63

529 42 5
                                    

"Mana tangan kamu?"

Kai langsung ditodong kakeknya ketika dia mengajak Mora untuk berhadapan dengannya. Ya, salah dia juga, sih. Tahu kakeknya sensitif dengan urusan begini, masih juga dilawan.

Malah, lebih bahaya lagi, mama dengan papanya Kai tidak di acara ini. Katanya ada acara di Solo. Sialnya barusan Mora dengar saudara-saudara Kai pada bilang kalau mamanya Kai sengaja dibawa kabur dengan papanya, biar tidak syok kalau nanti anaknya diamuk.

Ih, mati ini Mora. Malah belum buat surat wasiat buat Raka.

Mora yang berada di samping Kai tidak bisa berbuat apa-apa, sementara saudara Kai yang lain cekikan. Kok. terasa ada konspirasi di sini.

Ya, bisa jadi, kan, mereka sedang rebutan harta warisan. Terus, Kai sengaja disingkirkan, biar jatah mereka tetap aman. Asumsi Mora yang rajin melirik serial India dulu pas lagi antar baju, demikian.

Belum selesai urusan satu, datang lagi seorang perempuan yang udah berumur, tapi cantiknya bukan main.

"Itu siapa?" Mora sempatkan untuk berbisik untuk tanya. Ya, daripada nanti dia mati penasaran dan belum kenalan sama ibu-ibu satu itu.

"Dia nenekku.'

"Hah?" Rahang Mora nyaris jatuh. Langsung tasbih Mora dalam hati. Yang benar itu neneknya Kai. Kok, masih glowing?

CK! Uang oh uang. Kau memang bisa mengubah segalanya.

"Nenek aku cantik, 'kan?" Kadang Kai saking terlalu santai hidupnya. Dalam kondisi begini dia masih bisa buat obrolan yang kurang penting.

"Iya, cantik. Orang lokal apa masih ada keturunan luar?"

"Katanya dari buyut nenek masih ada keturunan Pakistan dan Amerika."

"Wih! Kamu masih ada darah bule, dong." Lanjut bisik-bisiknya. Mumpung nenek sama kakek juga lagi ada obrolan sendiri.

"Ada. Tapi cuma sedikit. Hitungannya sisa seperdelapan."

Mora bingung, itu cara menghitungnya bagaimana. Tapi, ya sudahlah tidak usah ditanyakan.

"Kalau kita punya anak, kamu bisa bayangin bakal kayak apa?"

Jantung Mora serasa akan meletup. Kondisi mereka masih disidang, Kai sudah membicarakan soal anak.

"Mora!" Kai memanggil perempuannya yang sedang menunduk. Tepat di saat Mora menoleh, Kai bilang, "I love you ...."

Terpanah langung rasanya. Mana tahan Mora, bibirnya langsung terangkat naik. Pipinya bersemu. Ini padahal mereka berdua disuruh sungkem, tidak boleh angkat badan. Bisa-bisanya dia bilang kata-kata mujarab dalam kondisi begini.

"Ngapain kalian senyam-senyum!"

Nah, baru juga Mora batin soal kelakuan Kai mereka keburu kena teguran kakeknya.

"Nggak, bukan apa-apa."

"Papa, jangan marah-arah terus, ih. Ingat sama kesehatan jantungnya."

"Tuh, dengerin Nenek, Kek."

"Diam kamu!"

Mora miringkan kepala, kasih kode pada Kai, supaya kalau lagi salah begini jangan banyak omong. Dan, tanda juga kalau mau cari mati jangan ajak-ajak Mora!

Elsya, neneknya Kai yang cantik itu mengulur tangan meminta Mora dan Kai bangun. Dia kasihan sama dua anak muda yang harus jadi korban kegalakan Pramulya.

"Ini perempuan yang Kai bilang mau dikenalin itu, ya?"

Kai menepuk-nepuk tangan membersihkan sisa debu yang ada di tangannya. Dia melirik Mora sekilas sebelum menjawab pertanyan neneknya.

Sexy RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang