Setelah berpamitan kepada Chef Anto, Bian segera pulang. Di telepon tadi, ayah tirinya tidak mengatakan di rumah sakit mana Atifah dirawat. Jadi, ia harus pulang lebih dulu untuk menanyakan kepada Pak Muid di mana sang Mama dirawat.Sambil berjalan cepat menuju rumah, Bian melepas helm. Motornya di hentikan di depan gerbang, sebab terlalu lama menunggu Pak Muid membuka gerbang tinggi itu.
Tanpa mengetuk pintu lebih dahulu, pemuda hobi traveling itu langsung memutar knopnya. Pikiran Bian sudah begitu kacau setelah mendapat telepon dari Mahadi. Dia begitu mengkhawatirkan keadaan Atifah.
"Pak Muid, Ma―" Bian menghentikan ucapannya ketika pintu terbuka sempurna. Bola mata berwarna cokelat pudari itu, terbelalak. Ia cukup terperangah melihat siapa yang ada di dalam rumah.
Orang yang mengenakan celana joger dan jaket, langsung menoleh. Dia seperti heran melihat ekspresi Bian. Tidak biasanya Bian menunjukkan ekspresi penuh kekhawatiran seperti itu.
"Bian, kamu kenapa?"
Bian mendekat dengan langkah pelan. Rasanya masih sulit dipahami bagaimana bisa Atifah ada di rumah, sedang tadi Mahadi baru saja meneleponnya dan mengatakan jika sang Mama berada di rumah sakit. Apa Bian sudah dibodohi lelaki menyebalkan itu?
"Mama bukannya ada di rumah sakit?" tanya Bian.
"Iya, Mama tadi memang ke rumah sakit buat chek up rutin. Tapi malah dokternya ada operasi darurat, jadi Mama cuma dikasih resep," jelas Atifah.
Tangan Bian mengepal kuat.
'Sial! Aku sudah dibohongi lelaki tua itu itu!'"Sebenarnya tadi Mama mau ngajak kamu, soalnya Papa ada rapat dadakan. Eh, kata Pak Muid malah kamu udah keluar sejak subuh." Atifah melanjutkan penjelasannya tadi.
"Terus Mama ke rumah sakit sama siapa?" tanya Bian.
"Sama Pak Muid."
Hati Bian merasa dongkol bukan main. Mahadi dan anaknya sudah berani terang-terangan mengajak perang. Dalam hati, Bian berjanji untuk melakukan pembalasan.
Bian meminta maaf kepada Atifah karena tidak bisa mengantarkan berobat. Setelah itu, ia langsung berangkat ke restoran. Mulai sekarang, Bian akan sering ke restoran untuk mengawasi Caka. Selain itu, dia juga berusaha untuk meluluhkan hati mamanya. Paling tidak, Atifah bisa melihat jika anaknya berusaha menjadi lebih baik.
Demi misi besarnya itu, Bian membuat jadwal kegiatan. Subuh, berangkat untuk belajar di rumah Chef Anto. Pagi, pulang untuk menemani mamanya. Siang, berangkat untuk mengawasi restoran. Malamnya, Bian akan mencatat apa yang sudah dipelajari bersama Chef Anto. Untuk sekarang, kegemarannya jalan-jalan dilupakan sementara.
Seperti pagi sebelumnya, hari ini Bian akan datang lagi ke rumah Chef Anto. Jika kemarin Pak Muid harus turun tangan untuk membangunkan tuan mudanya, sekarang dia tak perlu melakukan hal tersebut. Sebab, Bian sudah bisa bangun Subuh sendiri.
Sesaat setelah iqomah Subuh, Bian berangkat dengan mengendarai motornya. Kemarin, Bian sudah mengatakan kepada Atifah jika beberapa minggu ini ia sibuk dan akan pergi setiap Subuh. Namun, pria berambut cepak itu tidak mengatakan lebih lanjut tentang kesibukannya. Atifah juga tidak meminta penjelas. Sebab, selama ini kesibukan Bian hanya untuk komunitas dan juga hobi travelingnya.
Di rumah Chef Anto, Bian harus menunggu sebentar. Pagi ini Bu Yayu sedang manja dan ingin menghirup udara segar di taman belakang ditemani suaminya. Tak masalah bagi Bian, sembari menunggu ia akan berselancar di internet untuk menambah pengetahuannya seputar dunia memasak.
"Maaf, Mas Bian, saya harus menemani istri dulu," ujar Chef Anto.
Bian berdiri seraya memasukkan ponsel ke saku. "Nggak masalah, Chef. Apa bisa kita mulai sekarang?"
Chef Anto tak menjawab secara gamblang, dia langsung mengajak Bian ke dapur. Selama sebulan ini, dapur itu akan menjadi tempat Bian menimba ilmu.
Setelah mengenal bumbu dasar, hari ini Bian akan mendapat penjelasan mengenai teknik memasak. Bian kira, memasak tak perlu teknik yang penting bumbu lengkap dan hasil enak. Ternyata memasak tidak sesimpel perkiraannya.
"Pada dasarnya teknik memasak itu ada tiga. Dengan menggunakan media air, minyak dan dry heat atau panas kering. Nanti masing-masing itu ada pembagiannya lagi."
Bian menyimak penjelasan Chef Anto dengan khusyuk. Jika dia melewatkan satu penjelasan saja, bisa-bisa saat memasak hasilnya tidak bagus. Sebab, ini adalah materi dasar yang harus Bian kuasai sebelum bahan makanan dieksekusi.
"Meskipun bahannya sama, kalau teknik masaknya beda, hasilnya tetap beda. Setiap teknik akan menghasilkan rasa dan tampilan makanan yang berbeda." Chef Anto melanjutkan penjelasannya.
"Bisa kasih contohnya, Chef?" tanya Bian.
Chef Anto mengambil nampan berisi makanan dalam mangkuk kecil. "Nah, ini ada dua jenis makanan berkuah dengan bahan dasar yang sama, tapi tekniknya berbeda. Mangkuk merah menggunakan teknik simering, ini rasa kuahnya lebih kuat. Sedangkan di mangkuk putih, menggunakan teknik stewing. Rasa kuahnya jadi lebih kental dan rasanya lebih gurih."
"Memangnya ada berapa teknik, Chef?" tanya Bian, lagi. "Em, maksudku dari tiga teknik dasar itu jadi berapa bagian lagi?"
Sepuluh teknik memasak disebutkan oleh Chef Anto. Teknik masak tersebut adalah sauteing, stir frying, pan frying, shallow frying, deep frying, boiling, simmering, poaching, braising, dan au bain marie. Belum sempat menjelaskan secara rinci, seorang perempuan masuk untuk menemui Chef Anto.
"Maaf, Pak, di depan ada tamu," ujar ART tersebut.
"Siapa?" tanya Chef Anto. Ini tidak biasanya ada orang yang bertamu sepagi ini. Apalagi, rumah Chef Anto memang jarang dikunjungi tamu.
"Laki-laki masih muda. Em ... sepertinya seumuran Mas ini," jawabnya seraya menunjuk Bian.
Laki-laki muda, seumuran dengan Bian? Apa mungkin itu Caka?
![](https://img.wattpad.com/cover/264280574-288-k580059.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Impossible
Художественная прозаSetiap diri pasti memiliki arti. Meski terkadang, semua orang bersikap tak peduli. Biantara Jayastu ingin membuktikan bahwa dirinya berarti melalui sebuah kompetisi memasak. Dia yakin bahwa julukan Mr. Imposiblle yang tersemat dalam dirinya tidak be...