Memoria. I

120 29 1
                                    

Hayukk vote dulu, gratis kok nggk bayar🙆

Hayukk vote dulu, gratis kok nggk bayar🙆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...
Happy Reading 🍁

"Apa kau mencintaiku seperti aku mencintaimu?"

Kalimat itu meluncur dari bibir bergetar wanita cantik bergaun putih. Rambutnya menjuntai panjang dengan sanggul seperti putri kerajaan cina jaman dahulu, ada hairband yang melingkari kepalanya terbuat dari permata.

Dadanya berdebar tatkala menunggu kepastian dari sosok pria gagah berbalut serba putih yang berada di atas singgasana. Singgasana perak bertabur permata.

Ini adalah tempat di mana para pangeran langit berada, sang archangel. Malaikat tertinggi.

Raphael atau makhluk bumi menyebutnya sang malaikat penyembuh pembawa kesejahtraan.

Sosoknya luar biasa tampan nan rupawan dengan mahkota berbentuk daun melingkari kepalanya. Rambutnya berwarna silver terang, matanya tajam dan memiliki iris abu kebiru-biruan. Tubuhnya bersinar memancarkan aura keindahan bersama sepasang sayap besar di balik punggung kokohnya.

"Kau adalah jiwaku dan milikku itu sudah cukup menjawab atas pertanyaanmu, Mi novia," katanya dengan lembut. Bibir tebal dengan mole kecil itu mengeluarkan suara yang begitu khas.

Namun wanita cantik di bawah singgasananya mendesah kecewa lantaran tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan hatinya. Ia hanya butuh kepastian ia tak suka hanya di kalaim sebagai hak milik. Dirinya bukan benda yang hanya dimanfaatkan keberadaanya.

Cintanya seperti bertepuk sebelah tangan.

"Itu bukan jawaban yang aku mau Lord, karena aku butuh pengakuanmu, selama ini kau hanya mengeklaimku." Wanita itu hampir menangis. Dadanya sesak.

Sosok gagah itu berdiri dari singgasananya untuk menghampiri belahan jiwanya. Memeluknya dengan lembut. "Aku tidak tahu apa yang aku rasakan, tapi aku tidak suka melihatmu bersedih, Mi novia. Tolong jangan menangis aku menyanyangimu."

Lagi-lagi kalimat itu, apa mengatakan aku mencintaimu sesulit itu? Rasanya dadanya sesak sekali seakan dihimpit dengan sesuatu yang keras.

Air matanya melunjur, berderai membasahi pipi mulusnya.

Hyojoo terbangun begitu merasakan dadanya sesak dan pipinya basah. Mimpi itu datang lagi. Ia seperti mengenali sosok dalam mimpi itu, pria tampan berambut silver dan bermata abu kebiruan, namun sayangnya ketika bangun ia melupakan wajah tampan yang duduk di atas singgasana itu. Entahlah sosoknya begitu memanggu Hyojoo, seakan ia benar-benar mengalaminya.

Mimpi atau sungguhan nyata?

Hyojoo berusaha bangkit dan menghapus air matanya, menyentuh dadanya yang nyeri entah kenapa itu sakit sekali walaupun hanya mimpi. Menepuk dadanya untuk dapat bernafas normal namun nihil, rasanya tetap sesak dan membuatnya ingin menangis.

ꜰᴏᴇᴅᴇʀɪꜱ || ᴋᴛʜTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang