Chapter 4 (Revika PoV)

63 0 0
                                    

Aku hanya bisa diam sembari menatap kosong cangkir berisi cappuccino yang masih penuh di depanku. Ea, Awa, dan Nul sedang menatapku khawatir, namun aku hanya bisa diam. Ingatan ku melamun ke kejadian beberapa saat yang lalu. Kejadian yang membuat hatiku terasa sakit. Orang yang dulu sangat aku sayangi dan hormati. Bunda ku. Sedang berjalan riang bersama seorang Pria yang aku kenal sebagai selingkuhannya.

Sebenarnya ingin sekali aku menghampirinya dan menamparnya. Tidak, bukan Bunda ku tapi Prianya. Dia sudah tau kalau Bunda sudah memiliki keluarga namun kenapa dia masih saja menggodanya. Karena Pria itu Bunda berubah. Orang yang paling aku sayang kini menjadi orang yang paling aku benci. Karena hal ini jugalah aku menjadi muak berada di rumah. Aku malas berada di dekatnya. Membuatku menjadi semakin membencinya jika melihatnya.

Sekali lagi, ku hembuskan nafasku dengan gusar. Ketiga sahabatku tadi masih menatapku khawatir. Aku hanya tersenyum lemah. Mereka bertiga adalah sahabatku sejak SMP, namun aku lebih dekat dengan Nul dibandingkan dengan Ea dan Awa. Mereka memang tau tentang 'kerusakan' keluargaku, tapi hanya Nul yang tau secara rincinya.

"Lo yakin gapapa, Vi?" tanya Ea yang hanya ku anggukkan.

"Lo mau pulang sekarang?" tanya Awa. Aku menggeleng, "nanti aja. Ke Amazon yuk!" ajakku

Mereka hanya mengiyakan ajakanku, bisa kulihat seberkas harapan agar aku bisa melupakan kejadian tadi. Membuatku tersenyum dan bersyukur bisa memiliki sahabat mereka.

Selama kami berada di sana, aku berusaha keras agar terlihat menikmati semua permainan yang aku mainkan, tapi tetap saja. Nur bisa melihatnya, senyum palsu yang aku tunjukkan pada mereka namun ia membiarkannya.

Tak terasa jam telah menunjukkan pukul 05:15 sore. Kami memutuskan untuk pulang. Aku mengantar Nur ke rumahnya terlebih dahulu. Di halaman rumahnya terparkir sebuah mobil avanza hitam. Bisa kulihat kalau Kakak dan kedua orang tuanya sedang berkumpul di ruang tamu rumahnya. Membuatku hanya bisa tersenyum miris. Sudah lama sekali aku tidak merasakan bagaimana rasanya berkumpul dengan keluarga karena setiap kali kami berkumpul pasti ada saja barang yang pecah.

"Err... Vika, gue duluan ya. Thanks buat yang tadi sama tumpangannya." ujar Nur. Aku hanya mengangguk tanpa menatap ke arahnya.

Sepeninggal Nur, mobil ini pun pergi. Dari rumah Nur ke rumah ku memerlukan 15-20 menit. Tak lama kemudian, mobil ini pun sudah terparkir dengan manis di depan rumah. Aku menghela nafas sejenak lalu keluar sembari membawa belanjaanku. Begitu aku masuk, dapat kulihat Bunda sedang duduk sembari membaca majalahnya. Tanpa melihat ke arahnya aku melangkahkan kakiku naik ke tangga.

"Dari mana? Bukannya Bunda sudah ngajarin kamu buat ngasi salam?" ujarnya tanpa mengalihkan tatapannya dari majalah di depannya.

"Assalamualaikum." ujarku cepat lalu langsung naik ke kamar. Mengabaikan tatapan matanya yang marah karena satu pertanyaannya tidak ku jawab.

Tbc~

24 February 2015

His Smile ;)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang