"Sayang, ini ada paket untuk kamu."
Kai menoleh ke arah mamanya beberapa saat setelah dia selesai menambahkan creamer ke kopi. Begitu tahu apa yang dipegang Yasmin, dia langsung mencebik
"Buang aja, Ma."
Meski Kai bilang buang, Yasmin tidak langsung melakukannya. Dia perhatikan dulu beberapa barang yang ada di tangan. Buket bunga, satu kotak coklat, dan juga hadiah lain yang masih terbungkus rapi dan belum bisa ditebak isinya apa.
Dalam satu minggu belakangan, Kai dapat paket-paket misterius entah dari siapa pengirimnya. Kalau tidak salah ingat, sejak masuk kampus sampai hari ini paket untuk dia tidak pernah berhenti.
Jangan kira Kai akan merasa senang. Setiap kali dia ingat seumpama paket itu berasal dari para wanita yang mengaguminya dan mereka memiliki 'Bodyguard', kelihatannya Kai harus siap-siap kalau nanti tiba-tiba dia dicegat di tengah jalan terus dipukuli sampai babak belur.
"Pokoknya, besok kalau ada paket lagi untuk Kai yang isinya sama kayak gini dan nggak ada nama pengirimnya, cuma kartu ucapan nggak jelas, langsung suruh Pak Syarif ambil aja. Kai nggak mau terima."
Duduk di samping Kai, Yasmin tarus hadiah-hadiah tadi di meja. "Tapi, ini nggak kamu lihat dulu? Mana tahu ada dari yang kamu kenal."
"Buang, Ma." Kai kukuh menolak. "Atau biar nggak mubazir, Mama suruh Pak Syarif sama yang lainnya untuk ambil yang sekiranya bisa mereka pakai. Kalau yang nggak berguna langsung buang aja."
Yasmin tidak pernah tahu kenapa Kai tidak pernah suka setiap kali dia mendapat hadiah atau perhatian kecil dari lawan jenis. Ekspresinya selalu menegang dan kelihatan sangat tidak suka. Kalau ditanya dia tidak pernah menjawab dengan jelas.
Tapi, anaknya juga punya hak untuk menerima atau menolak pemberian orang lain.
"Oke, Sayang. Nanti mama suruh Pak Syarif buat beresin ini."
"Thank's, Ma."
*
Buggati Divo milik Kai baru saja berhenti di area depan fakultas. Beberapa pasang mata sering memperhatikan setiap kali dia turun, ini membuat Kai sampai harus hela napas dan kurang nyaman. Coba kalau dia punya adik atau kakak, pasti sudah bisa kuliah di luar negeri dan tidak akan dapat tatapan heboh kayak begini.
"Besok anterin saya pakai SUV biasa aja, Om!" Kai titip pesan ke sopirnya sebelum dia pergi. "Terus, nggak usah turun buat bukain saya pintu. Saya ada tangan buat buka sendiri."
Sebetulnya, dari dulu Kai tidak pernah puhya aturan kalau dia harus dibukakan pintu setiap kali naik atau turun mobil. Tidak menolak juga, sih, saat sang sopir inisiatif untuk membukakan. Cuma belakangan ini dia lagi pengen melakukan apa-apanya sendiri. Biar dia bisa setara dengan mahasiswa yang lain.
Jangan sampai, kasus-kasus masa SMA-nya dulu terulang lagi.
Orang-orang sering mengejek Kai ketika dia berprestasi menyangka bahwa orang tuanya menyogok sekolah ataupun ketika dia buruk dalam pendidikan juga keluarganya diejek.
"Kalau bawa SUV biasa, nanti interiornya nggak senyaman mobil ini, Den."
"Perjalanan dari rumah ke kampus enggak sampai setengah jam. Lagian, Om." Kai menghela napas sebelum dia lanjut bicara, "bawa mobil begini kecepatan cuma 80, rasanya malah aneh."
Bimo--sopirnya Kai--menggaruk kepala. "Ini pesanya Tuan Pramulya, Den. Malah harusnya saya bawa di kecepatan 60."
"Ya udah, SUV lebih cocok kalau gitu. Pokoknya, besok ganti pakai mobil biasa atau saya naik bus."
Kai mau jitak kepalanya sendiri. Naik bus apanya? Membayangkan duduk berhimpitan dengan puluhan orang tidak dikenal, ditambah bau asap rokok--kadang-kadang bonus bau ketiak--mana kuat dia begitu. Cuma, demi mengancam Bimo, harus bisa yakini dia kalau benar akan naik bus kalau tidak dituruti.
Untung Bimo langsung setuju.
Dari segala kehidupan Kai yang serba enak dan dilayani, di luar sana ada orang yang hidup bertolak belakang dengan dia.
Bertolak belakang secara ekonomi dan juga kecerdasan. Salah satu kelakuan konyol dia adalah sudah tahu pintu mini market tulisannya tarik dia malah dorong. Bikin kening Kai sampai berkerut-kerut kala itu.
"Kai!" Kara melambaikan tangan. Dia sudah menunggu di lantai dua, tepatnya di gedung A.1, ruang yang akan mereka pakai untuk perkuliahan.
Dianggap?
Dicueki, iya. Kara sampai menatap tangannya sendiri yang kasihan diangguri.
"Kai ganteng, kalau dipanggil orang jawab. Minimal 'apa', gitu!" omel Kara saat teman yang mencuekinya sudah di dekat dia.
Kai melirik sekilas pada Kara. Biar temannya senang dia bilang, "Apa." Pakai nada datar.
"Maksud gue tadi!" Kara sampai menjambak rambut sendiri.
Kai berjengit. Kadang, suka heran dengan orang yang gampang emosi sama tindakan dia.
*
Kai jarang muncul, tapi kalian nggak pada cariin?
Sedihnya hiks.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sexy Romance
RomancePINDAH EKSLUSIF KE JOY LADA Ketika Ran gagal mewujudkan cita-cita Pramulya, ternyata Kai yang kena getahnya. Pramulya janji, kalau cucu pertamanya itu gagal mewujudkan cita-cita kakeknya dan berkelakuan sama seperti papanya, dia bakal dicoret dari d...