Chapter 8

72 0 0
                                    

Zelvin hanya bisa bertopang dagu sembari menatap Revika yang sedang duduk manis di depannya. Ia sedang serius mengoreksi hasil pekerjaan Zelvin. Tatapan matanya yang tajam melihat angka-angka di depannya dengan teliti. Setelah yakin kalau semua yang dijawab oleh Zelvin benar, ia mengangguk dan mengembalikan buku itu ke pemiliknya.

Hari ini mereka kembali berkutat dengan Fisika, karena besok ulangan Fisika akan dilaksanakan kembali. Revika mengambil tas selempangnya lalu membukanya. Ia mengambil sebuah tumpukan lembaran soal yang membuat Zelvin menelan saliva nya takut.

"Nih 200 soal, kerjain dalam waktu 3 jam." ujar Revika dengan santai. Tak mempedulikan Zelvin yang ternganga.

"Gila lo?! Kepala gue bisa meledak kalo gini! Mana semuanya Fisika lagi! 100 soal aja deh ya? Ya? Ya?" mohon Zelvin dengan raut memelas. Namun, dengan tegas Revika menggeleng. Membuat wajah Zelvin cemberut dan mengambil lembaran soal tersebut. Dengan tidak ikhlas ia membolak-balikkan lembaran-lembaran itu. Memang sih, soalnya pilihan ganda tapi kan tetap aja capek. Zelvin pun mulai mengerjakan soal-soal tersebut dengan wajah yang masih cemberut.

"Jangan cemberut, nanti salah loh jawabannya." ujar Revika sembari membaca novel yang ia bawa. Zelvin mendelik sebal ke arahnya, tapi entah kenapa darahnya berdesir aneh dan jantungnya sedikit berdetak lebih kencang saat mendengar nada lembut yang dikeluarkan oleh Revika tadi. Ia pun melanjutkan pekerjaannya tadi yang sempat tertunda sebentar.

Selama hal itu berlangsung, Revika hanya duduk diam sembari menikmati novelnya. Yah... Walaupun sesekali ia melirik ke arah Zelvin yang tampak mengacak rambutnya karena bingung ataupun gelisah entah karena apa. Sudut bibirnya SEDIKIT melengkung ke atas karena tingkah lucu Zelvin yang tidak pandai diam.

2 jam telah berlalu. Waktu Zelvin masih ada 1 jam lagi. Revika menutup novelnya lalu merenggangkan tubuhnya. Pegal juga jika lama-lama duduk gitu terus. Ia menatap Zelvin yang masih berkutat dengan soal-soal yang ia berikan.

"Masih berapa soal lagi yang belum?" tanyanya.

"60." jawab Zelvin tanpa mengalihkan tatapannya dari soal-soal tersebut.

"140 soal yang lain udah yakin?"

"Nggak 100%, mungkin cuma 90%."

"Bagus, setidaknya sudah lebih dari 70%."

Zelvin hanya mengangguk mengiyakan. Revika melirik ke arah jam dinding yang sekarang menunjukkan pukul 12 siang, lalu tatapan matanya beralih ke arah sebuah foto keluarga yang dipajang di dinding. Di foto itu kedua orang tua Zelvin duduk berdampingan dengan tangan yang saling menggenggam, di belakang mereka berdiri Zelvin dan seorang perempuan yang kemungkinan besar adalah saudarinya. Mereka semua tersenyum ke arah kamera dengan sinar bahagia yang tampak jelas di wajah mereka, membuat Revika mengalihkan pandangannya karena iri. Dia memang pernah membuat foto keluarga, tapi tak sesempurna dan sehangat seperti di foto keluarga milik Zelvin. Yang terpancar hanya rasa dingin dan kaku. Walaupun di sana ia tersenyum manis ke arah kamera, tapi tetap saja masih terasa kekakuan di antara mereka. Namun sekarang foto keluarga itu sudah tidak ada, yang terpajang di dinding rumah hanya foto dia dan Ayahnya. Mungkin ada foto Yunra juga tapi tidak banyak.

Revika menatap Zelvin yang terlihat hilang konsentrasi karena sekarang dia sedang bengong. Apa dia sudah sangat keterlaluan ya? Tapi 200 soal yang dia berikan ke Zelvin masih di taraf Sedang kok, ngga susah-susah amat tapi juga ngga mudah-mudah amat.

"Hoi, jangan bengong. Ntar lo kesambet lagi." ujar Revika. Zelvin menoleh ke arah Revika dengan wajah bengongnya yang entah kenapa membuat Revika ingin sekali mencakarnya.

"Jelek banget muka lo." ucap Revika datar yang membuat Zelvin tersadar dari bengongnya.

"Enak aja bilangin gue jelek! Orang ganteng bin cool gini, malah dibilang jelek."

His Smile ;)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang