Penyelesaian Perkara

409 50 3
                                    

Ia terbangun dengan napas tercekat. Mimpi buruk lagi setelah sekian lama tak pernah muncul mengganggu tidurnya. Dirinya mengusap kasar wajahnya. Bangkit dan berjalan keluar kamar menuju dapur untuk minum. Ia dikagetkan dengan kemunculan sosok pria ber-hoodie hitam yang duduk sembari menatapnya.

"Kalo gue nggak mengenali bau khas parfum lo itu, udah gue sambit palak lo," gerutunya sambil menghidupkan lampu dapur.

Sosok itu bahkan tak merespons. Malah diam memperhatikan gerakan Nirbita yang membuka lemari es, mengeluarkan botol air mineral besar dan meneguknya langsung dari botol. Lalu duduk di hadapan pria muda itu.

"Mau lo apa?" tanya Nirbita langsung.

"Jemput lo pulang."

"Untuk apa? Ada hal penting yang mau dibahas?"

"Kemasi barang lo, kita berangkat sekarang."

"Nggak. Gue nggak mau berhubungan dengan Galuh Damara dan keturunannya."

"Kakek sudah tahu semuanya."

"Terus?"

"Kakek mau membahas permasalahan lo dan Om Kalingga. Gue disuruh Kakek untuk jemput lo segera."

Telinga Nirbita berdengung kala nama itu disebut oleh Affan, sepupu seumurannya. Hampir satu dekade dirinya hidup damai tanpa mendengar atau melihat wajah orang yang namanya baru saja disebut Affan tadi.

"Untuk apa hal ini dibahas sekarang? Percuma, gue nggak bisa balik ke masa itu dan memperbaikinya. Gue udah lupa sama kalian. Lagipula gue masih bisa bernafas tanpa bantuan kalian sampai saat ini."

"Ini penting, Bita. Gue mohon ikut pulang dan menghadap Kakek segera."

"Gue bukan bagian dari keluarga Damara. Gue nggak ada urusan apapun lagi sama kalian."

"Kakek sendiri yang nyeret Om Kalingga dan menyuruhnya mengakui semuanya."

"Lalu apa? Gue udah nggak butuh perhatian kalian lagi. Gue nggak butuh kepercayaan kalian saat ini. Gue bisa berdiri di kaki gue sendiri tanpa kalian."

Hening di antara keduanya. Nampaknya usaha Affan membujuk Nirbita untuk pulang menjadi sia-sia.

"Keluar dari tempat gue sekarang. Bilang sama keluarga lo itu untuk jauhi hidup gue seperti yang selama ini kalian lakukan. Mari nggak saling kenal seperti biasanya," langkah kakinya meninggalkan area dapur menuju kamarnya.

Affan mengikuti langkah Nirbita dengan tenang, "Om Kalingga sekarat. Kakek nggak akan berbuat apa-apa untuk dia sebelum lo datang."

"Baguslah. Dia layak untuk itu."

"Gue tau memaafkan itu sulit. Gue harap lo datang, Bita."

Setelahnya Affan menghilang di tengah gelapnya malam. Nirbita kembali ke kamarnya. Tubuhnya luruh menyandar di pintu sembari meremas kertas bertuliskan nama rumah sakit dan kamar inap pamannyapamannya yang sempat Affan selipkan di tangannya. Mimpi buruk itu datang dengan skenario buruk lainnya di depan mata. Cepat atau lambat dirinya akan diseret juga untuk membahas persoalan ini.

---

Dua hari kemudian Nirbita berdiri di depan pintu kamar rawat inap VIP rumah sakit. Ragu menyelimuti dirinya. Pintu ditarik dari dalam, menampakkan sosok pria tua yang tersenyum hangat ketika mendapati cucu perempuannya datang berkunjung.

Pintu dibuka lebar, mempersilakan Nirbita masuk kamar inap tersebut. Hanya ada Galuh Damara seorang yang menunggui pasien ini. Terbaring di brankar sosok pria yang wajahnya kian tirus, penuh luka lebam di wajahnya. Nirbita mematung di tempatnya, enggan melangkah lebih dekat.

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang