Saat semua tak jalan sesuai ekspetasi, disitulah biasanya akan timbul kekecewaan. Seperti sekarang, arumi hanya menyimak jaemin yang tengah bertelepon ria.
"Halo, by." Ucap jaemin untuk seseorang yang ada di sebrang telepon.
"..."
"Ohh, oke-oke."
"..."
"Iya tunggu aja, sayang~ babay.." selepas mematikam handphonenya, lelaki berjaketkan denim ala-ala dilan itu mengalihkan atensinya pada gadis yang setia menatapanya dengan tatapan sinis itu.
"Rum, pulang dewek ya." Ucap jaemin yang baru saja ke kelasnya, katanya lelaki itu hendak mengajak arumi pulang bersama sekalian makan.
Namun tak jadi, lantara pacar kesekiannya jaemin tiba-tiba meneleponnya.
Arumi memakai tas nya, lantas menghela nafasnya pelan. Kecewa? Oh jelas, sudah di janjikan pulang bersama namun berakhir tak jadi. Arumi jadi merasa seperti diberi harapan palsu. "Yaudah.." Pasrah arumi akhirnya.
"Lo pulang ama siapa??"
"Ama jeno." Jawab arumi enteng yang membuat mata jaemin melotot.
"Ga usah ganjen lo!"
Mulai, jaemin kembali berulah. Bukankah egois saat ia mengencani banyak gadis, namun terus melarang arumi untuk dekat dengan siapapun. Bahkan jeno saja tak boleh.
"Dih, sewot amat lo! Wajar lah ganjen, jeno ganteng, baik, pinter pula. Paket plus."
"Terserah, pulang ama renjun aja jangan ama jeno." Larang jaemin seraya melipat tangan di depan dada, dengan wajah yang dibuat imut itu menatap arumi memohon.
"Gue pulang ama renjun? Kebakar gue bisa-bisa ama omongannya."
Jaemin menghela nafasnya kasar, ia pikir benar juga. Renjun 'kan lidahnya berendam bon cabai setiap hari. "Yaudah haechan."
"Gue lagi ga mau nge-prank malaikat ya." Ucap arumi penuh penekanan, haechan saat membawa motor memang layaknya di kejar-kejar setan. Bisa-bisa jantung arumi jatuh ke lambung gara-gara kaget.
"Yaudah sama siapa kek, rum. Asal jangan sama jeno, yaa." Jaemin mempoutkan bibirnya kali ini menatap arumi layaknya anak kecil yang ga di kasih nenen.
Astaghfirullah.
Arumi menatap jaemin risih. "Apaan sih? Lagian emang jeno kenapa si, na." Ucap gadis itu sedikit sewot.
"Jeno tuh ga beda jauh dari gue, lo ga mau kan masuk list korban jeno." Mendengar jawaban jaemin tiba-tiba gadis itu tertawa.
"Astaga, rum. Gue serius, kenapa ketawa coba!"
"Lucu tau ga si lo, Na."
"Lo bilang lo sama jeno ga beda jauh, dan lo khawatirin gue takut jadi korban jeno. Naaa.., lo harus sadar. Gue selama ini temenan sama lo, si casanova yang tiap hari ngomong nya itu selalu aja ada gombalnya. Gue kebal, ga akan semudah itu jatuh ke sembarangan orang. Apa lagi jeno juga sahabat kita, ya kali."
Menyimak penuturan panjang arumi, jaemin diam sejenak. Sampai akhirnya handphonenya bunyi.
"Gue duluan ya" pamit jaemin setelah mengakhiri sambungan teleponnya, arumi yang tak bisa apa-apa, akhirnya hanya bisa mengangguki ucapan jaemin.
Gadis itu menatap punggung lebar jaemin, sampai akhirnya lelaki itu meghilang diujung pintu.
Jaemin itu memang baik, wajar kalau dia khawatir pada arumi. Namun gadis itu takut salah maksud, takut salah megartikan kebaikan jaemin dengan arti lain.
"Kak arum.." suara lembut namun lebih mendominasi berat itu menyadari arumi dari lamunan.
"Ini beneran mau pulang bareng 'kan? Aku kaget tiba-tiba kakak ngechat." Tanyanya diiringi senyum yang arumi angguki tentu saja dengan senyuman.
"Iya, chan.."
Ya betul, arumi berbohong pada jaemin. Ia tak pulang bersama jeno, melainkan pulang bersama sungchan. Adik kelas jangkung, yang akhir-akhir ini ngintilin arumi.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaemin The Casanova
Fanfiction❝ Katanya playboy, kok malah merangkap jadi sadboy? ❞ Highest rank #1 in playboy [210611] #1 in kpopff [210618] © 2O21, dera123_