| Prolog |

7 4 0
                                    

Tepat malam hari, pukul 19.50, sepasang kaki mengendap-endap dengan hati-hati. Dengan tudung jaket hitam, dia mengawasi daerah-daerah rawan cctv. Bibirnya mendesis lirih saat melihat bayangan dari arah depan. Dengan cepat, dia menyembunyikan diri di balik tembok kelas.

"Mau kamu apa sih? Aku kan udah bilang kalau aku gak suka sama kamu. Udah cukup kemarin, kamu membuatku malu."

"Lo tuh harusnya bersyukur karena ada yang suka sama lo. Jual mahal banget jadi cewek. Lagian di luar sana banyak kali yang lebih cantik dari lo. Jadi lo gak usah sombong!"

"Maksud kamu apa ngata-ngatain aku kayak gitu?"

Laki-laki itu mendorong tubuh gadis yang berada disampingnya, "Sesuai kenyataan kali, Sil. Lo tuh sok jual mahal padahal aslinya murahan!" serkaknya.

Sil?

"Jaga omongan kamu ya! Kamu nggak berhak ngata-ngatain aku kayak gitu! Mendingan kamu pergi dari sini!"

Hentakan kaki itu sedikit menjauh, membuat helaan napas lega terhembus dari balik masker.

"Sisil!"

Gadis dengan rambut yang tertutup tudung mengernyit, "Sisil? Kak Sisil?" gumamnya bertanya.

Kepalanya menggeleng sesaat, sekarang bukan saatnya memikirkan hal lain, karena ada hal yang lebih penting ketimbang uang jajannya yang akan dipotong.

———————

Can I See You 'Again' ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang