Be mine chapter enam | pindah rumah
Rara menatap rumah –minimalis— itu dengan tatapan kagum. Tidak besar, tetapi cukup untuk ditinggali oleh dirinya dan Kevin. Dengan cat dominan cream itu terlihat asri dan cantik secara bersamaan.
Sementara itu, Kevin tengah disibukkan dengan dua koper besar yang menurutnya menyusahkan. Apalagi sang empu tak berinisiatif membantu.
Kevin mengeluarkan decakannya, ketika menatap sang istri yang telah menyusahkannya.
“Bantuin napa! Gak guna banget lo!” tegur Kevin dengan nada kesal.
Rara berdecak, menatap kesal kearah Kevin, kemudian melangkah menghampiri Kevin yang masih ngedumel nggak jelas.
“Eh, ngomong-ngomong, barang-barang gue masih banyak yang ketinggal dirumah. Abis ini kita ambil, ya.”
“Ogah! Ambil sendiri sana, gue capek!” tolak Kevin.
Rara lagi-lagi mendecak, “jahat banget lo ama gue,” gerutu Rara sebal.
Bibirnya maju beberapa senti dari tempat seharusnya. Sedangkan Kevin menatap jengah cewek yang statusnya kini menjadi istrinya.
“Ada bayarannya tapi. Semua nggak gratis.”
Rara mengerucutkan bibirnya ketika mendengar perkataan Kevin. “Apa?”
Kevin tersenyum simpul mendengar itu. berbagai rencana jahat terlintas di otaknya. Dia berniat mengerjai istrinya kali ini.
“Kaya lo nggak ngerti aja,” tutur Kevin seraya menaik turunkan kedua alisnya.
Hal itu menciptakan guratan halus di dahi Rara, menatap sang suami dengan tatapan bingung.
“Apa?”
Decakan kembali lolos dari bibir Kevin. dia tak habis fikir, betapa polosnya cewek dihadapannya saat ini. “Jatah gue!” ujar Kevin ketus.
Seringaian yang sempat muncul di bibir Kevin, kini menghilang. Paras rupawan Kevin kembali menampilkan raut datarnya sambil menatap tajam kearah Rara.
“Jatah? Jatah apaan, gue nggak ngerti.” Rara menatap Kevin bingung. Tak bisa menangkap arti kata yang dilontarkan Kevin.
“Nggak! Nggak jadi. Males gue njelasin ke orang yang bego!” ujar Kevin sarkas.
“Heh! gue nggak bego dodol! Emang lo aja yang ngomongnya nggak jelas.” Bantah Rara tak terima
Kevin menghedikkan bahu lalu beranjak masuk ke rumahnya. Meninggalkan Rara yang masih tersulut emosi. Rara yang melihat itupun segera menyusul Kevin. dengan kaki yang dihentak-hentakkan karena kesal.
“Kamar gue mana?” tanya Rara ketika mereka berada di lantai dua.
Kevin menunjuk salah satu kamar yang ada di hadapannya. Tanpa bertanya lagi Rara melangkah menuju kamar yang ditunjuk Kevin dan segera masuk dengan membawa koper besarnya. Dia menaruh isi kopernya di tempat yang seharusnya. Mulai dari skincare, make up, dan lain-lain.
Ditengah-tengah kegiatannya, Kevin masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Menatap gadis yang tengah sibuk merapikan barang-barangnya.
“Jadi ambil barang lo, nggak?” tanya Kevin berhasil menghentikan Rara dari kegiatannya.
Dia tersentak mendengar suara baritong yang menggema di seluruh penjuru kamarnya. Membuatnya menoleh, menatap wajah datar Kevin dengan tatapan kaget.
“Ngagetin aja lo! kalo masuk ketok pintu dulu kek, salam kek. Nggak main masuk aja!” protes Rara kesal.
“Bawel lo! jadi kagak? Keburu berubah pikiran gue.”
“Iya deh, iya.”
Rara mengalah, kemudian beranjak dari tempatnya. Merapikan rambutnya yang sedikit berantakan lantas berjalan keluar. Mengikuti langkah Kevin.
Selama dalam perjalanan, keduanya tak membuka suara. Kevin fokus menyetir, sedangkan Rara sibuk berbalas pesan dengan sahabat-sahabatnya.
Lima belas menit mereka tempuh dengan mobil, akhirnya sampai juga. Kevin memarkirkan mobilnya di halaman rumah Ifa. Rara segera turun dan berjalan masuk ke dalam rumah.
“Assalamua’alaikum, mama.” Teriak Rara. suaranya menggema sampai di telinga Ifa yang berada di dapur.
Ifa yang mendengar itu terpogoh-pogoh menghampiri Rara. “Wa’alaikum salam, eh ada tamu.” ujar Ifa sembari tersenyum menggoda.
“Apaan sih, ma. Anak sendiri dibilang tamu. Ini, kan masih rumah aku.” Rara menggerutu menyahuti.
“Ini sekarang rumah mama papa, kamu, kan udah punya rumah sendiri.” Ujar Ifa lagi. Masih belum puas menggoda putri kesayangannya.
Bibir Rara mengerucut mendengar godaan Ifa.
“Udah ah, sebel aku sama mama.” Rara melengang pergi menuju kamarnya. Meninggalkan Kevin serta mamanya di ruang tamu.
Sementara dia membereskan beberapa baju, skincare, dan make up yang akan dia bawa di rumah barunya.
Setelah menyelesaikan tugasnya, Rara turun ke lantai satu dengan mententeng satu tas besar. Dia melangkah mencari Ifa serta Kevin yang luput dari pandangannya. Rara mengelilingi penjuru rumah, dan menemukan mereka yang tengah asyik berbincang di taman belakang rumah.
“Yuk, pulang!” ajak Rara
Spontan membuat Ifa dan Kevin menoleh bersamaan.
“Buru-buru banget, Ra,” tegur Ifa.
“Iya, ma. Belum selesai beres-beres soalnya.” Jawab Rara seadanya.
Ifa bergumam dengan mengangguk mendengar jawaban Rara. sedetik kemudian mengantar anak serta menantunya ke depan. “Hati-hati nyetirnya,” ujar Ifa ketika Rara dan Kevin menyalimi punggung tangannya bergantian.
“Sering-sering kesini lho, Ra.” Sambungnya lagi.
Rara mengangguk mengiyakan. “Iya, Ma. Ra pamit dulu.” Pamit Rara melangkah menuju mobil yang sudah ada Kevin yang menunggunya.
Dalam perjalanan Rara memainkan ponselnya demi membunuh rasa bosannya. Sedangkan Kevin fokus dengan jalanan. Tidak ada percakapan diantara keduanya.
Kevin melirik Rara sekilas, mendapati Rara tersenyum tak jelas sambil menatap ponselnya.
“Lo gila? Senyum-senyum sendiri,” tegur Kevin berhasil mengalihkan pandangan Rara dari ponsel.
Rara berdecak mendengarnya. Sedetik kemudian kembali menatap ponsel yang berada di genggamannya. Tanpa perlu repot-repot membalas Kevin. hari ini dia tidak mood berdebat dengan laki-laki menyebalkan disampingnya.
Lima belas menit kemudian, mobil Kevin terparkir manis di halaman rumah baru mereka. dengan sigab Rara turun dan mengambil kopernya. Melanjutkan berberes barangnya agar cepat selesai.
Dalam kesibukan masing-masing, tiba-tiba ponsel Kevin berdering. Menampilkan dua belas digit angka asing di layarnya.
Tanpa fikir panjang Kevin menekan tombol hijau dan menempelkan benda tipis itu di telinga.
“Halo.” Sapa seseorang dari seberang telepon.
“Ya, ini siapa?”
“This is right Kevin?”
Kevin hanya menggumam sebagai jawaban.
“It’s me Kevin, remember?”
“Siapa? Salah sambung kali.” Ujar Kevin menyahuti.
“No, no, no Kevin, no. it’s me Selena.”
Jawaban seseorang dari seberang telpon berhasil membuat Kevin terkejut. Dia masih ingat nama itu. nama yang mengisi masa-masa indahnya di bangku SMP.
“Selena siapa? Gue nggak kenal.” Elak Kevin lau mematikan sambungan secara sepihak.
Kevin menyandarkan punggungnya di sofa ruang tengah. Fikirannya melayang bebas memikirkan panggilan beberapa saat lalu. Spontan membuatnya merasa ditarik kembali ke masa saat mereka masih bersama. Tawa Selena yang membuatnya bertambah cantik. Senyum nya yang mampu memikat Kevin sampai dia bertekuk lutut pada seorang perempuan. Sampai saat keduanya harus berpisah ketika Selena memberitahukan bahwa dia akan melanjutkan pendidikan di luar negeri.
Hal itu berhasil membuat Kevin jatuh pada titik terendahnya. Dia tidak masalah jika harus berhubungan jarak jauh, namun tidak untuk Selena. Dia melepaskan Kevin. tak ingin membuat laki-laki yang dia cinta menunggu ketidakpastian darinya.
“Kesambet setan sukur lo! ngelamun mulu.” Tegur Rara sukses mengembalikan Kevin ke realita.
Kevin berdecak kesal, melirik Rara sinis. “Ganggu banget lo.”
Rara menghedikkan bahu lantas melangkah duduk di sofa samping Kevin. menyalakan televise dengan santainya. Tidak mengindahkan tatapan Kevin yang seakan ingin melemparnya ke atas genteng.
“Ngapain lo disini?” tanya Kevin masih dengan tatapan sinisnya.
“Lo buta? Nggak liat gue lagi nonton tv?” jawab Rara sarkas tanpa mengalihkan tatapannya dari layar televisi.
Lagi-lagi Kevin berdecak kembali dalam kurun waktu kurang dari tiga puluh menit.
“Emang susah bicara sama orang bego,” gumam Kevin lirih namun masih bisa didengar Rara.
Reflek Rara menoleh, menajamkan tatapannya kearah Kevin. “Maksud lo apa? lo nyindir gue, hah?” protes Rara tak terima.
“Sukur deh kalo ngerasa.” Sahut Kevin dengan santainya.
Rara mendelik mendengar jawaban Kevin. Emang suami tidak tau diuntung. Batin Rara kesal.
“Lo ngajak ribut mulu! Seharusnya lo bersyukur nikah sama gue. Gini-gini gue banyak yang ngantri.” Ujar Rara membanggakan dirinya.
Kevin terkekeh geli mendengar perkataan Rara barusan. “Bersyukur? Yang ada gue apes, dapat istri bego kaya elo.” ledek Kevin masih dengan kekehannya. Membuat emosi Rara naik seketika.
Dia menjambak rambut badai Kevin sekuat tenaganya. Membuat sang empu meringis kesakitan sambil memohon.
“Arghh… sakit Rara. lepasin!” erangnya mencoba menjauhkan tanganku dari rambut badainya.
Rara tersenyum setan melihat Kevin meringis kesakitan. Menghadirkan rasa senang tersendiri di dalamnya.
“KDRT lo sama suami sendiri.” Ujar Kevin masih dengan raut wajah yang sama.
Setelah cukup puas melihat penderitaan Kevin, Rara menarik tangannya agar menjauh dari kepala Kevin. senyum senang terbit di bibir mungilnya. Sedangkan sang suami menatap kesal pada Rara yang telah menyakitinya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Mine
Teen FictionZahra cahya aulia. Gadis cantik yang masih berusia tujuh belas tahun itu terpaksa harus menikah diusianya yang masih sangat muda. Karena tak ingin membuat sang orang tua kecewa, diapun menyetujui perjodohan nya dengan pria pilihan mamanya yang tak l...