Teh Hijau (Bagian 2)

801 80 6
                                    

Dara berjalan menuju dapur rumah ini. Mengambil segelas air dan meneguknya sambil duduk. Kebiasaan paginya di rumah ini. Bangun tidur, mandi, salat subuh, pemanasan ringan guna meregangkan otot-ototnya. Kemudian turun ke dapur mencari sarapan paginya dan menyesap teh hijau. Terus berulang dalam 3 bulan terakhir.


Dara tahu cerita lengkap Kang Asep dan Mira. Peristiwa itu. Hingga saat ini masih sama keadaannya dari 12 tahun yang lalu. Jose semakin mendesaknya untuk bicara, mengungkap kasus ini. Dara tak peduli toh ini bukan kapasitasnya untuk ikut campur. Tapi Jose tak menyerah seolah tahu kalau Dara punya sisi baiknya tersendiri. Fakta lainnya Kang Asep masih punya nenek yang tinggal bersamanya. Wanita renta yang pernah ia temui sekali ketika menjemput Kang Asep untuk ikut bersamanya ke kota. Sikap ramah wanita tua itu tak menutupi rasa sangsinya karena dirinya tahu sisi lain wanita tua itu. Nini tak merestui Kang Asep dan Mira. Rumornya tak ada alasan pasti sang Nini menolak merestui mereka. Jose pun enggan memberitahu karena Dara sendiri masih menolak membantunya, Kang Asep dan cintanya, Mira.

Bicara soal Baron, si bajingan menurut Jose. Dara sering bertemu dengannya. Si juragan empang yang umurnya sedikit lebih muda dari Kang Asep. Sekali lihat saja dirinya tahu Baron si lelaki menyebalkan. Sering bertandang untuk sekadar mengajaknya makan atau berkeliling. Lama-lama dirinya jengah, memutuskan untuk memblokir semua akses agar Baron tak memasuki lingkungannya. Pada akhirnya Baron menjadi musuh pertamanya di sini.

"Kenapa, Mang Din?" tanyanya ketika pria tua itu masuk dapur terburu-buru.

"Itu Non, Kang Asep sama Baron adu mulut di halaman depan."

"Lah kok bisa sih, Mang?" dirinya bangkit meninggalkan sarapan paginya.

"Non Dara nggak usah ikutan liat nanti Non kenapa-kenapa."

"Enggak, Mbok. Saya bisa jaga diri."

Dara diikuti Mang Din menuju halaman depan.

"Kang Asep teh tidak usah ikut-ikutan. Saya tidak punya urusan sama Kang Asep. Nah ini dia Neng Dara yang saya cari."

"Jaga jarak. Kamu tidak boleh berdekatan dengan Non Dara."

"Kenapa? Kang Asep mah jadi jagoan? Tidak usah ikut campur urusan saya sama Neng Dara deh, Kang."

"Urusan Non Dara urusan saya juga."

"Wuohhh emang Kang Asep teh siapanya Neng Dara? Jadi kacungnya aja belagu kamu, Kang."

Bugh!

Pukulan tepat di wajah Baron hadiah dari Kang Asep.

"Ya Allah, Kang!" Mang Din berteriak sedangkan Dara menahan napasnya gusar.

"Baron lepasin Kang Asep! Baron! Ayo kita bicara."

"Non Dara nggak perlu bicara sama dia."

"Saya tidak tahu Neng kenapa Kang Asep ngotot halang-halangi saya untuk ketemu Neng Dara," dirinya ngos-ngosan dengan wajah lebam.

Kang Asep meludahkan darah, sudut bibirnya robek sedikit.

"Ayo bicara nanti sore di sini. Sekarang pulang sana."

"Muka saya lebam loh, Neng. Tidak mau obati muka saya dulu, Neng?"

"Heh! Pulang nggak kamu! Atau mau saya tambahin biar remuk sekalian tuh muka?"

"Duhhh iya iya saya pulang, Neng. Urusan saya sama Kang Asep belum selesai ya, Kang."

"Minggat sana!"

Baron berlari tertatih setelah melihat Dara bersiap melemparnya dengan sandal miliknya.

"Ayo Kang masuk dulu biar Mamang obati di dalam."

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang