6.

5.6K 619 20
                                    

   Hari berbeda dengan keadaan yang sama Lalisa lewati. Meski Jungkook sudah kembali tapi Lalisa tetap di bully oleh Naeun. Dahulu saat ada Jungkook Naeun tak akan berani membully nya, tapi sekarang Naeun lebih berani. Dia melakukan pembullyan saat Lalisa tak bersama Jungkook.

Memasuki mansion saat pukul sembilan malam. Kakak kakak nya sedang bercanda ria di ruang keluarga.

"Unnie~" Lalisa memanggil kakak nya dengan suara yang kecil tapi cukup untuk bisa di dengar para kakak nya.

Mereka berbalik lalu melihat Lalisa dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Bolehkah aku bermain bersama kalian? Aku merindukan pelukan hangat mu Jennie unnie. Aku merindukan ciuman manis mu jisoo unnie. Dan aku merindukan usapan lembut menenangkan mu Caeng-ah" setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Lalisa. Meski ia menangis senyum itu tak pernah pudar dari bibir nya.

"Jangan bermimpi" suara dingin Jennie menusuk hati Lalisa. Tangis nya semakin menjadi, tapi senyum itu tetap tak pudar. (Gak pegel apa Lis senyum Mulu?)

Setelah mengatakan itu Jennie pergi dengan mempertahan wajah datar nya. Meninggalkan kakak dan adik nya yang masih diam menatap Lalisa.

"Dulu aku begitu menyayangimu. Dulu bahkan tanpa kau minta aku selalu memberikan mu ciuman hangat. Tapi kini aku menyesal melakukan itu. Aku menyesal mempunyai adik pembawa sial sepertimu"

Jisso menghampiri chaeyoung lalu menggenggam tangan nya, menarik Chaeyoung  untuk pergi dari sana. Meninggal kan Lalisa. Perlahan senyum itu pudar dan di ganti isakan.

Memang seharus nya Lalisa tak perlu berharap. Karna memang keluarga nya tak akan menyayangi nya seperti dulu lagi.

Melangkahkan kaki menaiki setiap tangga. Kau melupakan makan malam lagi Lalisa? Sudah menjadi kebiasaan Lalisa untuk melupakan makan malam, bahkan terkadang ia tak makan sama sekali, atau hanya memakan ramyeon. Ralat memang selalu makan ramyeon bukan terkadang.

.
.
.
.

Memakan ramyeon di temani angin adalah kebiasaan Lalisa, setiap malam ia akan memasak dan memakan ramyeon selalu di temani sepi. Seperti nya lambung nya sudah kebal, meski terkadang ia merasakan sakit luar biasa di perut nya. Bahkan jika sakit itu datang tak jarang Lalisa pingsan.

Bukan Lalisa nama nya jika dia kapok. Sampai sekarang saja dia masih makan ramyeon, kata nya 'pebih baik aku sakit perut karna ramyeon, daripada aku mati karna kelaparan'

Selesai memakan ramyeon nya Lalisa kembali kekamar nya, berjalan ke arah balkon. Tubuh jangkung itu tak merasakan dingin nya angin malam, padahal saat ini Lalisa hanya menggunakan kaus tipis dengan celana pendek berwarna putih.

Duduk di lantai balkon, lalu memeluk kaki nya sendiri. Menatap pada langit malam yang di penuhi dengan ribuan bintang. Bulan sedang bersembunyi saat ini, menyembunyikan diri nya pada awan hitam.

"Oppa bukan kah setelah seseorang tiada dia akan menjadi bintang? Dan kau adalah bintang yang paling terang itukan?"

"Oppa aku merindukan mu... Sekarang umur Lisa delapan belas tahun, chaeng juga delapan belas tahun, Jennie unnie dua puluh tahun, dan jisoo unnie dua puluh dua tahun."

"Sudah tiga belas berlalu ternyata... Pantas saja rasa nya aku sudah semakin hancur. Selama ini juga mereka masih menyalahkan ku oppa... Bagai mana cara seorang bocah Lima tahun membunuh pria berumur delapan belas tahun?"

Menghela nafas kasar, Lalisa kembali menangis. Dada nya sesak saat mengingat setiap kejadian yang terjadi tiga belas tahun belakang ini.

"Bahkan tidak mungkin bocah Lima tahun berfikir sejauh itu kan oppa?"

.
.
.
.

"Lisa.... Kau sudah bangun?"

Mengerjapkan mata nya berulang kali. Apakah benar yang di lihat nya? Apakah benar itu Sehun oppa nya?Air mata bahagia itu mengalir bersama senyum indah Lalisa.

"Apakah ini benar dirimu oppa? Apakah aku hanya berhalusinasi?"

"Ani, ini memang oppa Lisa. Aku oppa mu oppa Sehun mu.."

Lalisa bangkit dari tidur nya dan langsung memeluk erat tubuh Sehun. Orang yang dirindukan nya itu sedang berada di depan nya? Jika ini mimpi maka jangan bangunkan Lalisa, tolong biarkan dia merasakan kebahagiaan walau hanya lewat mimpi.

"Bogosipo oppa... Bogosipo... Hiks~"

"Nado.... Berhenti menangis Lisa, bukan kah kau adik oppa yang paling hebat? Jika iya maka berhentilah menangis. Oppa juga ikut sedih melihat mu menangis."

Lalisa mengangguk lalu menghapus air mata nya. Senyum nya mengembang saat merasakan kecupan hangat Sehun di kedua pipi nya.

"Jangan tinggalkan aku lagi oppa. Aku tak mau sendri lagi"

"Mianhe meninggalkan mu sendiri. Suatu saat nanti kita akan bertemu lagi."

"Aku tak sanggup sendirian oppa. Aku butuh kau di samping ku. Rasa nya aku ingin bunuh diri saja, bukan hanya fisik ku yang terluka mental ku pun juga terluka oppa"

"Jangan pernah berfikir untuk mengakhiri hidup mu lagi Lisa. Itu salah, kau harus bertahan. Bertahanlah sebentar lagi, tuhan menunggumu, hanya sebentar tak akan lama."

Lalisa terdiam mendengar ucapan oppa nya. Apa maksud ucapan oppa nya? Apakah maksud dari 'tuhan menunggumu'?

Tak ingin berfikir lebih jauh Lalisa hanya mengangguk. Ia akan bertahan untuk oppa nya. Permintaan oppa nya adalah untuk kebaikan diri nya sendiri pikir Lalisa.

Jika selama dia bertahan harus mendapat siksaan batin dan fisik, ia tak apa yang terpenting oppa nya bahagia dia atas sana.

Setitik air mata Sehun jatuh membasahi rambut Lalisa. Hati nya sakit saat mengucapkan kata kata itu. Berharap itu tak menyiksa Lalisa dan itu adalah pilihan terbaik untuk adik nya.

Sinar matahari menembus gordeng putih Lalisa. Membuat pemilik kamar tak nyaman karna silau. Ia bangun, di lihat nya jam menunjukan pukul tujuh pagi. Kemana appa nya? Tumben sekali Lalisa tak di pukuli karna bangun terlambat?

Melangkah gontai ke arah kamar mandi. Mengguyur tubuh nya dengan air dingin. Seketika kantuk nya hilang. Lalisa tersenyum saat mengingat mimpi nya tadi. Ia akan bertahan seperti permintaan oppa nya.

1 April 2021

BEFORE I LEAVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang