Sekeping Kebahagiaan

1K 88 8
                                    

Aku tak pernah sebahagia ini sebelumnya ditatap dengan binar mata yang sarat akan kerinduan. Di sana berdiri wanita pertengahan empat puluh bersama dua anak lelakinya. Si ibu tersenyum haru sembari bergegas menghampiriku yang baru saja turun dari mobil.

"Ibu, ini Yara. Ibu sehat, 'kan?"

Beliau langsung memelukku erat sambil tersedu. Aku pun tak dapat menahan lajunya air mata. Takdir mempertemukan kami setelah 18 tahun tak terungkap.

"Ayo masuk-masuk. Ajak Pak Supir yang mengantarmu masuk dulu."

Aku mengangguk lalu menghampiri Pak Gara yang setia berdiri di samping mobil. Omong-omong sebenarnya beliau bukan supirku, tapi ya begitulah.

"Pak, diminta Ibu mampir dulu. Ayo ikut. Perjalanan pulang ke rumah kan jauh. Ayo Pak Gara masuk dulu istirahat ngopi ngeteh dulu sama kami. Nggak boleh nolak pokoknya."

"Iya iya saya bisa jalan sendiri, Mbak Ra. Nggak usah ditarik-tarik gini, Mbak."

Aku nyengir melepaskan tanganku dari lengannya. Menggiring beliau masuk ke rumah sederhana milik Ibu.

"Halo adik-adikku yang ganteng," kusapa dua bocah laki-laki yang sigap membantu Ibu menyiapkan kudapan di ruang tamu sekaligus ruang tengah.

Mereka berdua masih nampak canggung dengan keberadaanku di sini.

"Yara, kamu bersih-bersih sana. Biar Ibu sama adik-adikmu yang temani Pak Gara."

"Makasih Ibuku sayang. Itu Pak Gara-nya diajakin ngobrol ya, Bu. Ditanya-tanya aja nggak apa-apa. Maklum Bu beliau itu pemalu."

Pak Gara yang kusebut namanya tersenyum tipis.

"Kalo udah akrab biasanya sih Pak Gara malu-maluin sih, Bu," ucapku diakhiri tawa membahana seisi rumah.

Ibu dan dua adikku menatapku heran sedangkan Pak Gara mulai menatapku jengkel.

Aku keluar-masuk kamar untuk mengambil perlengkapan mandiku sambil bersiul-siul. Kamar mandinya sederhana hanya ada bak kecil, ember berisi air di dekat kloset jongkok, dan keranjang pakaian kotor di dekat pintu. Aku tersenyum tipis tidak akan ada habisnya jika terus membandingkan kehidupanku di rumah mewah itu. Aku bergegas menyelesaikan urusanku.

Sejenak termenung di depan pintu kamar mandi menatap area mungil yang disebut dapur. Bahkan tak ada meja makan di sini.

Aku kembali menghampiri mereka yang masih duduk berkumpul di ruang tengah.

"Kenapa?"

"Ponsel Mbak Ra mati? Bapak telepon nggak nyambung."

"Bentar, Pak."

Aku kembali ke kamar mengecek ponselku. Ada 5 panggilan tak terjawab semuanya dari Papa. Ada juga pesan masuk.

Pulang ke rumah.
Kakek tiba malam ini.

Aku menghela napas sembari mengetikkan pesan balasan ke Papa.

Kembali ke ruang tengah bergabung bersama mereka.

"Bu, aku nggak nginap malam ini ya. Ada Kakek yang datang malam nanti. Aku usahakan besok aku ke sini lagi."

"Iya nggak apa-apa. Pak Gara sudah kasih tau Ibu tadi. Sana beres-beres bawa pakaianmu untuk ganti besok. Nanti kemalaman sampainya."

"Nggak. Aku nggak usah bawa baju ganti, Bu. Bajuku di sana masih ada beberapa."

Tatapanku beralih ke adik-adikku. "Hei kalian berdua besok mau aku bawakan apa?"

Haris si bungsu matanya yang berbinar mendengar tanyaku langsung meredup ditatap Ibu. Ia menggeleng pelan.

"Nggak usah bawa apa-apa, Mbak."

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang