput, dengan Pang Zhi berlutut di sisinya. Ada bias jingga api unggun beberapa meter jauhnya dan terdapat dua buah tenda.

Lalu dia menoleh ke sisi lain. Paman Jing berlutut di dekat seseorang yang terbaring di rumput seperti dirinya. Seorang pria tinggi berkacamata tengah memeriksa kondisi orang itu.

𝐑𝐨𝐦𝐚𝐧𝐭𝐢𝐜 𝐇𝐮𝐧𝐭𝐞𝐫 (𝐏𝐢𝐧𝐠𝐱𝐢𝐞) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang