Korea, tiga tahun yang lalu.
Tahun ke-2 Lee Wonbeom menduduki takhta di bawah perwalian Ibu Suri Agung.
Bandara Incheon, seperti biasa, sejak pagi buta dipenuhi manusia dari berbagai belahan dunia berlalu-lalang. Datang dan pergi. Salah satu diantaranya adalah seorang pemuda yang pagi itu sedang duduk sendirian di sebuah kursi kafe bandara tersebut. Pemuda itu terlihat misterius dengan pakaian serba gelap, kacamata hitam, dan sebuah topi.
Jempol kanannya terlihat sibuk menggeser layar ponsel di tangannya secara acak. Sesekali ia juga terlihat sedang mengetik sesuatu. Ia sedang menunggu seseorang yang akan mendarat di sana.
Tak lama kemudian, ponselnya yang berada di atas meja, bergetar secara terus menerus. Menandakan sebuah panggilan telah masuk.
"Yeoboseo? Oh. Baik, aku akan segera kesana."
Setelah percakapan singkatnya, ia segera mengambil cup kopinya dan berlari keluar dari kafe itu menuju ke tempat yang ia janjikan pada seseorang dalam teleponnya.
Beberapa saat kemudian, sampailah ia di ruang tunggu bandara tersebut dan segera menerawang ke segala arah untuk menemukan seseorang yang ditunggunya. Namun, orang tersebut tidak kunjung muncul. Ia pun memutuskan untuk berdiri di sana, menunggunya.
10 menit.
20 menit.
"Aish. Lama sekali. Tadi dia bilang sudah berada di sini. Dasar." Merasa dipermainkan, pemuda itu mengacak kasar rambutnya lalu memilih untuk duduk saja di sebuah kursi tunggu.
"Hei. Lee Wonbeom!"
Tiba-tiba dari kejauhan, seorang pemuda lain dengan dua buah koper di kedua tangannya berteriak ke arah Lee Wonbeom, nama pemuda tadi.
"Ya! Aku di sini!" Teriak pemuda itu sekali lagi pada Wonbeom yang sedang kebingungan mencari asal suara tersebut. Di belakangnya, ada seorang pemuda lainnya lagi yang bertubuh tinggi. Mereka adalah Hong Du-il dan Pangeran Yeongpyeong yang baru saja kembali dari Australia untuk menyelesaikan pendidikan mereka di sana.
"Ya! Apa-apaan kau ini? Orang-orang bisa mengenalinya, bodoh." Tegur Pangeran Yeongpyeong pada Du-il dengan isyarat untuk diam. Namun lawan bicaranya itu tidak menggubris dan langsung berlari menghampiri Wonbeom.
Wonbeom pun menoleh ke belakang, tepatnya di depan sebuah restoran di bandara tersebut dan mendapati sahabatnya itu sedang berlari ke arahnya, bersiap untuk memeluknya.
"Eh? Ayolah, bukankah kau merindukanku? Sini."
Namun, Wonbeom segera menghindar lalu memicingkan matanya.
"Ya! Tadi kau meneleponku, kau bilang sudah berada di ruang tunggu. Lalu apa yang baru saja kau lakukan?" Protes Wonbeom padanya. Kebiasaan jahil Du-il yang tidak pernah hilang dari dirinya, membuat Wonbeom sebal. Benar saja, ia sudah menunggu mereka di ruang tunggu selama 30 menit lamanya.
"Oh. Tadi aku dan Yeongpyeong-gun pergi makan dulu. Makanan di pesawat membuatku tidak berselera. Kau tahu, sup tahu di tempat itu sangat enak." Jawab Du-il yang tidak merasa bersalah sambil mengelus-elus perutnya yang kekenyangan.
"Sudahlah, terserah kau saja." Tukas Wonbeom mengakhiri omong kosong Du-il lalu beralih ke Pangeran Yeongpyeong
"Hyungnim." Panggilnya pada kakaknya itu dan segera memeluknya erat-erat.
"Wonbeom-ah. Bagaimana kabarmu? Kau baik-baik saja di sini?" Tanya Pangeran Yeongpyeong pada adiknya itu dengan mata yang berkaca-kaca. Ia tidak tega meninggalkan adiknya sendirian dengan beban besarnya sebagai seorang raja muda.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Royal Household (A Royal Living of Love)
Fanfiction[ON GOING] but [SLOW UPDATE] Alternative universe dari drama kesayangan kita semua, Mr. Queen! Sebuah cerita tentang kehidupan rumah tangga pasangan raja dan ratu gesrek nan random, Wonbeom dan Soyong, di zaman modern. Terinspirasi dari kerinduan a...