6 | BWS

1.3K 229 21
                                    

Setelah mandi dan bersiap-siap untuk ke sekolah, Jisoo sekarang duduk di bangku depan kamar—menunggu Bona yang katanya akan menjemputnya. Ngomong-ngomong soal Bona yang ingin tidur dengan Jisoo kemarin itu tidak dibolehkan oleh Miss Chyntia—ketua asrama perempuan. Padahal kemarin Bona sampai merengek-rengek bilang kalau Jisoo tidak bisa sendirian. Tapi namanya Miss Chyntia ya langsung tau lah kalau Bona sedang berbohong. Alhasil Bona kembali ke kamar dengan muka yang terus ditekuk, membuat Jisoo ingin terus menertawakannya. Untungnya jarak kamar mereka tidak jauh. Kamar Jisoo nomor 37 dan kamar Bona 111, dengan jarak sekitar 1 km sepertinya. Gampang lah kalau bagi Bona, terbang langsung sampai. Atau tidak, telportasi. Namun, ilmu Bona belum sampai jika harus melakukan itu. Masih ditahap berlatih.

“Gue laper banget tapi si Bona nggak sampai-sampai.” gerutu Jisoo pelan, takut jika keras-keras ada yang dengar. Padahal di lorong kamarnya itu sepi.

“Ketiga curut itu lagi apa ya?—Disini nggak ada hp apa?! Ribet amat kalau pengen ngasih tau sesuatu masa harus ketemu dulu.” gerutunya lagi. Jangan lupakan tangannya yang bergerak sesuai dengan irama kekesalannya.

“Ini gue ke sekolahnya tangan kosong doang? Nggak bawa apa-apa?”

“Widih lantainya mengkilap juga nih. Muka gue kelihatan cet—SETAN!” Jisoo terlonjak kebelakang saat tiba-tiba dirinya di colek seseorang. Siapa lagi kalau bukan Bona yang kini sedang tertawa keras di depannya.

“Kamu kagetan banget sih Ji?”

Jisoo mendengus. “Gue—aku nggak biasa ya sama kedatangan kamu yang kaya kunti! Tiba-tiba ada tiba-tiba hilang!”

“Iya deh maaf.” ujarnya yang kemudian berkata, “Ngomong-ngomong kunti itu apa?”

“Dedemit.”

“Dedemit? Apa itu dedemit?”

“Dedemit itu cantik.”

“Oh ....” Bona mengelus-elus rambutnya dan mengibar-ngibarkan jubahnya lalu berkata, “Lihat deh, aku dedemit nggak?”

“Bona dedemit banget hari ini.” ujar Jisoo tanpa ekspresi.

Bona merengut. “Nggak ikhlas banget.”

“Emang. Udah cepet ayo jalan katanya mau makan!”

Bona mengernyit. “Siapa?”

“Mau aku tinju?” Jisoo mengepalkan tangannya. Orang lapar seramnya bukan main.

“Mau aku sihir jadi batu?” balas Bona tak mau kalah. Padahal dia belum bisa sihir seperti itu, karena menyihir seseorang menjadi batu itu level sihir yang cukup sulit. Bona belum bisa menguasainya.

“Tidak Nona. Silahkan anda berjalan di depan.”

Bona tertawa keras mendengar jawaban ngasal dari Jisoo. “Kita mau jalan aja atau terbang? Terbang aja ya? Aku malas turun dua lantai. Mana kita masih harus jalan kesana lagi.” Bona menunjuk koridor samping kanan Jisoo.

“Nggak ada terbang-terbangan. Udah ayo jalan, mau lima kilometer sepuluh kilometer gue jabanin!” ujar Jisoo yang sepertinya trauma gara-gara terbang perdananya dengan Bona kemarin.

breatice witch school

“Mantap gila! Nggak pernah gue makan makanan seenak ini!” Lisa berujar di sela-sela kunyahan makanan yang katanya enak tersebut.

“Kan! Kamu pasti suka makanannya!” seru Dahyun dengan mulut penuh makanan.

“Pokoknya gue harus cobain semua menu makanan disini!”

“Tenang aja! Gue temenin!” seru Dahyun yang disetujui oleh Yerina dan Mina.

“Nah gitu! Pake kata-kata yang udah gue ajarin ke kalian. Biar makin maco!”

𝐁𝐫𝐞𝐚𝐭𝐢𝐜𝐞 𝐖𝐢𝐭𝐜𝐡 𝐒𝐜𝐡𝐨𝐨𝐥Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang