1| Desas-Desus Kematian Sisil

5 4 0
                                    

Mwuehehehe, nulis ini after makan kue lumpur yang enaknya kebangetan.

Ily sejuta netijen<3

Δ   Δ   Δ

"ARUNAAA!"

Gadis dengan almamater biru tua menoleh dengan raut heran. Menunggu sang pemanggil yang kini tengah mengatur deru napasnya. "Kenapa sih? Pagi-pagi udah heboh aja." ucapnya.

"Lupain dulu. Ini tuh lebih urgent."

"Hah? Emang urgent kenapa sih?" Aruna menaikkan pegangannya pada buku yang akan dibawanya ke ruang perpustakaan.

Kirana mengipaskan tangannya untuk menghalau keringat yang akan membuat bedaknya luntur, "Lo udah ngecek medsos SMABIR, belum?" tanya Kirana yang dijawab dengan menggeleng pelan.

"Ya ampun Aruna! Gimana sih? Lo kan jadi anak jurnal harusnya aktif tiap ada berita dong!" omel Kirana.

Aruna mendengus, "Ya udah sih, tinggal ceritain aja juga. Lagian hp gue lowbat dari semalam." kilahnya. Padahal jelas semalam, gara-gara menghindari Pak Kusen—penjaga sekolah—ponselnya harus terjatuh dan mengalami keretakan. Oleh karena itu, dengan pertolongan pertama Aruna memilih memasrahkan ponsel kesayangannya ke service counter.

"Kak Sisil ditemuin nggak bernyawa di rooftop."

"Ka—akk— Kak Sisil?" bisik Aruna pelan. Bagaimana bisa? "Lo yakin, Kir? Kak Sisil yang jadi ketua cheerleaders,'kan?" Kirana mengangguk semangat.

"Kok bisa?"

"Nah itu, masih nggak ada yang tahu. Susah juga nyari pelakunya kan di rooftop nggak ada cctv." jelas Kirana.

Aruna membisu. Apakah laki-laki semalam ada hubungannya dengan kematian Kak Sisil? Jika benar, berarti pelakunya satu sekolah dengannya dan..... masih berkeliaran. Bergidik ngeri, dia berharap semoga pelakunya bisa cepat ditemukan.

"Eh—Awan!" Kirana melambaikan tangan ke arah laki-laki berambut badai yang bersampingan dengan laki-laki yang memakai hoodie hitam pekat. Aruna mengerling bingung.

"Uhh Kirana-chan, kenapa memanggil Babang Awan?" tanya Awan dengan memainkan alisnya. Kirana memukul lengan Awan kesal, "Serius dikit dong."

"Ayo atuh kalau mau Babang seriusin sekarang."

"Awannn!!" Kirana dengan rambutnya yang lurus menghentakkan kakinya. "Iya-iya. Jangan galak-galak dong Rara." desah Awan mengusap lengannya yang menjadi sasaran.

Kirana bersedekap, "Makanya, serius dong. Lo mau kemana? Tadi Kak Arden nyuruh lo ke lapangan basket tuh." ucapnya setengah kesal. Memang untuk menghadapi Awan yang playboy dengan segala rayuan mautnya harus benar-benar extra sabar.

"Eh, beneran?" Awan hampir beranjak sebelum kembali lagi, "Gha, lo ke ruang kepsek sendiri aja ya?"

"Emang Algha kenapa kok dipanggil ke kepsek?" tanya Kirana kepo. Awan menunjuk Algha yang terdiam dengan dagunya. "Buat jadi saksi kematian Kak Sisil."

"Hahh?!?!" Aruna memekik setelah lamanya terdiam. Membuat laki-laki yang ada dihadapannya menatapnya datar. "Ehh sorry sorry."

Can I See You 'Again' ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang