Raka sudah berangkat duluan tadi pagi, sekitar jam 7. Sekarang waktunya Mora juga untuk keluar dari rumah melaksanakan tugas. Walaupun pekerjaannya sepele, suatu saat pasti akan ada hasil.
Pas lagi semangat-semangatnya menyambut hari, buka pintu gerbang sesosok makhluk tampan berwajah bening tampak berdiri tepat di depan Mora. Seulas cahaya matahari yang menerpa tubuhnya membuat dia seakan-akan bersinar di pagi itu.
Mora terkesima. Belum pernah dia melihat ada orang yang luar biasa menawan. Terlebih, dia berdiri satu garis lurus dengannya dengan netra yang saling bertemu. Dia ... laki-laki yang sempat membuat Mora hampir lupa diri. Dan, dia juga laki-laki yang di detik ini membuat Mora lupa menutup mulut.
Tampan.
Rupawan.
Setiap bagian darinya benar-benar memiliki pesona yang mampu menyihir Mora untuk tidak bisa berpaling barang sedetik.
"Ini buat kamu," katanya dengan wajah lempeng tanpa dosa mengacungkan tinggi-tinggi sebuah kantung plastik berwarna putih yang didalamnya ada satu kaleng besar susu. Setelah Mora menyipitkan mata, memindai berkali-kali apa yang ada di dalamnya ternyata SUSU IBU HAMIL!
Otomatis Mora kaget. Kenapa dia dikasih susu begituan?
Ganteng dan tajir, jangan-jangan merangkap sebagai kurir. Salah alamat pula!
"Salah orang!" ujar Mora singkat kemudian segera mengeluarkan motor. Tapi, sebelum naik ke kuda besinya tersebut, lebih dulu dia menutup pintu pagar.
Kai menahan dengan memegang bagian belakang motor Mora. "Jangan naik motor, nanti perut kamu keguncang. Guncangan bisa bahaya buat kamu, dan--"
"Apanya yang bahaya?" potong Mora. "Udah biasa kali! Jangankan cuma perut, sampai pundak juga terguncang kalau pas kebagian jalan yang jelek!"
"Nah, berarti sekarang jangan lagi. Bahaya!"
"Apa urusannya sama kamu?" Mora mengernyit.
"Naik mobil saya aja!" Kai menunjuk mobilnya yang terparkir tidak jauh dari sana. Hari ini, demi Mora dia berdebat dengan Bimo. Dia ketakutan akan dipecat kalau tidak mengantarkan Kai ke kampus. Sudah tahu, 'kan, penyebabnya apa?
Mora melirik sebuah mobil hatchback berwarna merah.
"Bukan mobil mewah, tapi itu cukup nyaman."
Mora mendelik. "Siapa coba yang lagi tanya soal mobil mewah apa bukan!"
"Ayo naik mobil." Kai kali ini menghadang Mora.
Mora menghela napas kasar. Kelihatannya ada yang perlu diluruskan di sini. Pasti ini anak masih kepikiran soal yang Raka bilang. Cuma berita palsu yang tidak jelas kebenarannya, bikin pening!
"Kamu sama kakak aku kemarin salah sangka. Oke?" Mora berkacak pinggang menatap Kai yang beberapa jengkal lebih tinggi darinta. "Jadi begini, kita nggak ada hubungan apa-apa. Aku nggak kenal kamu, dan kamu juga nggak kenal aku. Nggak ada tuh namanya pelecehan atau apa."
Malah kalau mau mengaku, sejujurnya dia yang sudah penganiayaan pada Kai karena kemarin getok kepala itu anak pakai lampu belajar Kara sampai pingsan. Tapi, Mora belum mau mengakui. Takut nanti dia dituntut. Jangan-jangan, Kai jadi bego karena otaknya geser.
"Sampai di sini jelas, ya?" Mora menandaskan. "Jadi, nggak usah dengerin omongan Mas Raka yang bilang aku hamil atau apalah. Enggak ada! Cuma hoaks!"
" Kamu takut aku enggak tanggung jawab karena tahu kamu cuma perempuan miskin?"
Mora langsung memijat pelipis. Siapa juga yang ketakutan tidak dapat pertanggungjawaban?
"Kamu jangan takut. Walau saya belum cinta sama kamu, tapi saya sudah sayang sama anak yang ada di dalam kandungan kamu. Karena dia darah daging saya, keturunan dari Pramulya Sultan. Bisa enggak bisa, saya mau tanggung jawab."
"Ya ampun, berapa kali aku bilang aku nggak hamil! Apa perlu kita USG?"
"Ayo!" Kai malah semangat. "Biar saya tau dia sehat apa nggak."
"Ish, goblok!" Mulut Mora sudah lepas kendali. Maksud Mora tadi USG untuk lihat beneran ada bayi atau tidak dalam perutnya. Bukan mau periksa bayinya sehat atau tidak!
Agaknya, ini orang memang kurang se-ons kewarasannya. Mending cueki!
"Ayo, Mo!"
"Heh!" Mora menunjuk. Beraninya dia memanggil 'Mo'. Dikira mereka sudah akrab apa?
"Awas, sana!"
"Kamu takut di-bully atau apa kalau dekat saya? Jangan takut, saya jagain kamu, Mo."
Ini anak jangan-jangan bapaknya punya jatah kepedean orang se-Indonesia. Makanya si anak embat jatah kepedean warga se-jabodetabek.
Mora duduk di motor, menyalakan mesin bersiap untuk pergi. Tapi, siapa bilang dia bisa pergi begitu saja?
Noh, si Kai sudah duduk di jok belakang motornya
"Ngapain kamu?"
"Ikut, supaya bisa jaga kamu." Kai memiringkan kepala untuk bisa menatap Mora.
"Eh, ini namanya penguntit, ya!"
Kai menggeleng. "Saya bukan ikutin kamu, tapi ngikutin anak kita."
Anak kita, pala kau bau menyan!
Mora langsung turun dari motor seenak jidat dia bilang 'anak kita'. Didengar sama tetangga bisa dirajam Mora.
"Turun sana!"
"Kalau nggak mau saya ikut naik motor, tuh ada mobil." Kai memicingkan dagu. Lagi-lagi dia menawarkan Mora untuk naik mobil.
"Kamu kira aku mau jalan-jalan apa? Aku mau kerja. Anterin baju ke gang sempit. Naik mobil kamu, yang ada aku malah harus turun di depan gang, terus jalan lagi jauh. Bisa bengkak betis aku."
Kai lupa, Mora bukan mahasiswa seperti dirinya.
Setelah berpikir sejenak, Kai punya solusi terbaik.
"Ya udah, kalau gitu kamu nggak usah kerja. Biar saya yang nafkahin kamu."Dasar ganteng-ganteng gila.
♥♥♥
Cuma di kehaluanku yang bening begini ditolak. Wkakaak.
Udah bikin mood naik belum?
Mana komennya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sexy Romance
RomancePINDAH EKSLUSIF KE JOY LADA Ketika Ran gagal mewujudkan cita-cita Pramulya, ternyata Kai yang kena getahnya. Pramulya janji, kalau cucu pertamanya itu gagal mewujudkan cita-cita kakeknya dan berkelakuan sama seperti papanya, dia bakal dicoret dari d...