Gio kembali ke apartemen setelah selesai belanja di supermarket. Saat kakinya melangkah masuk ke dalam, ia melihat Anin sudah duduk di sofa ruang tengah sambil menunggunya.
"Mas Gio kok lama?" tanya Anin sambil beranjak dari duduk lalu menghampiri Gio yang tengah berjalan menuju dapur.
"Cuma 20 menit doang. Itu nggak lama," jawab Gio cuek.
"Tapi Anin takut. Anin kira Mas Gio bakal ninggalin Anin sendiri di sini," ucap Anin dengan nada sedih.
Gio tak menanggapi ucapan Anin. Ia mulai sibuk menyusuni bahan masakan satu persatu ke dalam kulkas, menyisakan beberapa bahan lagi untuk dimasak sekarang di atas meja.
"Kamu kenapa nggak istirahat?" tanya Gio tiba-tiba membuat Anin terkesiap.
"Tadi udah coba, tapi nggak bisa karna Mas Gio nggak di rumah."
"Kenapa kalau aku nggak di rumah?"
"Anin takut Mas Gio pergi dan ninggalin Anin sendiri. Ini kan kota, kalau Mas Gio ninggalin Anin, Anin nggak tau lagi harus gimana. Anin gak kenal siapapun di sini," jelas Anin jujur.
Gio pun berbalik kemudian menyentil dahi Anin. "Bodoh, Kamu kira aku sejahat itu?"
Anin menggeleng-gelengkan kepala. Gio kembali sibuk dengan kegiatannya. Lalu setelah beberapa saat kemudian, ia tiba-tiba bertanya lagi, "kamu bisa masak?"
"Nggak," jawab Anin.
"Kenapa?" tanya Gio santai. Tak terlihat kaget sedikitpun meski ia bingung kenapa gadis kampung seperti Anin tak bisa memasak.
"Anin pernah masak, tapi karna semuanya gosong, Ibu jadi larang Anin buat masak lagi. Padahal Anin sering liat-liat Ibu kalau masak. Tapi Anin nggak pintar-pintar."
Gio mengangguk paham. Ia tak berusaha bertanya lebih banyak lagi karna sudah cukup tercengang dengan fakta-fakta tentang Anin.
Gadis kampung pekerja keras, tapi manja.
Bekerja di sawah, tapi memiliki kulit halus dan putih.
Sekarang pernah memasak, tapi tak pintar-pintar.
Gio tak tau ada berapa banyak lagi kejutan tentang Anin. Yang pasti, Gio tak begitu mempermasalahkan semua itu.
Meskipun kebanyakan orang mempunyai Istri agar ada yang mengurus, tapi bagi Gio mempunyai Istri adalah tentang bagaimana ia mengurus Istrinya.
Setelah Gio selesai menyusun belanjaan di kulkas, ia menatap Anin kemudian bertanya mengenai luka di punggung Anin. Karna gadis itu mengatakan masih sakit, lantas Gio mengajaknya untuk mengobati luka Anin terlebih dahulu.
Mereka berjalan menuju sofa. Gio sudah membawa kotak P3K di tangan. Setelah tiba di sofa, Gio menyuru Anin menyingkap dasternya ke atas. Anin melakukan sesuai perintah Gio.
Dan terpampanglah lagi punggung mulus Anin yang menghadap ke wajah Gio. Laki-laki itu sempat menelan saliva namun berusaha mengontrol diri. Ia kemudian bertanya, "kamu nggak bisa pake bh yah, Nin?"
"Iya, Mas. Tadi Anin coba, tapi ternyata sakit kena luka Anin. Jadi Anin lepas lagi. Nggak papa kan Mas kalau nggak Anin pake?"
Gio merutuk mendengar pertanyaan polos Anin. Tapi ia mengiyakan saja meski jelas sangat terganggu karna hal itu.
"Hm.. Gak papa."
Gio kemudian fokus mengolesi punggung Anin dengan salep luka bakar. Sesekali ia akan meniup punggung Anin, berusaha membuat gadis itu merasa sejuk.
Setelah selesai, ia kembali menurunkan daster Anin ke bawah. Lalu gadis itupun memutar tubuh ke arahnya dan sejenak mereka terdiam saling tatap.
Gio memperhatikan wajah manis Anin yang begitu polos. Gadis itu memiliki bentuk pipi mungil dengan hidung mancung, bibir tipis, dan alis rapih. Di pipi sebelah kanan terdapat tahi lalat yang membuat kadar kemanisan gadis itu semakin bertambah dua kali lipat. Gio yakin, akan banyak perempuan merasa iri melihat kecantikan Anin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Dadakan
General FictionDisarankan membaca Zeino family seri pertama dulu. Pernikahan paksa (Istri Rahasia). Gio Zeino, lelaki berusia 22 tahun yang sangat sial. Mendadak dapat jodoh disaat ia tak pernah memimpikan sebuah pernikahan di usia muda, apalagi yang jadi istrinya...