Bian mengikuti Chef Anto yang berlari. Chef utama resto DAMA itu lantas membuka pintu sebuah ruang. Ia memasuki ruang tersebut dengan tergesa-gesa. Sementara itu, Bian dan perempuan tadi berhenti di ambang pintu.Bian tertegun dengan apa yang ia lihat. Seorang wanita paruh baya tengah berusaha keras untuk berdiri. Dia terisak, seraya memegangi kursi roda yang digunakan sebagai tumpuan.
"Mama kenapa?" tanya Chef Anto, seraya membantu istrinya bangkit.
"Mama hanya ingin bisa jalan lagi, Pa," jawab wanita tersebut di sela isak tangisnya.
Bian mendekat dan membantu Chef Anto yang terlihat kesusahan. Kedatangan Bian membuat istri Chef itu berhenti menangis. Ia seperti penasaran dengan pemuda yang membantunya.
"Ini siapa, Pa?" tanya wanita tersebut.
"Oh, ini Mas Bian. Putranya Bu Atifah dan Alm. Pak Yosa."
Bian tersenyum dan menyalami istri Chef Anto. Ia memperkenalkan diri secara pribadi dan menjelaskan apa tujuannya datang pagi ke kediaman mereka. Wanita yang duduk di kursi roda itu pun tersenyum dan menyambut baik kedatangan Bian.
"Nak Bian, Ibu ini udah dua tahun terakhir cuma duduk di kursi roda. Kadang bosen, pingin bisa jalan-jalan, kerja. Yaaa, tapi tiap mau nyoba, gagal terus." Wanita yang tadi memperkenalkan diri dengan nama Yayu itu, sedikit mencurahkan isi hatinya. "Makanya kamu yang masih muda dan sehat harus berusaha sekuat tenaga. Jangan sia-siakan waktu."
Senyum tawar terlihat di wajah Bian. Ia memang sedikit kecewa dengan dirinya sendiri. Sebab, apa yang Bian lakukan selama ini hanya menyia-nyiakan waktu dan kesempatan.
"Mohon doanya, Tante. Mulai sekarang saya akan berusaha keras."
Bian berpamitan kepada Yayu dan kembali ke dapur. Satu jam ini, lelaki berparas tampan tersebut menghafalkan semua jenis bumbu dan rempah. Tidak hanya dari yang dilihat, tetapi juga dari aroma dan tekstur.
Setelah Bian bisa menghafal semuanya dengan baik, Chef Anto menutup mata muridnya. Ia memberi tahu Bian seperti apa aroma tiap-tiap bumbu yang ada. Mulai dari bawang, kencur, jahe, hingga rempah yang lain. Selain bisa membedakan jenis bumbu dari bentuknya, Bian juga harus bisa membedakan dari aromana.
"Baik, sepertinya Mas Bian sudah paham semuanya. Semoga tidak lupa," sindir Chef Anto yang membuat Bian kikuk, "Sekarang lanjut ke fungsinya."
Kata siap dari Bian membuat Chef Anto bersiap dengan beberapa bumbu di depannya untuk dijelaskan kepada sang murid.
"Kunyit ini kalau dalam masakan fungsinya untuk memberi aroma yang khas, juga untuk menutup bau amis pada daging atau sea food.""Kalau rasa kunyit sendiri bagaimana, Chef?" tanya Bian.
"Coba dimakan." Chef Anto tersenyum. "Kalau rasa dasarnya itu pedas dan pahit. Selain itu, kunyit juga berfungsi sebagai pewarna alami. Menghasilkan warna kuning atau oranye. Warna tersebut dihasilkan dari kandungan curcumin dalam kunyit." Chef Anto kembali memberi penjelas kepada Bian.
Selain sebagai bumbu makanan, kunyit memang memiliki banyak manfaat untuk kesehatan. Beberapa di antaranya adalah mencegah penyakit jantung, menghilangkan radikal bebas dalam tubuh, mencegah kram saat menstruasi dan meningkatkan imun tubuh. Begitu yang Bian terima dari penjelasan guru masaknya.
"Kalau lengkuas ini untuk apa, Chef?" tanya Bian.
Chef Anto mengambil lengkuas di depannya. "Seperti kunyit, ini juga menghilangkan bau amis, menambah aroma pada makanan. Aroma lengkuas yang tajam dan pedas ini bisa memberi kesegaran pada makanan. Apalagi jenis olahan daging dan masakan yang ditumis."
Ponsel Bian berdering. Ia segera mengambil benda pipih tersebut dari saku. Dilihatnya nomor telepon rumah yang masuk. Tumben sekali pagi-pagi ada orang rumah yang menelepon? Apa mungkin Pak Muid tidak mengatakan jika Bian ada urusan? Jika dia bilang, harusnya tidak ada telepon masuk. Ya, Bian menebak jika telepon itu dari sang Mama yang mencari keberadaan dirinya.
"Angkat saja tidak apa-apa," ujar Chef Anto.
"Eh, iya, Chef. Aku permisi sebentar." Bian langsung berjalan keluar. Ia sengaja menjauh dari Chef Anto. Rasanya tidak enak jika menerima telepon di dekat orang lain.
"Halo, Ma," ucap Bian.
"Lama sekali! Aku sudah meneleponmu dari tadi, Bian!"
Sial! Ternyata itu suara Mahadi. Kenapa orang itu mencari Bian? Kenapa cara bicaranya ketus sekali seperti itu? Bian menjadi sangat risih. Ingin sekali langsung mematikan telepon tersebut.
"Cepat katakan ada apa. Aku tidak punya banyak waktu untuk meladeni orang sepertimu!" ketus Bian.
"Atifah!"
Satu kata yang keluar dari mulut Mahadi membuat Bian bingung.
"Ada apa? Mama kenapa?"
"Dia masuk rumah sakit. Segera datang. Aku sibuk."
Gila! Mahadi benar-benar gila! Dia bahkan terang-terangan menyuruh Bian untuk mengurus mamanya karena dia lebih memilih dengan kegiatan yang lain. Kalau tau tentang ini, Atifah pasti akan lebih stres atau bahkan dia akan memecat Mahadi sebagai suami. Akan tetapi, Bian tidak akan mengatakan itu sebelum dia memiliki bukti apa pun.
"Setelah ini, kepastikan hidupmu tidak akan tenang, Mahadi!" geram Bian.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Impossible
Ficción GeneralSetiap diri pasti memiliki arti. Meski terkadang, semua orang bersikap tak peduli. Biantara Jayastu ingin membuktikan bahwa dirinya berarti melalui sebuah kompetisi memasak. Dia yakin bahwa julukan Mr. Imposiblle yang tersemat dalam dirinya tidak be...