8. Baikan

2.4K 198 27
                                    

Anin masuk ke kamar dan menemukan Gio yang tengah duduk di tepi ranjang dengan wajah dinginnya. Hati-hati Anin melangkahkan kaki mendekati suaminya itu kemudian duduk di sebelah Gio.

Anin meremas kedua tangannya bergantian, rasa ingin menyapa kuat tapi ia takut membuat laki-laki itu semakin marah. Akhirnya tak ada yang bisa ia lakukan selain hanya duduk menunggu Gio yang membuka obrolan terlebih dahulu.

Tapi ternyata laki-laki itu hanya diam. Gio tak berniat membuka suara sedikitpun. Ia mengabaikan keberadaan Anin dan kini malah beranjak menuju lemari.

Anin memperhatikan setiap pergerakan Gio dalam diam. Suaminya itu tampak mengeluarkan dompet dari saku celana kemudian meletakkannya di lemari. Setelahnya ia mengambil baju ganti dan membawanya ke kamar mandi. Anin yakin, Gio pasti mau mandi.

Ia pun menghela nafas sedih. Ternyata ini kehidupan rumah tangga? Ada pertengkaran yang rasanya tidak menyenangkan. Hati Anin terus kepikiran hingga membuatnya gundah.

Anin tak suka diam-diaman lama dengan Gio. Ia juga tak suka melihat laki-laki itu kembali dengan wajah dingin setelah beberapa lama ini lumayan menampakkan kehangatan padanya. Apalagi wajah marah Gio tadi, itu masih terngiang-ngiang di pikirannya dan membuatnya takut.

Anin jadi rindu kampung. Ia rindu Ayah dan Ibu, ia rindu suasana rumahnya yang kecil, ia rindu kerja di sawah. Entah mengapa ia jadi merindukan semua itu saat ia bertengkar dengan Gio.

Anin ingin pulang kampung. Anin tidak kuat hidup di kota kalau diabaikan seperti ini. Menurut Anin lebih baik tinggal di kampung asal bisa bebas mengekspresikan dirinya sebagaimana biasanya, tidak seperti tinggal di sini yang mana Anin takut melakukan kesalahan.

Tapi.. Bagaimana caranya?

Anin terdiam sejenak. Tiba-tiba saja ia menoleh ke arah lemari saat satu pikiran bodoh terlintas di pikirannya.

Bagaimana kalau ia mengambil uang Gio saja? Mumpung laki-laki itu lagi mandi, Anin bisa ambil setidaknya beberapa ratus ribu di dompet Gio. Lagipula Anin janji akan mengembalikannya nanti setelah tiba di kampung.

Maka itu, dengan cepat Anin bangkit berjalan ke arah lemari. Ia mengambil dompet yang sebelumnya diletakkan Gio kemudian membukanya.

Ada banyak uang ratusan ribu dan berbagai kartu-kartu yang tak Anin pahami sama sekali. Ia meneguk salivanya susah payah sebelum kemudian mengambil dua lembar uang berwarna pink.

Tangan Anin bergetar parah, keringat di dahinya menumpuk. Ini adalah pencurian pertama yang pernah dilakukan Anin seumur hidupnya, rasanya mendebarkan dan sanggup membuat jantung ingin meledak.

Sampai akhirnya suara itu terdengar dan seketika membungkam pergerakan Anin.

"Ngapain kamu?"

Syok, dengan polosnya Anin membalik tubuhnya hingga menghadap ke arah Gio sambil menggenggam dompet laki-laki itu.

"An-Anin...."

Mati. Rasanya seluruh sendi Anin hampir mati. Jantungnya seperti berhenti berdetak, tapi anehnya dia masih bisa bernafas.

"Kamu mencuri uang?"

Anin menggeleng-geleng cepat, tapi kemudian mengangguk pelan. Ia tak bisa menyangkal, bukti sudah ada di depan mata. Anin melap air matanya yang tiba-tiba saja jatuh, entah mengapa ia jadi cengeng dan ingin menangis.

Anin ketakutan, apakah setelah ini ia akan dipenjara?

"Anin bukan mau nyuri, Mas. Hiks.. Hiks..." Tiba-tiba saja Anin terisak.

"Lalu?" Gio melirik uang dua ratus ribu yang ada digenggaman Anin.
"Itu yang di tangan kamu apa namanya?"

Anin semakin mengeraskan tangis setelah mendengar ucapan Gio yang seperti menuduh. Belum lagi tatapan laki-laki itu yang sangat tajam dan mengintimidasi.

Jodoh DadakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang