'5

3.7K 410 136
                                    

Vote before you read.


isi kadonya nasi kotak, Hore.. g.

⊙︿⊙⊙︿⊙⊙︿⊙

"Jira!."

Suara Jimin terdengar. Pria itu langsung memeluk Jira yang melemas diatas sofa ruang tamu. Jino menarik Jina menjauh, untuk membiarkan Orangtuanya saling menenangkan satu sama lain. Ara yang seharusnya pulang karena sudah menjelang malam, mendadak tertunda. Dia masih mematung disana, Ikut memeluk Jina tetapi tidak dengan Jino.

"Tidak apa-apa, Aku disini. Aku bersamamu." Seru Jimin yang semakin mempererat pelukannya. Dia masih tidak mengerti apa yang terjadi, Tetapi melihat kondisi Jira yang begitu menegangkan membuatnya menebak, bahwa ada hal tidak beres disini.

Jimin masih memeluk Jira Sesekali mencium nya di pipi dan dahi. Masih menenangkan wanita itu. Melihat Jira melemas seperti, Jimin tidak tega. Membuatnya harus bertahan sedikit lama lagi, sampai Jira sendiri yang melepaskan nya.

"Tidak apa-apa.. Kau boleh memelukku sampai pagi sekalipun. Aku akan tetep disini, Jira. Bersamamu." Serunya sembari mengelus puncak kepala istrinya begitu lembut.

Disisi lain, Jina yang sebelumnya memeluk Ara.. Tiba tiba beralih pada Jino. Mungkin tidak berniat seperti itu, Hanya sebuah kebetulan melihat Jimin memeluk Jira erat, tepat disaat Jina berhadapan dengan Jino. Berakhir, Jinolah yang menjadi sasaran pelukan itu terjadi. Jino tentu terkejut, tetapi masih bisa mempertahankan wajah datarnya dengan tangan yang beralih memeluk balik Jina disana. Kekuatan adik kakak ini memang tidak bisa di bayangkan lagi.

Akhirnya, setelah menunggu beberapa menit. Jira memberanikan diri melepaskan Jimin, yang berarti, Dia sudah bisa mengendalikan dirinya sendiri. Walau masih terbayang bayang rada ketakutan itu. Jira menahannya. Jika bisa dikatakan, Jira sedikit trauma dengan hal seperti itu. Seakan tengah membawanya kembali 8 tahun yang lalu. Saat mereka benar-benar berada diposisi menegangkan, antara hidup dan mati. Semua itu terasa mengulang, bertahun-tahun Jira berusaha melupakan itu.

Melupakan hal yang membuatnya sakit, membuatnya takut, dan membuatnya hampir kehilangan Jimin.

Jira... tidak mau itu terjadi lagi, Sampai kapanpun.

"Jimin... itu-" Ucapan Jira mendadak terhenti, Melihat kedua anak nya yang masih berada ditempat sama. Mata kekhawatiran nampak diantara keduanya, Jira sedikit merasa bersalah, Sebagai orangtua. Dia  benar-benar tidak mau anaknya kepikiran hanya karena masalah ini, Masalah yang seharusnya tidak mereka ketahui.

Terdiam nya Jira, bukan karena dia tidak mampu berbicara karena ketakutan. Tetapi sedang mencari alasan, Agar bisa menjauhkan kedua anaknya dari sini. Pembahasan Jimin dengan Jira, Tidak boleh diketahui siapapun. Tidak terkecuali, kedua anak tersayangnya.

"Eoh, Jino?... Jina? Menghias kue nya sudah selesai? Eomma tidak sabar melihat kalian berdua." seru Jira mengalihkan pandangan, nampak ceria, tetapi begitu dipaksakan.

Jina sepolos anak lainnya, Dia terlalu senang melihat Eommanya kembali tersenyum. Anak perempuan itu mengangguk gemas, hampir meloncat karena kegirangan, "Kue aku bertema Strawberry Castle!, Eomma harus melihatnya, eoh?!."

Tetapi beda dengan Jino. Dia pintar, terlalu dingin, dan pandai mengerti keadaan. Tidak semudah itu melabui Park Jino, Melihat pergantian Ekspresi eommanya itu membuat Jino semakin paham. Bahwa ada hal yang tidak benar terjadi, Entah apapun, Dia masih tidak mengetahui nya.

"Pengalihan ekspresi," Lirih Jino sembari berdecih.

Jimin mendengar, Detik selanjutnya tatapan elang menyorot pada Jino. Seperti sebuah sorotan memperingati. Begitu juga Jira, Dia paham Jino mengerti keadaan genting ini. Tetapi dia juga harus mengerti posisi Jira, dan privasi orang dewasa. Mereka berharap Si sulung keluarga Park itu paham apa yang dimaksud orangtuanya.

Hiraeth • Pjm Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang