Negeri Bianglala, 20 Maret 2021
Teruntuk,
Biniku tercintaHai, bagaimana kabarmu? Semoga baik-baik saja setelah mengusirku dan membanting piring serta gelas.
Mak Lampir, aku mau memberi kabar besok petang aku akan pulang. Tolonglah kamu mandi dan berdandan, terus jangan marah-marah lagi. Aku ini bukan binatang jalang yang dari kumpulannya terbuang. Aku juga takut disumpah serapahi eros.
Jangan marah lagi, ya. Aku rindu kamu Mak Lampir. Aku rindu ranjang reyot kita bergoyang saat kita berdesakan berebut tempat untuk merebahkan keluhan. Aku rindu parfum minyak anginmu yang tercium setiap malam. Masa kamu tidak rindu aku?
Jika berkenan tolong balas juga suratku ini, beri tahu aku jika aku boleh pulang ya.
Jika boleh pulang, aku pastikan akan berhenti begadang di bawah remang bulan. Aku akan berhenti mengganggumu saat berdandan dan tenggelam dalam kaca. Aku tidak akan protes menunggumu berbelanja. Tapi, tolong, kasih aku ijin untuk pulang. Aku rindu sama kamu Mak Lampir.
Aku janji sayangku Mak Lampir, aku tidak akan menuliskan puisi untuk mawar yang lain. Cukup kamu dan kamu.
Jangan marah lagi, ya, Mak. Kamu itu tintaku yang darimu terlahir rangkaian kata. Kamu itu biniku yang darimu lahir anak-anakku. Malu lho sayang sama bapak dan ibumu kita berantem gini.
Aku balik ya ...
Aku rasa cukup sekian saja surat dariku. Capek aku nulis panjang kayak gini padahal aku sudah tahu kamu akan malas membacanya. Titip salamku untuk anak-anak kita. Semoga kamu dan anak-anak diberi kebahagian dan selalu baik-baik saja di sana.
Tertanda,
Tatang Semen
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Untukmu
Historia CortaYang tak terkatakan, hanya bisa disampaikan lewat tulisan