20. MENINGGALKAN KENANGAN

191 3 0
                                    


Belakangan ini kondisi Senja semakin memburuk, beberapa helai rambutnya mulai rontok, bibirnya semakin pucat, serta perutnya yang selalu menolak jika diberi makanan.

Namun Nathan selalu sabar mengurus Senja. Tak peduli dengan dirinya yang selalu terkena muntahan Senja hampir setiap hari, selalu menenangkan gadis itu kala Senja memberontak, dan selalu telaten menyuapi Senja yang tak mau makan.

"Cepat sembuh ya, nanti kita sama-sama memenuhi permintaan lo yang ke sepuluh" ujar Nathan lembut sambil mengusap kepala Senja.

"Setelah permintaan yang ke sepuluh dipenuhi, selanjutnya apa?" tanya Senja dengan suara parau nyaris tak terdengar.

"Emmm, kita bakal lanjut sekolah, kerja, dan mungkin nikah" Nathan terkekeh saat mengucapkan kata terakhir.

"Nathan gak akan ninggalin Senja kan?"

"Gak ada alasan jelas yang buat gue bisa ninggalin lo, kita adalah insan tuhan yang dipertemukan oleh waktu, disatukan oleh takdir, dan terikat dalam sebuah ikatan bernama cinta"

"Nathan, ayo penuhi keinginan Senja yang terakhir, kita lihat sunset bareng-bareng" pinta Senja.

Nathan memandangi tubuh lemah gadis itu yang terbaring di ranjang rumah sakit, dokter sudah bilang tidak ada lagi harapan, tinggal menunggu waktu yang menjawab segalanya.

"Nanti, setelah lo sembuh" ujar Nathan.

"Gak usah kasih Senja harapan untuk sembuh, Senja juga gak berharap, yang penting disaat terakhir Senja cuman mau bahagia"

"Gak semua tentang apa yang bikin lo bahagia, tapi pikirin tentang orang-orang yang sekarang masih mau kehadiran lo di hidup mereka" Nathan menatap Senja, tatapan yang membuat Senja merasa bersalah.

Seorang dokter masuk, menghampiri Nathan dan Senja yang diselimuti keheningan.

"Tadi saya dengar percakapan diantara kalian, silahkan, kalian bisa memenuhi keinginan kalian untuk melihat sunset, biarkan Senja menikmati apa yang membuat dia bahagia, tapi kalian harus izin dulu pada keluarga Senja" ujar dokter tersebut.

Nathan dan Senja saling bertatap-tatapan, hingga sebuah suara membuyarkan lamunan mereka.

"Bunda, ayah, dan kak Surya izinin, silahkan lakukan apa yang membuat kalian bahagia, nikmati hari ini seakan gak ada hari esok" ujar bunda dengan mata berkaca-kaca.

Nathan dan Senja segera berlari meninggalkan rumah sakit, mari menikmati hari ini, seakan tak ada hari esok.

Hingga mereka sampai di sebuah tempat pertama mereka bertemu, koridor sekolah.

"Duduk" perintah Nathan, dan Senja menurutinya.

Senja menyenderkan kepalanya di pundak Nathan tangannya menggenggam erat jemari Nathan, dia memandang langit yang sebentar lagi akan menyemburkan semburat merah jingga.

"Nathan, kalau Senja udah di langit Nathan jangan sedih ya dan usahain supaya bunda, ayah, dan kak Surya juga gak sedih, karena puncak terakhir dari mencintai Nathan adalah melihat Nathan bahagia" ujar Senja.

"Kalau lo di langit gue bakal nyusul kok, tenang aja" Nathan memandang langit yang mulai berwarna oranye.

"Hehe, bucin dong" Senja terkekeh.

Perlahan tapi pasti, semburat merah jingga mewarnai langit yang polos, matahari yang tangguh mulai tenggelam, memberikan sebuah keindahan yang sederhana.

Seperti matahari yang perlahan tenggelam, begitu juga genggaman itu yang mulai mengendur, kemudian lepas membuat Nathan menatap gadis yang memejamkan mata dengan senyum terukir indah di bibirnya.

"Senja" panggil Nathan sambil menggoncang bahu Senja, namun tak ada respon.

"Bangun dong, jangan bercanda, katanya mau lihat sunset, it-itu lihat mataharinya indah kan?" Nathan takut, meraba denyut nadi gadis itu, nihil tidak ada kehidupan disana.

"Senja jangan pergi, jangan buat sendirian" Nathan menangis, membaringkan Senja ke pangkuannya .

"Plis bangun" Nathan terisak, ia mengusap cairan bening yang menghiasi pelupuk matanya.

Nathan tahu, Senja sudah tenang disana, dan kini hanya meninggalkan sebuah kenangan.

Nathan menggendong Senja dari belakang, tidak dengan menangis, dia akan selalu mengingat pesan Senja.

"Nathan, kalau Senja udah di langit jangan sedih ya, dan usahain supaya bunda, ayah, dan kak Surya juga gak sedih, karena puncak terakhir mencintai Nathan adalah melihat Nathan bahagia"

Nathan tersenyum, senyum getir yang mengisyaratkan bahwa dia ikhlas melepas kepergian Senja, sesaat namun indah.

Langkah Nathan terhenti saat ia tiba di depan rumah sakit, disana sudah ada kak Surya, ayah, dan bunda Senja. Mereka tidak menangis, melainkan tersenyum seperti Nathan, senyum bahagia sebab Senja sudah bahagia disana.

。♡♡。。♡♡。。♡♡。

SENJA TERAKHIR UNTUK NATHAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang