Chapter 7

86 0 0
                                    

Mereka berdua masih terdiam dengan mata yang saling menatap satu sama lain. Revika menatap Zelvin datar sementara Zelvin menatap Revika dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. 3 menit telah mereka lewati dalam keheningan, lalu Zelvin menghela nafas.

"Katanya lo sakit, kok ada di sini?" tanya Zelvin datar. Revika hanya menaikkan sebelah alisnya sebagai jawaban. Ia melirik ke arah belakang Zelvin. Pemuda yang tadi datang bersamanya masih asik memesan di sana, lalu kembali menatap mata Zelvin.

"Bukan urusan lo." ujar Revika pelan. Zelvin menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan.

"Lo ke sini bareng siapa?" tanyanya

"Lo pasti ngeliat gue datang bareng siapa." jawab Revika yang membuat suasana di sekitar mereka menjadi semakin canggung.

"Pipi lo kenapa? Lo habis berantem?" tanya Zelvin lagi

"Ga kenapa-napa. Please jangan tanya lagi. Mau gue mati kek atau apa kek, jangan sok ikut campur. Lo bukan siapa-siapa gue."

Perkataan itu cukup menohok untuk Zelvin. Menurutnya apa salahnya khawatir dengan teman sekelas sendiri? Itu tidak salah, bukan? Tapi sayangnya dia tidak sadar akan sesuatu. Sesuatu yang bisa dilihat oleh Revika lewat tatapannya dan Revika tau apa artinya.

"Lo balik aja ke meja lo sana. Jangan ganggu gue." ujar Revika, lalu ia mengambil ponselnya dan mulai mengutak-atik benda tersebut. Mencoba untuk mengabaikan keberadaan Zelvin yang masih berdiri mematung di depannya. Dapat ia dengar helaan nafas dari pemuda di depannya itu dan dengan perlahan Zelvin menjauh dari meja Revika.

Revika menghembuskan nafasnya lega. Ia mendongak dan menatap pemuda yang datang bersamanya tadi sedang berjalan ke arahnya dengan sebuah senyum manis dan tangan yang memegang sebuah nampan berisi pesanan mereka. Ia meletakkan nampan itu di meja lalu duduk di depan Revika.

"Nih Dek, Abang pesanin Beef Burger yang ukurannya jumbo buat kamu." ujarnya dengan nada senang. Revika tersenyum tipis dan mengangguk. Ia pun mengambil Burger miliknya dan membuka bungkusannya.

"Oh iya Dek, tadi itu siapa?"

Revika yang sudah membuka mulutnya untuk menggigit langsung berhenti. Ia mendongak menatap pemuda itu yang juga sedang menatapnya dengan tatapan tertarik. Dia tidak menyangka kalau orang di depannya ini melihat kejadian tadi.

"Bang Yunra ngga makan?" tanya Revika yang kelihatan sekali ingin mengalihkan pembicaraan mereka. Pemuda yang dipanggil Yunra itu menggeleng dan tetap menatapnya-kali ini lebih tajam.

"Bukan siapa-siapa, cuma teman sekelas." ujar Revika.

"Kamu ngga mau cari cowok lain Dek? Kayaknya dia suka sama kamu deh." tanya Yunra.

"Gak ah Bang, males. Pengen langsung nikah aja nanti." jawab Revika asal sembari menggigit Burgernya.

"Berarti Abang harus nikahin kamu juga dong?" tanya Yunra dengan nada penuh humor yang membuat Revika mendengus.

"Bang Yunra apaan sih? Kita kan saudara. Walopun Abang suka ngaku-ngaku kalo Vika ini pacar Abang, tapi tetap aja." ujar Revika kesal. Yunra hanya terkekeh kecil. Saudara? Yup, mereka saudara. Kenapa tadi Rama bilang kalau Yunra adalah 'cowok'nya Revika? Itu karena alasan tadi, Yunra selalu mengaku kalau Revika adalah pacarnya. Rama memang tidak terlalu suka dengan Yunra meskipun dia adalah anak kandungnya karena Yunra lebih suka menghabiskan waktu di luar rumah, membuatnya langsung di depak dari rumah begitu dia lulus SMA. Namun, hal itu tidak membuat Yunra membenci Ayahnya tersebut.

"Oh iya, katanya hari ini Ayah sama Bunda sidang cerai ya?" tanya Yunra sembari membuka bungkus Burgernya. Revika hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Akhirnya dia cerai juga sama tu perempuan parasit." ujar Yunra senang

"Abang kok ngomongnya gitu sih? Dia kan Bunda nya kita."

"Ng? Kamu masih belain dia Dek? Yaelah..."

Revika hanya diam. Entahlah, dia rasa kebenciannya terhadap Bunda nya sudah cukup besar tapi entah kenapa dia juga tidak suka kalau ada orang yang menjelek-jelekkan Bunda nya tersebut.

"Bang, habis ini kita pulang ya." ujar Revika datar. Yunra menatap Revika datar lalu mengalihkan tatapannya ke arah jendela yang menampilkan awan mendung.

"Iya, lagian mau hujan nih." ujar Yunra.

Mereka memakan makanan mereka dalam diam. Merasa kalau sedang diperhatikan, Revika mengerutkan dahinya lalu mengalihkan tatapannya dan matanya bertemu pandang dengan mata milik Zelvin. Mereka terdiam sejenak lalu Revika mengalihkan tatapannya. Tak lama kemudian mereka pun selesai dan langsung pergi meninggalkan mall tersebut.

Di dalam perjalanan, rintik-rintik air hujan perlahan turun dan mulai membasahi bumi. Revika menatap datar ke arah langit yang menggelap. Ia sedikit kesal karena tidak bisa mencium bau hujan dari dalam mobil. Terkadang bau hujan membuat perasaannya menjadi tenang. Tak sampai 1 setengah jam kemudian, mobil milik Yunra telah terparkir dengan manis di depan rumahnya.

"Abang mau mampir?" tawar Revika.

"Ngga usah, Abang mau langsung pulang aja. Tugas kuliah lagi numpuk soalnya." ujar Yunra. Revika mengangguk mengerti. Ia pun mengecup pipi Yunra sejenak lalu keluar. Setelah melambaikan tangannya, Yunra langsung tancap gas dari sana.

Revika menghela nafas. Dengan perlahan ia berjalan ke arah pintu rumah dan membukanya. Hening. Tidak ada suara atau siapapun di sini. Ada sih, Bi Jum yang bekerja untuk menjadi pembantu rumah tapi Revika rasa dia sedang asik berada di dapur.

Revika melangkahkan kakinya masuk ke dalam lalu naik ke kamarnya. Begitu ia membuka pintu kamar, hanya kegelapanlah yang menyapanya. Ia berjalan masuk dan sedikit menggeser gorden kamarnya yang berwarna abu-abu agar seberkas cahaya bisa masuk ke dalam. Setelah itu, ia masuk ke dalam kamar mandi yang memang sudah tersedia di kamarnya dan mulai mandi.

Tak sampai 40 menit, Revika telah selesai. Sekarang ia memakai sebuah kaos berwarna merah dengan bawahan celana training hitam. Sebuah handuk berukuran sedang tersampir di kepalanya. Ia duduk bersandar di atas ranjangnya dengan posisi memeluk kedua lututnya. Matanya menatap kosong ke arah depan. Selalu saja seperti ini. Sendirian dan hanya ditemani oleh keremangan kamar.

Revika memejamkan matanya sejenak lalu membukanya dan berimajinasi jika di depannya saat ini ada seseorang yang menemaninya, mengajaknya bicara dan tersenyum padanya. Ia tersenyum tipis lalu dengan perlahan tangan kanannya terulur untuk menyentuh bayangan itu, namum bayangan tersebut langsung menghilang. Membuat senyumannya berubah menjadi sebuah senyum miris. Tidak akan ada yang menemaninya. Bunda dan Abangnya sudah tidak ada di sini, sementara Ayahnya sibuk dengan kantor. Membuat dirinya semakin merasa.... sendirian.

Revika memejamkan matanya dan semakin mengeratkan pelukannya terhadap kedua lututnya itu.

'Menyedihkan. Lo sangat-sangat menyedihkan Revika. Bahkan keluarga lo pun makin ngga peduli sama lo. ' pikirnya

Tbc~

1 Maret 2015

His Smile ;)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang