30 | BWS

1K 128 40
                                    

Siapa yang menyangka kebohongan besar yang nyaris tidak bisa dipercaya adalah nyata adanya. Bukannya tidak ingin percaya, tapi itu semua bahkan di luar pemahaman manusia. Siapa yang tidak terkejut saat tiba-tiba ada orang yang mengatakan bahwa kamu berasal dari dunia sihir? Terjebak di dunia sihir saja, Jisoo masih tidak percaya. Dan sekarang ditambah kalimat yang dikatakan Ratu Adresa bahwa dirinya adalah putri penyihir. Ya, itu sangat menyenangkan jika dibayangkan. Namun, bersyukurlah kalian tidak merasakan apa yang Jisoo rasakan sekarang. Rasanya ingin tertawa tapi tidak bisa. Ingin menangis, tapi menangisi perihal yang mana? Jisoo sendiri sudah seperti orang linglung. Dia berjalan ke sana dan kemari tanpa tujuan. Sedikit menyesal kenapa dia berlari ke arah hutan disaat gedung asrama lebih dekat dari jangkauan.

Tidak seperti sebelumnya, sekarang Jisoo tidak takut apapun meskipun langit sudah berganti warna. Dia sudah pasrah, entah itu ada serigala ataupun singa yang ingin menerkamnya. Dia mendudukkan pantatnya di tanah dan mulai tertawa.

“Hidup selucu ini ya? Perasaan waktu itu gue baru kemah. Mendadak jadi anak penyihir. Udah kaya orang gila aja.”

Jisoo merubah posisinya menjadi tertidur. Merenungkan semuanya. Agak lama, sampai terkadang matanya sudah tak kuasa untuk membuka.

Feel better?”

Sedikit terkejut saat mendengarnya, tetapi tanpa menoleh Jisoo menjawab, “Not really.”

“Kamu tahu betapa khawatirnya aku saat tahu kamu hilang?” Dia adalah Sehun yang kini mendudukkan tubuhnya di sebelah Jisoo.

“Aku tahu itu pasti berat untukmu. Tapi, menghindari masalah juga tidak akan menyelesaikan apapun, Jisoo. Kamu harus menghadapinya, seberat apapun masalah itu.”

“Dari awal kamu sudah tahu, 'kan?” Jisoo mengubah posisi badannya menjadi seperti Sehun. Dia menatap Sehun dengan senyum masam.

“Tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku juga tidak ingin menyembunyikannya.”

“Tapi, tetap saja kamu sembunyikan. Kalian benar-benar mempermainkanku.” Jisoo tertawa miris. Ternyata orang yang bisa dibilang dekat dengannya menyembunyikan sesuatu sebesar itu kepadanya.

“Kamu pernah mendengar seseorang membicarakan tentang temanmu dengan buruk? Kita seharusnya memberi tahu teman kita agar tahu bahwa orang itu berkata buruk dibelakangnya. Namun, hal itu juga sama buruknya karena teman kita menjadi sedih saat mendengarnya.” Sehun menatap lekat muka Jisoo. Dia melanjutkan, “Sama seperti itu, aku ingin mengatakan hal itu kepadamu saat pertama kali tahu. Namun, aku tidak bisa merusak kebahagiaan yang kamu dapatkan disini dengan susah payah.”

“Kamu memberi tahuku dari awal atau sekarang tidak ada bedanya.”

Sehun menghela nafas panjang. Dia memang salah dan sekarang tidak tahu harus berkata apa. Sejujurnya, kalimat itu sudah ia persiapkan dari dahulu sekali untuk persiapan yang akhirnya terpakai hari ini.

“Jika sudah tidak ada yang dibicarakan, silahkan pergi.”

“Tidak. Aku akan menemanimu disini.”

“Baik. Aku saja yang pergi.” Jisoo sudah beranjak. Namun, tangan Sehun yang memegang lengan Jisoo membuatnya berhenti. Dia menarik Jisoo kembali ke tempat duduknya.

“Kamu pasti tahu apa maksud sikapku belakangan ini, 'kan? Jika memang belum tahu, akan aku katakan disini, denganmu secara jelas.” Sehun menelan ludahnya dengan susah payah. Jantungnya memompa darah lebih cepat dari biasanya. Ini memang bukan waktu yang tepat untuk mengungkapkannya. Namun, Sehun sudah tidak tahan lagi. Dia takut jika Jisoo pergi darinya.

“Aku menyukaimu.”

Pupil mata Jisoo melebar. Degup jantungnya berdetak cepat tidak terkendali. Ini seharusnya masih menjadi momen Jisoo untuk marah. Namun, pengungkapan perasaan Sehun mengapa membuatnya goyah?

𝐁𝐫𝐞𝐚𝐭𝐢𝐜𝐞 𝐖𝐢𝐭𝐜𝐡 𝐒𝐜𝐡𝐨𝐨𝐥Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang