Be mine chapter tiga| hari H
Selepas salat maghrib, Rara mempersiapkan dirinya untuk ikut pada acara orang tuanya.
Dia memoles tipis wajahnya dengan make up serta lip balm pada bibirnya. Dia kembali memperhatikan penampilannya, setelah dirasa pas diapun turun. Menyusul mama papanya yang telah siap di halaman rumah.
"Ayo, Ra ... nanti kita telat." Tukas Hendra.
"Iya, pa." dengan setengah berlari Rara menghampiri Ifa dan Hendra yang sudah siap di mobil.
Mobil itupun melaju membelah jalanan Kota Jakarta yang padat. Dan membuat mereka terjebak macet. Rara melirik pengendara lainnya dari balik kaca jendela yang gelap. Membosankan. Mereka terjebak macet yang cukup panjang malam ini.
Setelah beberapa menit terjebak macet, mobil merekapun akhirnya berhasil keluar dari sana. Mereka sampai di tempat tujuan sedikit terlambat karena macet. Pandangan Hendra menelusuri seluruh ruangan. Mencari seseorang.
"Nah, akhirnya ketemu." seru Hendra berbinar.
Mengagetkan Ifa dan Rara. Hendra menghampiri pasangan paruh baya tersebut. Disusul Ifa dan Rara di belakangnya.
"Adelia." Panggil Ifa menghampiri wanita itu.
"Eh, Ifa. Akhirnya kamu datang juga." Ujar wanita yang dipanggil Adelia itu, sembari memeluk Ifa.
"Ya datanglah ... maaf ya kita telat. Tadi kejebak macet." Ucap Ifa merasa bersalah.
"Udahlah, yang penting kalian udah dateng."
Hendra, Rara, dan seseorang pria paruh baya itu hanya melihat interaksi kedua wanita di hadapan mereka.
"Gini, nih, Yan. Kalo udah ketemu, kita dilupakan." Sindir Hendra sambil melirik kedua wanita tersebut.
Mereka hanya menoleh sebentar, lantas tak mengindahkan sindiran Hendra.
"Eh, ayo duduk. Masa mau berdiri terus." Adelia mempersilakan keluarga kecil itu duduk.
"Del, kenalin, ini anak aku. Namanya Zahra." Kata Ifa memperkenalkan putrinya kepada Adelia.
Rara tersenyum sembari mencium punggung tangan Adelia dan Vian dengan sopan. "Zahra, om, tante."
"Ooo ... ini anak kamu, Fa? Cantic." Puji Adelia sukses membuat Rara tersipu malu.
Sejenak, kedua orang tua itu berbincang-bincang ringan tentang bisnis dan tentang anak dari Adelia yang tak kunjung datang. Rara memilih memainkan ponselnya, guna membunuh rasa bosan yang perlahan datang.
Sangking asyiknya bermain ponsel, sampai dia tak menyadari kedatangan seseorang yang entah dia benci atau sebaliknya.
"Selamat malam," sapanya sopan, mampu mengalihkan pandangan semua yang ada di meja tersebut. Kecuali Rara.
"Nah, datang juga nih anak." Ujar Adelia.
"Maaf, saya datangnya telat." Katanya meminta maaf.
Ifa tersenyum menanggapi, menatapnya hangat. "Nggak papa. Ayo kamu duduk."
Rara masih saja bermain ponselnya, sampai sesuatu yang ingin keluar menginterupsinya. Diapun izin ke mamanya untuk ke toilet sebentar. Dia beranjak, tanpa menoleh ke arah cowok yang telah duduk di hadapannya.
Sekembalinya dari toilet, netranya menatap sosok yang tak asing duduk di samping Adelia. Dia mengernyit bingung. Kenapa cowok menyebalkan ini berada disana. Rara menghedikkan bahu tak peduli. Dia menganggap seolah-olah apa yang berada dihadapannya adalah makhluk halus.
Obrolan berhenti sejenak, karena makanan pesanan mereka datang. Selama makan malam, pandanga Rara sesekali melirik cowok yang berada di depannya itu. Menatapnya sekilas, lantas kembali focus ke makanannya.
"Ehem, Ra. Tujuan kita bertemu disini karena ingin menjodohkan kamu dengan anaknya tante Adelia." Ucap Ifa lembut.
Rara yang saat itu meminum jusnya, spontak tersedak mendengar perkataan mamanya.
"Hah? Dijodohkan?" Rara mengulangi kembali perkataan mamanya. Takut jika dia salah dengar.
"Iya, sayang."
"Tapi Ra bisa cari sendiri, tanpa harus di jodohkan." Bantah Rara lembut.
Ifa tersenyum hangat menatap Rara. "Ini yang terbaik, Ra. Mama nggak mau kamu salah pilih."
Rara diam. Menatap mamanya tak percaya. Bagaimana bisa di era sekarang, dia harus dijodohkan.
"Bagaimana?" tanya Ifa menatap putrinya sayang.
"Ra ikut mama aja. Asalkan mama bahagia." Ujar Rara dengan senyum yang dipaksakan.
Ifa senang mendengar pernyataan Rara. tak lupa dengan suami serta calon besannya yang juga ikut senang.
"Kamu mau nggak sama dia?" tanya Adelia beralih menatap putranya.
Rara melirik cowok itu. Dia tampak berfikir akan jawaban yang akan dia lontarkan kepada mamanya. Dan Rara berharap dia menolak perjodohan ini.
"Mau, ma." Jawab cowok itu berhasil membuat Rara tercengang.
Bagaimana bisa? Ah... menyebalkan.
Kedua orang tua itupun tersenyum senang mendengarnya. Mereka kembali membahas tentang perjodohan itu. Rara memilih memainkan ponselnya kembali, setelah sebelumnya melirik tajam cowok yang berada di hadapannya.
Acara itu selesai satu jam kemudian. Rara mendesah lega, setelah berada di suasana yang menyebalkan baginya. Diapun memutuskan segera beristirahat. Setelah mengganti baju dan membersihkan dirinya.
Dia melempar badannya ke Kasur, dan segera memejamkan matanya. Menuju alam mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Mine
Teen FictionZahra cahya aulia. Gadis cantik yang masih berusia tujuh belas tahun itu terpaksa harus menikah diusianya yang masih sangat muda. Karena tak ingin membuat sang orang tua kecewa, diapun menyetujui perjodohan nya dengan pria pilihan mamanya yang tak l...