Tak terasa waktu berjalan dengan cepat, sebulan berlalu setelah Soonyoung meresmikan hubungannya dengan Jihoon. Walaupun ada segelintir orang yang tida suka dengan hubungannya dan Jihoon tapi Soonyoung tidak peduli, toh hubungan ini yang menjalaninya ia dan Jihoon bukan mereka.
Soonyoung merasa seperti dirinya hidup kembali. Ia beruntung datang pada waktu yang tepaf sebelum Jihoon menyerah dengan perasaan. Jika saja ia terlambat, ia yakin tidak akan pernah merasakan kebahagiaan yang sekarang ia rasakan.
Ia yang tidak pernah merasakan kasih sayang kedua orangtuanya -mereka yang terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka sehingga melupakan keberadaan kedua anak kembarnya- bisa merasakan itu berkat keluarga Jihoon.
Dua hari setelah mereka resmi berpacaran, kedua orangtua Jihoon mengetahui jika anak sulungnya telah menemukan tambatan hatinya dan meminta Jihoon untuk membawanya ke rumah.
Awalnya Jihoon ragu. Bukan karena apa, hanya saja ia tahu orang yang bersamanya kini merupakan anak dari orang terpandang. Jihoon hanya takut jika 'kasta' akan bermain disini. Tapi semua prasangka buruk itu terpatahkan karena ternyata setelah kedatangan Soonyoung hari itu ia selalu mengunjungi kediaman Jihoon tanpa diminta.
Seperti saat ini Soonyoung tiba-tiba datang ke rumahnya dengan sekotak bolu kukus dari toko langganan keluarga Jihoon.
Keduanya sedang malas untuk pergi keluar dan akhirnya mereka terdampar di ruang tengah rumah Jihoon. Keduanya memilih berselonjor kaki di karpet dengan posisi Jihoon yang bersandar pada bahu Soonyoung dan Soonyoung yang bersandar pada sofa dibelakangnya dengan tangan yang berdiam apik di pundak Jihoon. Sunggu tomantis.
Di rumah itu tidak hanya ada mereka berdua, Seokmin pun sedang berada di rumah hanya saja ia ingin memberikan ruang kepada sang kakak dan calon kakak iparnya.
Ketika sedang menikmati bolu kukus di temani secangkir teh manis hangat sambil menonton film di laptop yang dibawa Soonyoung, tiba-tiba Jihoon melontarkan pertanyaan pada Soonyoung yang membuat ia selalu penasaran tapi tidak pernah berani untuk bertanya langsung.
"Angga, kenapa kamu selalu datang kesini meskipun aku tidak memintamu datang?"
"Disini gua bisa dapetin apa yang gak bisa gua dapetin dari orangtua gua yaitu kasih sayang"
Jangan heran jika Soonyoung masih mempertahankan panggilan 'lu-gua' ia hanya merasa kurang nyaman dengan panggilan 'aku-kamu'.
Dan jawaban Soonyoung itu membuat Jihoon semakin bersyukur walaupun ia dan keluarganya hidup sederhana tapi kasih sayang yang mereka berikan pada anak-anaknya sangat berlimpah.
Soonyoung yang melihat Jihoon menjadi diam lantas tersenyum dan mengelus kepala Jihoon.
"Makasih" ucap Soonyoung.
Jihoon kemudian mendongak dan memberikan tatapan bertanya.
"Makasih buat apa?"
"Buat semuanya. Kalo gada lu gua gak tau bisa ngerasain lagi kasih sayang orangtua apa enggak"
"Kamu bisa anggap Bunda sama Ayah orang tua kamu sendiri, Angga"
"Hm bener juga. Nantinya kalo kita nikah mereka otomatis jadi orangtua gua juga" kekehan keluar setelahnya, sementara Jihoon memalingkan wajahnya karena merasa malu dan juga menyembunyikan rona merah di pipinya.
"Rey kalo kapan-kapan gua ajak lu ke rumah mau?"
Jihoon yang kaget langsung menegakkan badannya.
"Hah?! Ngapain?!"
Soonyoung tersenyum "Gua mau kenalin lu sama keluarga gua, Rey" ucapnya.
"Tapi, Ngga" Jihoon menunduk dan memainkan ujung bajunya.
"Hm? Tapi apa?" tanya Soonyoung heran.
"Aku takut" cicitnya.
Setelah terdiam beberapa saat dan tidak mendapat respon dari Soonyoung, ia melanjutkan ucapannya "Aku takut keluarga kamu gak bakal nerima aku. Aku cuma anak dari Ayah yang seorang karyawan biasa di perusahaan kecil, dan seorang Ibu yang mengurus toko sembako dengan hanya bisa mempekerjakan 2 orang pegawai saja. Sedangkan orangtua kamu adalah orang terpandang di kota ini" jelas Jihoon panjang lebar.
"Rey mau lu anak seorang menteri, presiden bahkan anak seorang pedagang kaki lima pun gua gak peduli. Karna yang gua liat hati lu dan apa yang lu kasih ke gua. Lu udah dengan seenaknya hadir di hidup gua dan ngasih gua kebahagiaan terus sekarang lu mau ngambil itu semua dengan cara ninggalin gua karna perbedaan kita?"
Jihoon meneteskan air matanya dan dengan cepat ibu jari Soonyoung menghapusnya.
"Apa ini yang ngebuat lu murung akhir-akhir ini?" Jihoon mengangguk dengan masih berusaha menghentikan air matanya yang terus berjatuhan.
"Siapa yang udah ngomong gitu sama lu? Rara?" kemudian anggukan diterima lagi oleh Soonyoung, setelahnya ia menghela nafas cukup kasar.
"Liat gua, Rey!" ucap Soonyoung sembari menangkup kedua pipi Jihoon dan menatap tepat pada kedua mata Jihoon.
"Bukannya kita udah sepakat kalo ada yang ngomong atau ngelakuin hal yang macem-macem sama lu dibelakang gua, lu bakal ngasih tau gua atau seenggaknya lu ngasih tau Viko. Tapi kenapa sekarang lu malah gak nepatin kesepakatan kita?"
"Sebenernya aku udah cerita sama Viko. Tapi aku yang nyuruh Viko buat gak kasih tau siapapun termasuk kamu, Angga"
"Jadi Viko tau?" Jihoon kembali mengangguk.
Soonyoung melepaskan tangkupan di pipi Jihoon dan tangan kanannya merogoh saku celana untuk mengambil ponselnya, sedangkan tangan kirinya senantiasa menghapus jejak-jejak air mata di pipi Jihoon.
Setelah mendapatkan apa yang dicari, Soonyoung kemudian mendial satu nomor dan menempelkan ponselnya di tengali menunggu sambungan itu terhubung.
"Halo!" sahut suara diseberang sana.
"Halo Vik! Dimana lu?"
"Rumah. Napa?
"Ke rumah Reyga sekarang!"
"Ngapain?"
"Gosah banyak tanya cepet kesini!"
Kemudian Soonyoung mematikan sambungan itu tanpa menunggu balasan dari Wonwoo.
Setelah beberapa saat kemudian Wonwoo datang bersama Mingyu dengan sekantung cemilan ditangannya, karena sebenarnya tadi Mingyu sudah berencana untuk menghabiskan waktu bersama Wonwoo di rumahnya berhubung Wonwoo sedang sendirian di rumah karena Soonyoung yang juga sedang menghabiskan waktu di rumah Jihoon.
Setelah Wonwoo dan Mingyu mendapat posisi duduk yang nyaman, Soonyoung segera memulai obrolan diantara mereka.
"Vik! Lu tau si Rara ngomong apa sama Reyga?"
"Rey udah cerita?" bukannya membalas pertanyaan Soonyoung dengan jawaban, Wonwoo justru membalas dengan sebuah pertanyaan.
"Si Rara bilang harusnya lu tuh dapetin orang yang derajatnya sama kek lu bukan lebih rendah dari lu, dan dia nyuruh Rey buat jauhin lu. Gua udah bilang sama Rey gak usah peduliin omongan dia dan nyuruh Rey cerita sama lu, tapi Rey gak mau lu tau masalah ini. Karena Rey pikir omongan si Rara ada benernya, mungkin Rey udah ceritain lebih detailnya sama lu. Dan waktu itu Rey bilang kalo dia sendiri yang bakal cerita sama lu kalo dia udah siap" lanjut Wonwoo.
"Bukannya kalian gak pernah ninggalin Kak Rey sendirian ya? Kok bisa si Rara bilang gitu?"
"Waktu itu Rey lagi latihan di ruang kesenian sedangkan si Angga lagi di lapang basket ngelatih juniornya. Dan gua sendiripun di perpus lagi ngedata buku-buku yang bisa di pinjem anak-anak buat bahan ujian nanti"
Wonwoo mendekati Jihoon dan memegang pundaknya kemudian berkata "Lu gak bakal turutin omongan dia kan, Rey?"
TBC
Maaf jika menemukan typo kasih tau aja lewat comment
Terimakasih masih meluangkan waktu untuk membaca cerita ini
Jangan lupa tinggalkan jejak
KAMU SEDANG MEMBACA
❨✓❩ ʏᴏᴜ || sᴏᴏɴʜᴏᴏɴ
Fanfic❛follow dan mampir ke work aku yang lain juga ya❜ [TINGGALKAN VOTE WALAU SUDAH TAMAT] Reyga Jihoon Herlangga, seorang murid SMA PLEDIS 17 yang mendapat beasiswa penuh untuk bersekolah disana karena kecerdasannya. Ia terlahir dalam keluarga yang sede...