3. Sisi lain Anin

2.4K 233 16
                                    

Silakan tinggalkan jejak agar aku semangat up bab berikutnya.




Anin menatap gedung tinggi di depannya dengan takjub. Saat ini mereka sudah tiba di Jakarta. Untuk pertama kalinya ia menginjakkan kaki di sini dan ia sangat dibuat terpukau.

Selama ini ia hanya melihat Jakarta dari tv, tak menyangka bahwa sekarang ia akan tinggal di sini untuk seterusnya. Agak aneh menurut Anin karna ia sudah terbiasa tinggal di desa, tapi ia berjanji sebisa mungkin untuk coba menyesuaikan diri.

"Kita akan tinggal di salah satu unit apartemen ini," jelas Gio yang berdiri di sampingnya.

Anin pun menoleh, namun baru saja ia ingin menjawab ucapan Gio, laki-laki itu sudah melangkahkan kaki terlebih dahulu memasuki gedung, membuat Anin mau tak mau harus ikut melangkahkan kaki mengikuti suaminya itu.

"Mas, rumahnya keren, pasti mahal bayar sewanya yah," ucap Anin saat mereka ada di lift menuju lantai 12.

Gio menoleh singkat pada Anin kemudian hanya bergumam memberikan jawaban. Padahal apartemennya bukan di sewa lagi, tapi karna terlalu malas menanggapi, Gio enggan memberi jawaban lebih.

Ting...

Lift berhenti dan pintunya terbuka otomatis, Gio melangkahkan kaki keluar, Anin pun tetap setia mengekor di belakangnya sambil membawa tas yang berisi baju-bajunya.

Tas itu tak terlalu berat, Anin bahkan bisa membawanya dengan santai karna Anin tak punya begitu banyak baju untuk di bawa dari kampung.

Saat mereka tiba di depan pintu unit Gio dan laki-laki itu membukanya, Anin ternganga melihat bagian dalam apartemen suaminya itu. Cantik, bersih dan rapih. Anin pernah melihat hal-hal seperti ini di tv, tapi tak menyangka saat menginjakkan kaki langsung, ternyata rasanya jauh berbeda dari hanya sekedar menonton.

Ia akan tinggal di sini mulai hari ini? Anin tak percaya orang kampung sepertinya berkesempatan merasakan hal-hal seperti cerita Cinderella. Jadi, Anin patut sedikit bersyukur.

"Kamu lelah kan?" tanya Gio saat mereka sudah tiba di dalam dan duduk di sofa.

Anin mangguk-mangguk menjawab pertanyaan Gio. Ia memang tadi sempat berkata lelah di mobil saat perjalanan dari kampung ke Jakarta, tapi Gio hanya diam dan tidak menghiraukan ucapannya. Anin kira laki-laki itu tak peduli, tapi ternyata Gio bertanya sekarang.

"Kalau gitu istirahatlah dulu di kamar."

"Bolehkah?" tanya Anin ragu-ragu.

"Kalau nggak boleh, aku nggak akan menawarkan."

Gio sedang membiasakan diri bicara nonformal pada Anin. Bagaimanapun akan aneh rasanya bicara formal pada istri sendiri, Gio kurang menyukainya.

"Tapi Anin nggak tau kamarnya di mana."

"Ayo aku antar."

Setelah itu Gio sudah melangkahkan kaki menuju kamar. Anin pun dengan setia mengikuti laki-laki itu dari belakang.

Saat sudah sampai di kamar yang Gio maksud, Anin semakin ternganga takjub lagi karna dari kamar ini ia bisa melihat pemandangan di luar dari tembok kaca yang luas. Sangat cantik.

Anin jadi merasa ia seperti ada dalam dunia fantasi hanya karna ia bisa melihat pemandangan gedung-gedung tinggi dari ketinggian.

"Wahhh," gumam Anin tak sengaja. Gio mendengarnya tapi tak mengacuhkan.

Jodoh DadakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang