Chapter 9

68 1 0
                                    

Hari itu, entah kenapa kelas mendadak suram. Suasana hening melingkupi ruangan tersebut, yang terdengar hanyalah suara gesekan antara pulpen ataupun pensil dengan kertas. Revika mengoreksi jawabannya dengan teliti. Setelah dirasanya sudah benar, ia melirik ke arah Zelvin yang sedang mengerjakan ulangannya dengan lancar.

"Oke, yang sudah selesai boleh dikumpulkan."

Suara Bu Rany terdengar begitu jelas karena heningnya kelas. Revika menepuk lengan Nur agar ia bergeser dan membiarkannya lewat, lalu ia pun berjalan ke arah meja guru. Bu Rany yang melihat itu hanya tersenyum dan mengangguk. Ia mengambil lembaran jawaban Revika lalu langsung mengoreksinya. Tak lama setelah Revika duduk kembali, Zelvin berdiri dan mengantar lembaran miliknya. Dengan perasaan gugup ia memberikannya pada Bu Rany lalu segera duduk kembali. Ruangan itu kembali hening. Bu Rany meneliti lembaran milik Zelvin yang telah di isi semua dengan tulisannya yang rapi, lalu mendongak menatap Revika.

"Revika!" panggilnya.

Revika mendongak lalu berdiri dari tempat duduknya. Murid yang lain hanya menatap mereka dalam diam.

"Ibu dengar kamu yang jadi tutor nya Alzelvin ya?" tanya Bu Rany yang dijawab dengan anggukan singkat oleh Revika.

"Nih, jawaban dia tanggung jawab kamu kan?" tanya Bu Rany sembari menyerahkan lembaran jawaban milik Zelvin. Revika mengambil pulpen merahnya lalu beranjak ke arah Bu Rany. Diambilnya lembaran tersebut lalu melihatnya. Sebelah alisnya naik saat melihat ada jawaban yang tidak sesuai, lalu ia mendelik ke arah Zelvin yang menatapnya penasaran.

"Vin, sini." ujar Revika. Ia membulatkan angka yang salah lalu memberi tanda tanya di sampingnya. Begitu Zelvin menghampirinya, ia menyerahkan lembaran itu. Zelvin menatap lembaran itu dalam diam, lalu setelah sadar dengan kesalahannya ia hanya bisa nyengir lima jari.

"Yaelah... Cuma salah satu angka doang kok." ujar Zelvin. Revika hanya memutar bola matanya bosan.

"Kalian udah pertemuan keberapa?" tanya Bu Rany

"Baru yang kedua Bu," jawab Zelvin.

"Hm... Bagus. Baru 2 pertemuan nilai kamu udah hampir sempurna." ujarnya.

"Ya gimana ngga kayak gitu Bu, baru juga dijelasin sedikit eh ngga taunya malah langsung di kasi 10 soal yang susahnya pake banget sama ditambah 200 soal tingkat sedang –_—."

Mendengar itu semua murid langsung menatap ke arah Zelvin kasihan sementara Bu Rany menatap Revika yang sedang menaikkan sebelah alisnya dengan takjub.

"150 soal kalo lo masih ingat. 50 soal lainnya gue jadiin bonus." koreksi Revika. Zelvin hanya menatapnya sinis, tapi Revika tak mempedulikannya. Ia mengambil lembaran jawaban di tangan Zelvin lalu memberinya nilai 95 di sana.

"Oke, kalian berdua bisa duduk."

Setelah itu, mereka berdua pun duduk di bangku masing-masing. Revika memejamkan matanya. Ia tau, kalau saat ini Zelvin sedang memandang ke arahnya. Dengan perlahan Revika membuka matanya kembali lalu menghela nafas. Matanya melirik ke arah area pergelangan tangan kirinya lalu kembali terpejam. Perlahan-lahan ia menutup semua bekas luka di sana menggunakan tangan kanannya. Luka yang entah kenapa malah membuatnya kecanduan dulu. Kecanduan karena rasa sakit yang ia rasakan dari luka tersebut bisa mengalihkan perhatiannya dari rasa sakit di hatinya.

"Vi..." bisik Nur. Revika membuka sedikit matanya dan menoleh ke arah Nur.

"Lo gapapa?" tanyanya khawatir. Revika hanya tersenyum tipis lalu mengangguk.

"Tenang aja. Gue ga bakalan ngelakuin hal bodoh kayak dulu kok."

Ngga sekarang.

***

His Smile ;)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang