Bismillahirrahmanirrahim
Selamat membaca🤗
°°°
"Ayla?"
Aku berjalan cepat menuju ke arah gadis yang kini berdiri di depan kosanku. Dia menoleh ke arahku, mungkin karena mendengar suara sepatu yang menabrak pelan paving. Aku terkejut melihat keberadaannya di sini, pagi-pagi sekali.
Oke, ini bukan pagi-pagi 'sekali', sih. Ini sudah pukul setengah delapan, dan satu setengah jam lagi vitamin D di sinar matahari akan hilang.
Aku mencuci tangan, lantas mengajaknya masuk dan meninggalkan Kak Ami. Aku berdesis ketika lupa melepas sepatu. Aku melepasnya, lalu meletakkannya di rak khusus sepatu milik perempuan.
"La, Ami mana? Kalian berdua tadi ke mana?"
Aku lekas menoleh ketika Bang Alam menanyaiku. Bukan, lebih tepatnya ... mencecarku. Baru saja aku membuka mulut, tetapi ada suara lain menjawab.
"Dari pasar."
Aku mengatupkan bibirku, lantas menoleh ke asal suara. Kak Ami memasang wajah santai, lalu melakukan hal yang sama seperti yang kulakukan tadi, melepas sepatu dan meletakkannya di rak.
Aku pamit pada Bang Alam dan Kak Ami, langsung menggiring Ayla naik dan menuju ke kamarku.
"Tumben, kamu dateng pagi-pagi. Enggak ngabarin lagi," ujarku seraya meletakkan dua buah keresek ke meja. Eh, iya, fyi, seperti yang dikatakan Kak Ami, kami berdua baru saja dari pasar. Kak Ami yang mengajakku ketika kami selesai berjoging. Kak Ami menyuruhku pergi tanpa pamit karena dia tidak ingin Bang Alam ada di sana.
"Gue enggak bisa belajar kalo di rumah, sama nyokap malah disuruh ngurusin adek gue." Dia membuka retsleting tasnya dan mengeluarkan beberapa buku dan meletakkannya di tikar yang ada di kamarku.
"Lagian, kita bisa ngebut materi bareng-bareng buat PTS besok Senin."
Aku mengangguk saja, mengeluarkan apem dan beberapa jajanan pasar yang kubeli tadi, lalu meletakkannya di dekat Ayla. Setelah itu, aku ke luar kamar untuk memasukkan bahan makanan yang mayoritas adalah sayuran ke dalam kulkas. Aku juga mengambil dua botol air mineral dingin yang semalam kubeli dan kumasukkan di kulkas, lalu membawanya ke kamar.
"Udah sarapan, Ay?" tanyaku seraya mendudukkan diri di sampingnya. Kuraih salah satu apem dan membuka wadahnya.
"Belom." Aku bangkit, lalu membuka lemari paling atas yang kugunakan untuk menyimpan makanan kering—yang tidak bisa basi. Ada dua bungkus mie instan pedas. Aku mengambilnya dan memperlihatkan pada Ayla. Dia langsung tersenyum semangat.
"Makan dulu, nih?" tanyaku.
"Iya, dong. Biar lebih konsen belajarnya."
Aku mengiyakan saja. Kami menuju dapur dan merebus mie itu.
"Seminggu lalu aku makan mie ini, kurang pedes deh, La. Punya cabe nggak?"
Aku membuka kulkas dan menemukan beberapa buah cabai. Cabai di sini, harus banget dimasukkan ke dalam kulkas, kalau tidak bisa langsung basi, karena diantara aku, Kak Ami, Kak Lida, dan Mbak May, yang sering masak hanya aku, mereka bertiga lebih sering beli makanan di luar. Eh, Kak Ami kadang-kadang, sih, aku sering melihatnya makan bersama kakaknya di bawah yang katanya itu masakan Bang Faisal.
Air liurku seperti akan menetes menatap mie yang bumbunya berwarna orange kemerahan itu, ditambah ada potongan cabai berwarna orange dan kuning di atasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Rasa Memupuk Asa
Genç Kurgu"Jangan membuatku bingung, tidak bisa berkutik, dan berdebar-debar dalam waktu bersamaan karena sikapmu. Jika suatu saat nanti, kamu akan melupakan sikapmu, dan juga aku." °°° Karena selalu dianggap anak manja oleh mama dan kakak sulungnya hanya kar...