BAB 2

112K 12.2K 440
                                    

-o0o-

•Mafia Girl Transmigration•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Mafia Girl Transmigration•

"Sudah kubilang namaku sekarang Erla bukan Ava." Geram Erla yang tak lain adalah Xora.

Erla menoleh kepada dua remaja laki-laki dan perempuan, Erla melihat wajah yang perempuan seperti sangat kesal padanya. "Ava jika kau tak suka dengan Hana maupun Cindy jangan sampai mencelakai nyawa mereka, mentang-mentang kau lebih kaya dari mereka jangan berbuat hal buruk kepada kedua temanku itu! Atau aku akan memberi perhitungan denganmu."

Erla yang sedang mengisi botol kecilnya dengan bensin hanya diam dan mendengar ocehan tak berguna dari gadis yang tak dikenalnya, Paman Jeri berdehem pelan, "Nona Kerla Cassandra dan Kevin Cassandra, Nona saya sedang membutuhkan istirahat lebih-"

Erla menghirup bau bensin dan tersenyum miring, bau bensin adalah candu untuknya, "Tak apa Paman Jeri..." Erla membenarkan letak topinya dan mendongak menatap gadis yang Ia ketahui namanya adalah Kerla Cassandra.

"Aku tidak akan meminta maaf pada hal yang tidak aku perbuat dalam hal yang disengaja maupun tidak. Namaku Erla bukan Ava, Nona Kerla. Baiklah, aku sebagai kakak tiri yang baik akan melihat adik tiriku dan temannya. Mau mengantarkanku, hm?" Tanya Erla sopan membuat Kerla terdiam. Paman Jeri, Kevin, dan Kerla terpana dengan penampilan baru Erla.

"Ya a-ku bisa mengantarkanmu." Kerla terbata-bata melihat mata elang Erla. "Terima kasih, mari." Erla tersenyum tipis kepada Kerla dan Kevin.

Kerla dan Kevin masih linglung memasuki mobilnya, Paman Jeri membukakan pintu belakang untuk Erla. Erla memasuki mobil dan melepaskan topinya. Ia mengikat ikat pinggang tepat di pinggangnya.

Erla meletakkan botol kecil berisi bensin dan korek api zippo di ikat pinggangnya. Paman Jeri melihat dari kaca dalam mobil, "Untuk apa itu Nona Erla?"

"Apa aku mengizinkan Paman Jeri bertanya?" Erla membalas tatapan Paman Jeri dengan tajam. Paman Jeri mengalihkan pandangan, "Maafkan saya Nona. Oh, saya sudah membelikan makanan ringan untuk Anda."

Erla membuka kantong berisi makanan, Ia memakan dengan lahap. "Lencana-lencana itu hilang saat aku berpindah tubuh, aku juga sudah bertanya dengan rekan-rekanku tentang ini. Apa mereka akan mencari keberadaanku?"

Erla membuka botol kecil itu dan menghirupnya kembali, "Banyak sekali hal yang tak lazim terjadi di sini, bagaimana dengan nasib tiga ularku? Salah satu adik angkatku yang menghilang, apalagi kata adikku bahwa aku mengalami lupa ingatan, tetapi bagian mana, saat aku umur berapa? Kenapa adikku tak mengatakannya saja."

Mobil berhenti, Erla menutup botolnya. "Nona saya tunggu di parkiran...Tuan Kevin dan Nona Kerla sudah menunggu Anda."

"Hm." Erla memakai topinya kembali, Ia membuka pintu dan keluar mobil melihat rumah sakit besar. Erla mencengkram botol kecilnya yang berisi bensin, "Ayo Erla." Ajak ramah Kerla yang membuat Erla heran.

Kerla ingin menggandeng tangan Erla, Erla langsung menghindar. "Aku tak suka disentuh."

Kerla cemberut, "Baiklah Erla. Aku tak akan memaksa ayo." Kerla memasuki rumah sakit, Kevin dan Erla berjalan beriringan.

"Dia memang seperti itu." Ucap Kevin dengan wajah dinginnya. "Jika dia menyukai penampilan orang lain maka Ia akan langsung menempel padanya."

Erla hanya mengangguk. Mereka memasuki lift, Kerla tersenyum sumrigah dengan melihat Erla terus-menerus yang membuat Erla merasa merinding.

"Kau suka bau bensin?" Tanya Kerla dengan senyuman manisnya. Erla hanya tersenyum tipis.

"Kau banyak diam sekarang." Erla merapikan rambutnya tak menanggapi celotehan Kerla. Kevin yang tahu Erla merasa tak nyaman, "Maafkan adik kembarku, Er."

"Kak Kev aku hanya ingin dekat dengan Erla apa salahnya." Protes Kerla. Kevin langsung mengacak rambut Kerla, "Hm, caramu salah. Lihat Erla jadi tidak nyaman."

Erla hanya menggeleng, lift terbuka. Mereka bertiga keluar.

"Kata Cindy ini ruangan Hana, Kak Kev." Kerla memperhatkan ponselnya.

Kevin mengetuk pelan, lalu masuk diikuti Kerla. Erla memasukkan botolnya, matanya mengkilat dan senyuman seram terpatri di wajah cantiknya, "Aku sudah sangat penasaran dengan wajah tunangan dan adik tiri Ava."

"Kerla kau akhirnya datang aku dan Hana sudah menunggumu..." Ucap antusias Cindy. Kerla hanya tersenyum kecil, tetapi matanya malas menyambut pelukan Cindy.

"Bagaiaman keadaanmu dan Hana?" Tanya Kerla sekedar basa-basi dan menatap Atlas yang sedang menyuapi Hana.

"Aku baik-baik saja Kerla. Eh, ada Kevin juga." Kerla yang melihat senyum centil Hana langsung melindunginya Kakaknya.

"Iya aku mengajaknya ke sini." Sahut ketus Kerla.

"Dimana Ava? Dia dari kemarin tak kesini padahal aku hanya mendorongnya pelan." Ucap Atlas.

"Sudah Atlas..." Hana berusaha menenangkan, tetapi Kerla sadar Hana tersenyum sinis.

"Dia mendorongmu Hana."

"Dan mendorong Cindy." Lanjut Bagas Cassandra-saudara jauh Kerla dan Kevin.

"Ini bukan salah kakakku." Sanggah Hana.

"Kau terus membela kakakmu yang jelek dan norak itu." Ucap Cindy yang memanas-manasi keadaan. Kerla yang sudah tak tahan, "Aku mengajak-"

"Apa kalian semua membicarakanku?"

Semua orang langsung menoleh ke arah pintu, "Ava?!" Kaget semua orang kecuali Kevin dan Kerla.

"Kak Ava?" Panggil Hana. Erla menggeleng, "Aku tegaskan kembali namaku bukan Ava, tetapi Erla. Dan aku tak memiliki adik dari rahim wanita lain selain Mamaku."

"Ava jika kau mencari masalah tak usah di sini!" Seru Atlas dengan membanting piring. Erla melihat itu hanya tersenyum tipis membuka topinya, "Kau pasti tunanganku? Kenapa aku begitu buta memilki tunangan yang tak menghargai perasaan tunangannya sendiri dan memilih perempuan lain yang tak lain adik tiriku sendiri. Menyedihkan."

Erla berjalan perlahan menuju tempat Hana, Ia melihat Hana tak ada luka lalu kenapa sampai di rawat di rumah sakit?

"Apa kau pasien kejiwaan?" Tanya Erla yang membuat Hana mengepal, tetapi tidak dengan Kerla yang tertawa kecil.

"Apa maksud Kakak?"

Erla bergaya berpikir, "Tak ada luka dalam maupun luar, kau hanya terjatuh ke kolam renang sedalam 6 meter. Berarti kau pasien kejiwaan karena kau tak mengalami luka."

Wajah Hana memerah, Erla yang melihat gelagat itu tertawa, "Artis hebat. Aku kagum padamu."

Atlas menarik baju Erla, Bagas langsung menghentikan tindakan Atlas. Erla hanya tertawa pelan, "Saat terbaik untuk membuktikan bahwa kita adalah pemenang, yaitu saat ketika kita tampak kalah. Benarkan Hana?"

"A-tlas..." Hana mulai merengek dan menangis.

Atlas yang geram memukul pipi Erla.

Bugh

Bersambung...

-Terima kasih untuk orang-orang baik yang sudah vote, comment, follow, dan share🐣-

Mafia Girl Transmigration ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang