Chapter 1

144 0 0
                                    

Pagi hari yang tampak mendung di Jakarta. Suasana yang suram tak menyurutkan keberanian seorang Alzelvin Axton Aldrich untuk melangkahkan kakinya masuk ke sekolah walaupun jam baru menunjukkan pukul 06:10 pagi. Masih ada 50 menit sebelum bel sekolah berbunyi. Suara langkah kakinya terdengar di sepanjang koridor yang ia lewati menambah kesan horror di sana, namun ia tidak peduli. Kakinya berhenti tepat di depan sebuah pintu kelas yang di tempel tulisan "10 IPA 2" lalu membukanya. Ia kira, ia akan menjadi orang yang pertama datang di kelas itu sama seperti biasanya, namun ia salah. Mata hitamnya menangkap seorang perempuan yang berseragam sama dengannya sedang duduk sembari membaca novel yang ia pegang dengan tenang.

Zelvin menaikkan sebelah alisnya karena merasa asing dengan perempuan tersebut. Ia tidak pernah melihatnya sejak pertama kali ia menginjakkan kakinya di sekolah ini, yaitu seminggu yang lalu. Berusaha untuk mengacuhkan keberadaan perempuan itu, Zelvin berjalan ke bangkunya dan duduk di sana. Ia mengeluarkan earphone miliknya lalu mulai mendengarkan musik. Ruang kelas itu kembali hening dan yang terdengar hanyalah suara kertas yang dibolak-balikkan milik perempuan tadi.

Seiring berjalannya waktu, siswa/siswi kelas itu pun mulai berdatangan. Mereka menatap ke arah perempuan itu dengan penasaran karena selama MOS berlangsung perempuan itu tidak pernah hadir, hingga...

" Revikaaaa!!!"

...suara itu datang. Revika mendongak dan menatap siapa yang telah memanggilnya lalu ia tersenyum tipis.

" Hai Nul." ujarnya dengan suara kecil. Nul atau lebih tepatnya Nur, tersenyum manis dan langsung duduk di sebelah bangkunya sembari meletakkan botol minum besar yang ia bawa ke atas meja.

" Lo kok lama banget sih datangnya?" tanya Nur.

" Sorry, soalnya kemarin ngga dapet tiket ke Indonesia." jawab Revika. Ia memberi Nur sebuah tas belanjaan yang lumayan besar dan mata Nur membulat melihat isinya. Sebuah kaos berwarna putih berlengan panjang dengan tulisan berwarna hitam ' Nur Shafira ', sapu tangan berwarna biru muda dengan inisial N.S.S.P di ujungnya, lalu yang membuat Nur lebih senang lagi adalah sebuah tas merk Chanel SA berwarna hitam dengan hiasan dua buah bunga yang juga berwarna hitam di ujung tas tersebut.

" Huwaaaa!!! Vikaaaa!! Lo baik banget siiihh!" seru Nur sembari memeluk Revika erat, membuat yang dipeluk memutar bola matanya bosan.

" Biasa aja keles." kata Revika dengan nada malas.

" Tapi tapi... Lo sebenarnya ke mana sih? London, kan?" tanya Nur. Revika menggendikan bahunya

" Sempat mampir ke Prancis bentar, jadi ya... sekalian aja gue beliin lo tas. Emm tapi... Lo suka kan?" tanya Revika ragu-ragu. Nur tersenyum dan mengangguk antusias. Dia mulai berceloteh kepada Revika tentang apa saja yang terjadi selama MOS kemarin. Mereka terus seperti itu hingga akhirnya bel masuk pun berbunyi.

***

" Lo mau ke kantin ngga, Ka? Sekalian aja bareng gue." ajak Nur. Revika melepaskan kacamata berframe hitam miliknya lalu menggeleng.

" Ngga usah. Gue di kelas aja." ujarnya. Nur mengangguk lalu pergi dari sana. Tak lama kemudian, dua orang siswi yang juga teman sekelasnya menghampiri mejanya.

" Hai."

Revika menatap mereka datar lalu mengangguk sekilas untuk membalas sapaan itu. Ia mengeluarkan novel yang belum selesai ia baca tadi pagi lalu membacanya. Tak ia pedulikan kehadiran dua orang itu di dekatnya membuat mereka mengerutkan dahi mereka.

" Pergi ajak yuk, orangnya sombong sih." ujar salah satu dari mereka lalu mereka pun pergi dari sana. Tak tau jika Revika semakin menundukkan kepalanya dan menggenggam erat novel yang ia pegang.

Zelvin menatapnya sembari bertopang dagu. Mata hitamnya mengamati penampilan Revika.

Not bad pikir Zelvin. Tiba-tiba, Revika menutup bukunya dan menyimpannya lalu beranjak dari kelas itu. Mata Zelvin terus mengikutinya hingga akhirnya ia keluar dari kelas.

***

Keesokan harinya, Zelvin kembali datang ke sekolah pukul 06:10. Begitu ia sampai di kelasnya, dapat ia lihat kalau Revika sudah duduk manis di sana. Keesokan harinya lagi juga sama seperti itu. Bahkan, Zelvin pernah datang lebih awal 5 menit dan tetap saja Revika sudah ada di sana. Duduk sembari membaca novelnya dengan tenang.

Ni anak nginep di sekolah kali ya? Datang paling awal, pulang paling akhir. Ujar Zelvin dalam hati. Sebulan sudah lamanya mereka sekelas dan Zelvin sudah cukup tahu tentang sifat Revika yang tidak mau bergaul selain dengan sahabatnya sejak SMP, Nur Shafira. Dia selalu cuek dan memasang ekspresi datar jika dihampiri salah satu siswa/siswi kelas ini, tapi dia selalu tersenyum dan berperilaku lembut jika berbicara dengan Nur. Bahkan sempat terbesit sebuah pemikiran di kepalanya kalau Revika itu menyukai sahabatnya tersebut, namun pemikiran itu langsung menguap begitu saja saat Nur bercerita kalau Revika dulu tidak seperti itu. Revika adalah sosok yang ramah. Dia cukup disenangi oleh guru dan teman-temannya, tapi entah kenapa dia jadi berubah seperti itu.

Memikirkan hal itu membuat Zelvin melamun. Teman sebangkunya pun menyikutnya pelan.

" Vin kerjain ulangan lo, jangan ngelamun dulu." bisiknya. Yup, sekarang mereka sedang menjalankan ulangan Fisika. Zelvin mendengus dan membenamkan wajahnya di antara kedua tangannya yang ia lipat di atas meja.

" Gue kagak ngerti sama sekali, Bro. Gimana mau jawabnya?"

Ucapan Zelvin tadi membuat temannya itu memutar bola matanya bosan. Ia melirik ke arah Zelvin dengan jengkel.

" Ya iyalah lo kagak ngerti. Guru ngejelasin, lo malah enak-enakan tidur. Bingung gue kenapa lo bisa masuk ke ni sekolah yang notabenenya standarnya tinggi."

Zelvin menggendikan bahunya saat mendengar ucapan temannya itu.

" Gue sendiri aja bingung kenapa bisa masuk ke ni sekolah." ujarnya.

" Terserah lo deh."

Ia pun beranjak dari tempat duduknya dan mengumpulkan kertas jawabannya. Meninggalkan Zelvin yang merana di bangkunya.

Huft... Resiko deh, kalo nilainya jelek pikir Zelvin lalu ia pun mengumpulkan jawabannya yang hanya terisi 13 soal dari 20 soal. Sang guru yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya. Walaupun jawabannya benar semua, tapi tetap aja nilainya di bawah KKM.

" Parah lo." ujar teman sebangkunya yang hanya di tanggapi dengan gendikan bahu.

***

Kepada siswa dan siswi yang bernama Alzelvin Axton Aldrich dan Revika Gracelin Qiandra, harap pergi ke ruang kepala sekolah sekarang. Sekali lagi kepada...bla...bla..bla...

Revika menghembuskan nafasnya kasar saat mendengar namanya dipanggil. Nur hanya tersenyum.

" Tenang aja. Gak bakalan ada apa-apa kok." ujar Nur menenangkan.

" Ya, gue tau."

Revika pun pergi ke ruang kepala sekolah dengan menggerutu. Ia mengetuk pintu ruangan itu sebentar lalu masuk. Di dalam sana sudah ada seorang pemuda yang Revika yakini sebagai siswa yang juga dipanggil tadi.

" Ah... Dia sudah datang." ujar Kepala Sekolah. Zelvin menoleh ke arah Revika yang langsung berdiri di sampingnya.

" Ada yang bisa saya bantu?" tanya Revika dengan raut datar.

" Ya. Saya butuh pertolongan kamu Revika. Apa kamu mau menjadi tutor Alzelvin selama 2 semester ini?" tanya Kepala Sekolah tersebut yang membuat Zelvin merengut. Sebenarnya dengan senang hati Revika ingin menjawab tidak, tapi karena orang di depannya ini jauh lebih tua darinya ia memilih mengangguk.

" Ngga masalah selama dia ngga ngerepotin." jawabnya.

" Oke, kau dengar sendirikan Zelvin?" tanya Kepala Sekolah itu.

" Iya iya, gue tau." ujar Zelvin dan dia langsung pergi begitu saja dari sana. Revika hanya diam menatap kepergian Zelvin. Kepalanya menyimpan sebuah pertanyaan.

Dia... Anak kelas mana sih?

Tbc~

21 February 2015

His Smile ;)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang